scndbrr

Sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh seorang Hesatya Kautsar kepada Nathan, kini dirinya dan kedua temannya yang lain yaitu Renja dan Jasson sudah berada di kediaman keluarga Adiwangga. Seperti biasanya jika berkunjung ke sini, mereka langsung menuju ke pavilliun milik keluarga Nathan yang terletak di belakang rumahnya.

“Ada apaan sih? Udah langsung aja kalo mau ada yang diomongin sama gue.” ucap Nathan yang ia ditujukan kepada ketiga sahabat karibnya itu.

Tanpa berlama-lama lagi, Renja lantas mengulurkan tangan kanannya yang menggenggam sebuah flashdisk yang berwarna merah darah. Ya benar sekali apa yang kalian pikirkan sekarang, di sana terdapat bukti rekaman CCTV yang menunjukkan kelicikan dari seorang Maureen Adinaya.

“Nih, lo liat aja sendiri.” jawab Renja dengan mukanya yang datar.

Karena dirinya juga sudah sangat penasaran dan tidak sabar untuk mengetahui maksud dari kedatangan sahabat-sahabatnya itu, Nathan langsung bergegas mengambil benda mungil tadi dan menancapkannya dengan tidak sabaran pada ponsel genggam miliknya.

“HAHH?!!” -Nathan.

Betapa terkejutnya seorang Nathaniel Adiwangga, ketika ia melihat video yang berdurasi kurang dari 10 menit itu menampilkan seorang perempuan yang ia sering anggap suka cari perhatian dengannya. Perempuan itu dengan sengaja menumpahkan kopi panas ke atas laptop miliknya.

“Ga, ini ga mungkin” lirih Nathan yang masih tidak percaya.

“Apanya yang ga mungkin sih anjing!! itu udah jelas di sono buta lo ya?!!” geram Hesa yang sudah tak mampu lagi untuk dapat membendung emosinya.


Para sahabat karib Nathan pamit pulang dikarenakan hari sudah menjelang malam. Kini sang surya telah ditelan oleh gelapnya malam dan hawa dingin mulai terasa sampai menusuk ke tulang. Seorang laki-laki sedang duduk sendirian pada kursi kitchen bar. Ia termenung, merutuki kebodohan diri sendiri yang sudah membuat orang lain tersiksa atas perbuatannya padahal orang itu tidak berbuat salah apapun.

“Loh Than? Kamu ngapain jam segini masih bangun? Laper? Apa lagi nggak bisa tidur?” suara lembut perempuan cantik yang usianya sudah menyentuh setengah abad itu, mengalun merdu kemudian masuk dengan sopan ke dalam gendang telinga putranya.

“Nathan gapapa kok ma. Lagi pengen duduk-duduk aja di sini.” “Oh iya Starla ke mana ya ma? Kok seharian ini Nathan belum liat dia” Nathan justru menjawab pertanyaan yang diberikan oleh mamanya itu dengan sebuah pertanyaan lagi.

“Loh, kamu nggak tau ya?” “Starla kan lagi sakit, Than. Dia dari pagi ada di kamar terus, soalnya badannya lemes. Kecapean sih tadi katanya pas ditanya.” jelas sang mama dengan rinci.

Pasti karena sering gue suruh akhir-akhir ini. Argghhh Nathan bego! Dasar tolol!! batin Nathan memaki dirinya sendiri di dalam hati.*


Di sinilah Nathan sekarang berada, di dalam sebuah kamar kecil dan sempit dengan warna dominan putih yang selama 3 bulan terakhir ini menjadi kamar pribadi Starla. Ia menatap seorang perempuan yang kini sedang tertidur. Namun, ia tidak mendapati bahwa perempuan itu tidur dengan nyenyak. Hal itu dikarenakan tercetak dengan sangat jelas kerutan pada dahinya, ditambah juga dengan buliran air bening yang sebesar biji jagung di sekitar area pelipisnya, serta napasnya yang terdengar tidak beraturan dan tersengal-sengal.

Entah dapat keberanian darimana, Nathan mulai mengulurkan tangannya untuk merapikan anak-anak rambut Starla yang menutupi wajah cantik gadis itu. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati, takut tindakannya ini dapat membangunkan sang puan. Setelah selesai berkutat dengan anakan rambut Starla, ia kemudian membelai pipi mulus gadis itu dengan menggunakan sapuan pada telapak ibu jarinya. Ia menatap Starla dengan tatapan yang sangat sulit untuk dapat diartikan.

“Jangan sakit.” “Gue ga suka liat lo sakit.”

©scndbrr

Starla lantas bergegas pergi menuju ke kamar Nathan setelah ia membaca pesan dari tuan mudanya itu. Di dalam lubuk hatinya ia masih sangat takut apabila harus berhadapan langsung dengan laki-laki yang telah bertindak keji kepadanya kemarin. Namun semua ketakutan itu sirna ketika ia membaca pesan ancaman yang juga dikirimkan oleh Nathan. Gadis itu membulatkan tekad untuk memantapkan dirinya agar ia dapat melawan rasa takutnya yang besar dan menjumpai Nathan.

Tok tok tok

“Masuk, ga gue kunci.” jawab Nathan dingin dari dalam kamarnya. “Permisi kak Nathan, saya sudah disini, ada apa ya kak?” tanya Starla setelah ia masuk ke dalam ruangan yang warnanya dominan hitam itu kepada tuan mudanya yang sedang berdiri tepat di depan daun pintu.

Bukannya menjawab pertanyaan yang baru saja diutarakan oleh Starla, Nathan justru secepat kilat mengulurkan tangannya untuk mengunci pintu. Setelah itu, dengan sengaja ia mendorong bahu Starla hingga punggung gadis itu terkantuk daun pintu dengan sangat keras. Jangan ditanya lagi sakitnya, karena perempuan itu langsung meringis dan memejamkan netranya kuat-kuat. Bukankah itu semua sudah dapat menggambarkan betapa kesakitan dirinya saat ini?

“Gue tanya, lo ngadu apa aja ke Hesa hah?!!” suara Nathan mulai meninggi. “S-saya nggak ngadu apa-apa ke kak Hesa kok.” jawab Starla dengan suaranya yang bergetar karena ketakutan.

Karena Nathan geram, ia lantas memajukan tubuhnya menjadi sangat dekat dengan Starla. Hal yang kemudian dilakukan oleh laki-laki itu mampu membuat gadis yang sedang ketakutan ini menjadi tambah takut dengan tuan mudanya. Tangan kanan Nathan terangkat ke atas, dan kemudian ia menghantamkan telapak tangannya untuk mendarat pada pipi mulus yang putih dan bersih milik Starla.

Plakk

“Akhh k-kak, sa..sakit kakk..” rintih Starla sedikit memekik.

Tamparan yang diberikan Nathan terlalu kuat, bahkan membuat perempuan yang berdiri di hadapannya kini sampai tertoleh ke samping dan jatuh tersungkur ke lantai dingin yang menjadi saksi bisu kejadian ini. Pipinya mulai memanas dan memerah sehingga dapat dipastikan akan tercetak telapak tangan Nathan di sana.

Tangan Starla reflek memegang pipinya yang baru saja ditampar dan bulir bening mulai memaksa keluar dari sudut netranya. Itu semua menandakan bahwa apa yang baru saja dilakukan oleh tuan mudanya membuat dirinya amat kesakitan.

Tidak berhenti di sana saja, setelahnya Nathan kemudian berjongkok di depan wajah gadis itu, tangannya mulai mencengkeram dagu Starla dengan kasar dan kuat. Ia mempertemukan netranya yang berwarna hitam dengan netra milik sang perempuan yang berwarna coklat. Laki-laki itu lantas memajukan wajahnya untuk menjadi lebih dekat lagi dengan wajah Starla. Hal itu mampu membuat Starla semakin gugup karena ketakutan bukan main. Ia langsung menutup netranya kuat-kuat.

“Lo tuh cuma orang baru disini!” “Dan lo juga cuma kerja sebagai pembantu doang!” “Ga lebih dari itu.” “Tapi kenapa?” “Kenapa lo jadi banyak tingkah dan dibelain sama orang-orang terdekat gue?!” “Lo ga istimewa, bahkan lo ga punya apa-apa!” “Gaada yang bisa lo banggain, gaada tau nggak!!” “Dan kenapa juga lo harus buat gue kena masalah sih?!!”

Nathan tidak henti-hentinya mencerca Starla dengan hinaan-hinaan yang terlontar bergitu frontal dari lisannya. Semua perkataan Nathan yang ditujukan kepadanya mampu membuat hati Starla mencelos. Buliran bening dari netranya tidak mau berhenti keluar dari sana dan mulai membuat pipi gadis itu menjadi basah.

Starla masih setia memejamkan netranya kuat, ia begitu ketakutan untuk menatap sosok yang kini berada sangat dekat dengan wajahnya. Dahi gadis itu berkerut dan kedua pipinya terasa sangat sakit akibat cengkeraman kuat tangan Nathan di sana, apalagi pada sisi yang tadi bekas kena tampar.

Brakk

“NATHAN BERHENTI!!” itu adalah suara teriakan dari Jeffin, kakak Nathan. Setelah mendobrak paksa pintu kamar milik adiknya ini, ia langsung menghentikan aksi Nathan yang sedang menyiksa Starla.

©scndbrr

Di sinilah Starla sekarang berada, sebuah gudang yang ukurannya cukup luas, namun hanya berisikan sedikit barang-barang usang milik tuan rumah. Ditemani oleh satu buah lampu yang berwarna kuning, namun sejak tadi terus berkedip menandakan bahwa sebentar lagi dirinya akan padam.

Gadis itu sedang terduduk di lantai semen yang tak berkeramik, menekukkan kakinya dan memeluk lututnya dengan sangat erat. Debaran jantung yang tak sesuai dengan ritmenya, wajahnya yang terlihat pucat pasi, getaran yang ada di sekejur tubuhnya, bulir bening yang terus saja mengalir dengan deras dari sudut netranya, serta tanda kemerahan yang disebabkan oleh cengkeraman kuat Nathan di pergelangan tangan Starla tadi telah menjadi saksi bisu betapa ketakutannya gadis muda itu.

Sekarang dirinya berada di dalam gudang ini sendirian, tidak ada siapapun. Jika kalian bertanya kemana perginya Nathan? maka jawabannya pun tak Starla ketahui. Setelah menyeret paksa Starla dari perpustakaan di kampusnya sampai menempatkan gadis itu di gudang belakang rumahnya pun, laki-laki itu tidak mengeluarkan barang satu patah kata saja.


“HEH PEREMPUAN JALANG!! BANGUN ANJING!!! SIAPA YANG SURUH LO TIDUR DI SINI HAH??!!!” itu adalah suara Nathan yang menginterupsi dengan kasar Starla yang baru saja terlelap karena kalelahan menangis. “K-kak?” jawab Starla dengan suara bergetar dan netranya kini masih menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalamnya. “Karena lo udah bikin tugas gue ancur dan presentasi gue gagal, maka lo harus terima akibatnya. Lo bakal dapet hukuman dari gue!!” cerca Nathan yang kini sedang menatap perempuan di bawahnya tanpa ampun, diakhiri dengan seringaian kecil pada sudut kiri bibirnya.

Byurrr

“Aakkkhhhh” “S-sakittt sakitt kak hiks” “K-kak Nathan i-ini panas sekali” “Tolong kak, rasanya sakit sekali hikss” “Maaf kak, maafin saya. Ampuni saya kak” suara rintihan Starla yang sedang kesakitan memenuhi ruangan ini. Rintihan itu terdengar amat pilu dan mampu mengiris hati orang yang mendengarnya.

Apakah kalian ingin tahu hukuman yang diberikan Nathan kepada Starla hingga gadis itu mengalami rasa sakit yang luar biasa hebat? Ya, betul sekali. Saat ini laki-laki gila yang tidak mau mendengarkan pembelaan dari Starla sedang menumpahkan air kopi panas ke atas kedua tangan gadis itu. Bahkan air yang digunakan untuk menyeduh kopi itu baru saja mendidih dan diangkat dari atas kompor, yang artinya air itu mampu membuat luka bakar bagi orang yang terkena barang sepercik saja.

“Ini baru impas, karena lo udah bikin laptop gue mati dengan nyiram pake air kopi, maka balasan ini sangat setimpal buat diri lo jalang!!” -Nathan.

Starla sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk sekedar menjawab perkataan tuan mudanya itu. Bahkan untuk berteriak menyalurkan rasa sakit yang menjalar di kedua tangannya pun ia sudah tidak mampu. Yang dapat ia lakukan sekarang hanya terus menangis tanpa suara dan memandang sayu ke arah laki-laki yang hari ini membuatnya bahagia sekaligus menderita secara bersamaan.

Setelah puas menumpahkan air kopi yang mendidih ke atas kedua tangan pembantunya itu, Nathan lantas pergi dari gudang dan meninggalkan Starla sendirian di dalam sana.

Di sisi lain, kini keadaan Starla terlihat sangat kacau. Kedua tangannya yang terlihat sangat merah dan timbul gelembung air di beberapa tempat. Cetakan bekas aliran air matanya terlihat jelas. Darah pada bagian bibir bawahnya mulai mengering dan meninggalkan luka akibat ulahnya sendiri untuk menahan rasa sakit tadi. Rambutnya yang kusut dan berantakan terlihat seperti tidak pernah disisiri selama berbulan-bulan. Hingga kemudian perlahan-lahan namun pasti, kedua kelopak mata gadis itu mulai terpejam.

“La, kamu kenapa?! Kok bisa ada di sini sih?! La, bangun La!!”

©scndbrr

Setelah menyelesaikan slide presentasinya, Nathan berpamitan kepada Starla untuk pergi ke kamar mandi. Starla yang sedang asik membaca buku hanya menganggukkan kepalanya saja tanpa menoleh sedikit pun terhadap lelaki yang baru saja berbicara kepadanya. Kalian pasti berpikir bahwa laki-laki itu akan marah karena dirinya hanya dihiraukan begitu saja oleh seorang gadis yang notabenenya hanya pembantunya. Namun reaksi yang diberikan olehnya justru di luar nalar, karena kedua sudut bibir sang tuan muda itu malah tertarik ke atas menandakan ia sedang tersenyum ke arah perempuan yang kini ada di hadapannya.


“Heh lo siapanya Nathan deh?” pertanyaan itu tiba-tiba terlontarkan dari mulut seorang perempuan yang usianya diperkirakan sepantaran dengan Nathan. Namanya adalah Maureen, orang yang tergila-gila dan selalu mengejar-ngejar Nathan sejak ia masih menjadi mahasiswa baru.

“Maaf sebelumnya, tapi apakah kakak sedang berbicara kepada saya?” jawab Starla dengan ramah, padahal Maureen tadi sangat tidak sopan kepadanya.

“Ya iyalah, emangnya di meja ini ada orang lagi selain lo hah?!” seru Maureen tidak suka sambil memutar bola matanya jengah.

Melihat Starla yang diam saja tidak menjawab pertanyaan yang diutarakan Maureen barusan, ia menjadi sangat geram. Ia dengan sengaja menumpahkan kopi panas miliknya yang sedang ia genggam ke arah laptop di meja. Ia pikir laptop itu adalah milik perempuan yang telah membuatnya cemburu habis-habisan dikarenakan sedang ramai digosipkan sebagai pacar Nathan di base kampus.

“EHH KAK, MAKSUD KAKAK APA? KOK KOPINYA DITUMPAHIN KE LAPTOP INI SIH KAK? ITU PUNYANYA KAK NATHAN! TAU!” ucap Starla dengan berteriak ke arah Maureen dikarenakan ia kaget dan panik bukan main melihat laptop milik tuan mudanya yang basah dan langsung mati akibat terkena air kopi tadi.

Maureen yang mendengar pernyataan Starla barusan jadi ikutan panik apalagi sekarang Nathan sudah datang, laki-laki itu berdiri di antara keduanya. Namun otak yang dimiliki Maureen itu terlampau licik, ia sudah menemukan sebuah ide jahat di benaknya.

“Ini ada apaan sih? Lah ada cewek caper, lo ngapain disini? EH ANJING INI KENAPA LAPTOP GUE WOI?!! KOK BISA BASAH KENA KOPI GINI? MANA MATI LAGI SAT!!” ucap Nathan dengan menggebu-gebu, mukanya merah padam menahan amarah yang begitu besar.

“Ini kerjaannya si cewek aneh itu Than. Gue tadi kan mau nitip kopi buat lo, eh dia kayak ga suka gitu terus malah disiramin ke laptop lo deh.” jawab Maureen menyalahkan Starla dengan menggunakan nada yang sengaja ia imut-imutkan.

“Gara-gara ulah lo, gue ga bisa presentasi. Itu artinya nilai gue bakal kosong di tugas ini!” ucap Nathan ke arah Starla dengan nada rendahnya, tersirat kekecewaan yang begitu besar pada netra pemuda itu.

Kini semuanya sudah hancur, secercah harapan Nathan untuk dapat membuktikan kepada mamanya bahwa ia anak yang juga bisa memperoleh nilai yang bagus seperti kakaknya telah hilang. Nathan yang mendengar penuturan Maureen barusan, langsung kalang kabut dan tidak berpikir panjang. Laki-laki itu kemudian mencengkeram erat salah satu pergelangan tangan kanan Starla dengan kasar dan segera menyeretnya untuk pulang ke rumah. Oh mungkin bukan, lebih tepatnya ke gudang yang ada di belakang rumahnya.

“Ikut gue, dasar jalang ga tau diuntung!!” umpat Nathan kasar kepada Starla. “K-kak...i-itu bukan salah saya.” bela Starla dengan suaranya yang lirih dan bergetar. “Diem, lo berisik!” jawab Nathan dengan dingin.

Starla tidak sempat menjelaskan semuanya kepada Nathan. Mungkin bukan tidak sempat, melainkan laki-laki yang sudah tersulut emosinya itulah yang sudah tidak mau mendengar pembelaan apapun lagi darinya. Ia sudah sangat kesal lantas mengambil kesimpulan dari kesaksian satu pihak saja. Tanpa memiliki rasa curiga atas pernyataan yang diberikan oleh Maureen, perempuan licik yang pintar memutarbalikkan keadaan.

Sepertinya saya akan disiksa lagi ya oleh kak Nathan? tanya gadis muda itu dalam batinnya sendiri.

©scndbrr

Kalian jangan ada yang menyalahkan Starla disini, salahkan saja pada anak kucing yang mampu mencuri perhatian dari gadis lugu itu hanya dengan bergelayutan manja di kakinya. Ia merasa terlampau gemas kepada makhluk mungil yang berbulu halus itu, sampai-sampai ia kemudian tidak sadar derap langkap kakinya mulai mengikuti arah jalan si anak kucing dan membawa tubuhnya pergi menjauh tak tentu arah.

Setelah menyadari terdapat banyak pasang netra yang memperhatikannya dengan tatapan bertanya-tanya dan orang-orang di sekitar sana mulai berbisik-bisik satu sama lain, Starla tersadar bahwa dirinya kini sudah bukan lagi berada di taman kampus tempat awal ia menunggu tuan mudanya tadi. Melainkan ia sudah berada di tempat asing yang tidak ia kenali sama sekali daerahnya. Tidak, Starla sebenarnya masih berada di lingkungan kampus Nathan, akan tetapi kini ia berada di dekat parkiran FEB (Fakultas Ekonomi Bisnis).

Ketika dirinya sedang linglung, terdapat segerombol pria yang mendekati dan menggodanya secara tidak sopan. Itu adalah geng-nya Hugo, musuh bebuyutan Nathan bahkan sejak SMA. Nathan tahu betul dengan baik bahwa Hugo dan anak-anak geng-nya itu lebih brengsek daripada dirinya sendiri dan teman-temannya yang lain. Sehingga pantaslah dirinya menjadi kalang kabut setelah memebaca pesan Jasson yang tertera dengan jelas di grup chat mereka.

“Kiw kiw kiw cewek” “Cantik suit suit suit” “Sendirian aja nih?” “Mau pulang yah? pulang sama abang aja yuk” “Nanti kita jalan dulu” “Mampir-mampir yak, ke club atau hotel gitu*” “Hahahahaha”

Mereka dengan kurangajarnya mulai membelai wajah Starla dan menyentuh rambut halusnya, ada juga yang mencengkeram pergelangan gadis itu dengan kuat. Ketika Hugo hendak menyentuh pinggang Starla, sebuah bogeman mentah melayang dan mendarat di pipi mulus wajah tampannya. Laki-laki yang melakukan aksi itu adalah Nathan, dia datang entah darimana pasalnya kedatangannya pun tidak membuat Hugo dan geng-nya sadar.

“Heh anjing!! lo jangan sembarangan sentuh dia, sat!!!” umpat Nathan dengan amarah yang memuncak. Terlihat dengan jelas wajahnya memerah, rahangnya mengetat membuat urat-uratnya tercetak dengan jelas, dan giginya ia katupkan kuat-kuat hingga terdengar suara bergemelatuk di dalam mulutnya. Pemuda marah sekali.

“Emangnya kenapa? lo siapanya sih, sok-sokan mau neglindungin dia.” balas Hugo dengan diakhiri tawa remehnya merendahkan Nathan. Tangannya bergerak mengusap sedikit darah yang keluar dari sudut bibirnya akibat pukulan keras Nathan barusan kepada dirinya.

“Jangan ganggu dia bajingan! dia cewek gue!!” jawab Nathan dengan tegas. Bukan hanya Hugo dan geng-nya saja yang kini terkejut bukan main atas jawaban telak dari Nathan, namun Starla juga ikut melongo tidak percaya menatap ke arah netra Nathan.

“K-kak” panggil Starla dengan lirih dengan jemarinya yang terulur untuk meremas ujung pakaian Nathan.

“Awas aja kalo lo semua masih berani deketin, godain, atau bahkan sampe megang-megang dia lagi kayak tadi, abis lo semua sama gua!” ancam Nathan dengan mimik wajah yang terlihat kelewat serius, suaranya yang penuh penekanan, dan netranya yang menatap nyalang Hugo. Setelah mengatakan hal itu, Nathan segera menarik pergelangan tangan kanan Starla dan membawanya pergi menjauh dari sana.

©scndbrr

Jarum panjang dari jam dinding yang berada di ruang tengah keluarga Adiwangga sebentar lagi akan menunjukkan pukul empat sore. Itu tandanya bahwa acara arisan ibu-ibu sosialita elit yang merupakan circle pertemanan Yura akan segera dimulai. Keadaan di kediaman keluarga terpandang itu kini sudah ramai karena para tamu undangan telah mulai berdatangan satu-persatu. Mobil-mobil mewah dengan merk ternama pun kini sudah mulai berbaris di halaman rumah yang ukurannya cukup luas itu.

Tidak hanya terdapat nyonya-nyonya dari keluarga kaya raya saja, melainkan juga anak-anak mereka yang merupakan sahabat Nathan, putra bungsu Yura juga ikut hadir. Hal itu sudah menjadi tradisi yang dijalankan oleh mereka semua sejak lama. Jadi selain anak-anak mereka yang berteman baik, ibu dari mereka pun juga saling berlaku demikian. Meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan mereka masing-masing untuk saling berinterakasi dan bercengkerama satu sama lainnya.

Hesa, Jasson, Renjana, dan Nathan memilih duduk-duduk santai di paviliun belakang rumah ketimbang harus bergabung dengan ibu-ibu mereka yang sedang sibuk memamerkan barang brended yang mereka miliki masing-masing. Ketika mereka sedang asik terlarut dalam permainan telpon genggamnya, Jasson menyletuk secara tiba-tiba.

“Than, si pembantu baru lo mana deh? kok gue daritadi belom liat perasaan.” tanya Jasson kepada Nathan. “Ada. Palingan tu anak lagi di dapur bikinin makanan buat nyokap lo pada.” jawab Nathan acuh.

Ketiga lelaki muda yang mendengarkan penuturan Nathan barusan hanya menganggukkan kepalanya dan membentuk huruf o dari mulut mereka. Tak berselang lama dari itu, munculah sosok yang sedari tadi mereka berempat bicarakan, siapa lagi jika bukan Starla. Gadis itu terlihat sedikit kesulitan menjaga keseimbangan dikarenakan sedang membawa sebuah nampan yang diatasnya terdapat gelas kaca yang berisi minuman dingin lengkap dengan toples-toples makanan kecil untuk mereka.

“Permisi kakak-kakak semua, ini ada minuman dingin dan cemilan untuk kalian. Saya letakkan di meja ya.” ucap Starla dengan ramah dan sopan kepada mereka semua.

Nathan memperhatikan dengan cermat gerak-gerik gadis yang baru kemarin ia siksa di gudang itu. Netranya menangkap punggung tangan kanan Starla yang kini dibalut dengan menggunakan perban berwarna putih yang cukup besar. Ia juga mendapati lutut perempuan itu yang tersisa bekas goresan. Kedua bola matanya menampakkan sebuah tatapan yang sangat sulit diartikan.

Di samping itu, terlintas sebuah ide jahil di benak Jasson untuk mengerjai pembantu baru dari temannya ini. Dengan sengaja tangan nakalnya itu mulai bergerak menggerayangi bagian pantat Starla, ketika gadis itu masih sibuk menata minuman di meja. Jasson kemudian hanya tersenyum puas melihat Starla yang mulai bergerak gelisah menghindari tangannya. Namun apalah daya karna tangan Jasson yang satunya terjulur untuk menahan tubuh Starla agar tetap didekatnya.

Starla menatap Nathan dengan sebuah tatapan melas yang meminta pertolongan, akan tetapi Nathan dan teman-temannya yang melihat hal itu hanya geleng-geleng kepala saja tanpa ada minat untuk membantunya. Sejak tadi terdapat seseorang yang menyaksikan aksi tidak senonoh itu dari kejauhan. Awalnya ia berniat untuk menjumpai sang adik yang sudah hampir enam bulan ini tidak ia lihat secara langsung, namun ia justru disuguhkan hal yang tidak mengenakkan di depan netranya. Ia pikir gadis pembantu itu akan memberontak, tapi nyatanya tidak demikian. Bukan karena apa-apa, namun Starla hanya terlalu shock dan takut, jadi ia tidak mempunyai tenaga untuk melawan.

“Jangan kurangajar kamu sama pembantu di rumah saya!” seru laki-laki tadi yang mengamati kejadian itu dari kejauhan. Jasson yang terkejut pun langsung menarik tangannya dari bagian tubuh Starla yang tadi ia gerayangi. “Eh kak, lo kapan datengnya?” tanya sang adik, Nathan juga cukup terkejut. “Barusan. Sekarang kalian semua masuk ke dalem, disuruh mamah.” perintah sang kakak terkesan tidak ingin dibantah.

Setelahnya mereka semua bergegas masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ke ruang tengah, tempat arisan ibu-ibu dilaksanakan. Starla hanya menundukkan kepalanya dan berusaha mati-matian untuk menahan bulir bening yang sejak tadi memaksa untuk keluar dari sudut mata gadis itu. Ia merasa harga dirinya telah diinjak-injak oleh salah satu teman tuan mudanya itu.

“Ini lo jeng, anak pertama saya yang paling tampan dan pintar. Dia baru aja pulang dari Amerika loh, abis dinas di sana buat turun tangan ngurus kantor cabang secara langsung. Anaknya tuh nggak pernah neko-neko dari dulu kecil, selalu peringkat satu dari sejak SD sampai SMA, aktif ikut perlombaan yang sifatnya akademik maupun non-akademik juga lagi. Idaman sekali kan jeng? Heran lo saya tuh, beda sekali dengan si bungsu, yang kerjaannya cuma bisa balapan dan pulang tengah malam terus-terusan. Nilai nya juga selalu pas-pasan tidak pernah mendapat peringkat atas, kalau lomba juga tidak pernah menang.” tutur Yura panjang lebar kepada ibu-ibu yang ada di sana.

Di sisi lain anak bungsu yang sedang dibanding-bandingnya dengan kakaknya itu hanya dapat tersenyum getir menghadapi sebuah kenyataan pahit bahwa mamanya tidak pernah berubah dari dulu selalu sama, hanya suka membanggakan anak sulungnya saja.

Nathan capek ma dengerinnya, selalu aja gini. batin Nathan.

©scndbrr

Starla menyusuri jalan berumput untuk menuju gudang besar yang ada di belakang rumah kediaman keluarga Adiwangga itu dengan perasaan gelisah. Pasalnya, gadis itu benar-benar lupa bahwa tadi sebelum ia pergi ke dapur untuk membuatkan sang nyonya teh hijau, ia juga sedang menyetrika pakaian tuan mudanya. Parahnya lagi, gadis itu lalai untuk meletakkan setrika di tempat yang aman, ia justru masih meletakkannya di atas pakaian sang tuan muda. Alhasil pakaian yang terlihat sangat mahal itu menjadi cacat dengan lubang besar pada bagian tengahnya.

Sebelum masuk ke dalam ruangan gelap yang pintunya telah sedikit terbuka menandakan sang tuan mudanya sudah berada di dalam sana, gadis itu meraup udara di sekitarnya dengan rakus, mempersiapkan hatinya dengan apa yang mungkin dilakukan oleh orang yang telah menunggunya. Starla berharap Sang Pencipta masih mau melindungi dirinya dari hal-hal buruk yang sedang berputar terus-menerus tak mau berhenti di benak kepalanya. Gadis itu sedang ketakutan sekarang.

“K-kak?” sapa Starla dengan gugup kepada Nathan yang sedang duduk membelakanginya. “Udah dateng lo?” ucap Nathan dengan dingin sambil berdiri dan berjalan mendekat ke arah gadis muda itu. “I-iya sudah kak. K-kak ma..maafin saya, saya tidak sengaja membuat pakaian kakak jadi rusak.” jelas Starla dengan suara bergetar menahan air mata yang sudah bersarang di pelupuk matanya. Ia tak berani menatap laki-laki yang ada di hadapannya kini.

Brukkk

“Akhh”

Nathan mendorong bahu Starla dengan sangat keras hingga mengakibatkan gadis tersebut tersungkur ke lantai semen yang tak berkeramik. Lututnya yang bergesekan dengan lantai keras itu, membuat darah segar kemudian mengalir dari kulitnya. Gadis itu meringis kesakitan dan mulai mengalirkan bulir bening dari matanya yang indah itu karena rasanya memang sangatlah perih bukan main. Nathan hanya tersenyum miring melihat perbuatannya barusan kepada pembantu barunya.

“Gue udah bilang ke lo, kalo lo cuma pembantu disini, jadi jangan banyak tingkah. Tapi apa? lo ga dengerin omongan gue tempo hari kan?” “Lo mau sampe jual diri pun ga akan bisa ganti baju gue yang udah lo rusakin, jalang!!” “Ngerti ga sih lo? lo masih bisa bahasa manusia kan?” cerca Nathan terus-terusan kepada Starla.

“Akhhh” “S-sa...sakit k-kak”

Belum sempat menjawab perkataan Nathan yang sangat kejam dan pedas itu, Starla kembali merintih kesakitan. Bagaimana tidak? Jika kaki sang tuan mudanya itu dengan sengaja menginjak punggung tangan kanan Starla. Gadis lemah itu menatap tuan mudanya dengan tatapan memohon dan tangan kirinya berusaha untuk menyingkirkan kaki sang empu yang sedang menginjak punggung tangan kanannya. Bukannya menarik kakinya, Nathan justru mendorong kakinya semakin kuat untuk membuat sang gadis dapat merasakan rasa sakit yang lebih.

Setelah puas membuat gadis yang kini sedang tersungkur di bawahnya merasakan kesakitan karena punggung tangan kanannya yang mulai membengkak serta mengeluarkan darah, akhirnya Nathan menarik kakinya dan mulai merendahkan tubuhnya mendekat ke arah wajah sang gadis. Starla yang masih ketakutan segera menghindar dengan memundurkan tubuhnya. Namun, tangan Nathan terjulur cepat untuk mencengkeram erat lengan Starla membuat Starla tidak dapat berkutik lagi.

“Ini belum seberapa, tunggu aja hukuman lo yang selanjutnya dari gue!” ucap Nathan dengan suara beratnya yang berbisik tepat pada telinga Starla. Bahkan gadis itu dapat merasakan hembusan nafas hangat dari Nathan yang membuat Starla bergidik ngeri atas peringatan tuan mudanya barusan. Ia sangat ketakutan sekarang, tubuhnya bergetar dan tangan kirinya mengepal kuat-kuat untuk menyalurkan rasa ketakutannya.

Tanpa rasa bersalah sama sekali, setelah membuat putri orang lain terluka dan ketakutan, Nathan melenggang ke luar dari ruangan gelap yang hanya diterangi oleh satu buah lampu temaram itu. Ia meninggalkan gadis muda yang sedang tertunduk sambil menangis itu. Starla berusaha dengan sekuat tenaga untuk dapat menahan isakannya. Bukan tanpa alasan, sebab ia tak mau ada orang lain yang melihat keadaan dirinya yang sangat kacau sekarang.

Starla menatap kosong punggung tangan kanannya yang kini terluka akibat perbuatan tuan mudanya barusan. “Ibu, lutut dan punggung tangan kanan Starla sakit. Starla takut dengan kak Nathan bu” ucap gadis muda itu dengan suara parau.

©scndbrr

Gadis penyandang nama lengkap Aretha Trisha Sereina itu, kini sedang merasakan banyak bungan yang bermekaran di hatinya. Bagaimana tidak? jika baru saja ia mendapatkan sebuah pesan dari laki-laki yang dalam 10 tahun ini telah menjadi dunianya, bahwa laki-laki itu akan pulang malam ini juga. Padahal apabila sesuai dengan jadwalnya maka laki-laki itu baru akan pulang ke Jakarta pada hari lusa.

Aretha dan Tigra sudah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih sejak mereka duduk di bangku SMA. Takdir mempertemukan mereka berdua dengan cara yang cukup dramatis. Mereka ini adalah rival dalam memperebutkan posisi peringkat satu paralel. Jika kalian penasaran bagaimana mereka berdua dapat berakhir menjadi seorang kekasih, maka jawabannya cukup singkat. Love-hate relationship adalah suatu gambaran yang cocok untuk mereka berdua.

Setelah lulus dari SMA yang sama, mereka juga mendaftar ke Perguruan Tinggi yang sama pula. Akan tetapi kali ini mereka mengambil jurusan yang berbeda satu sama lainnya. Mungkin di benak kalian sempat terbesit sebuah pertanyaan “kok bisa ya mereka pacaran lama banget sampe 10 tahun?”. Jawabannya adalah iya memang bisa. Tapi jangan pikir di dalam hubungan mereka tidak pernah dibumbui oleh pertengkaran dan perdebatan sepasang kekasih pada umumnya. Karena bahkan sudah hampir lima kali kata “putus” telah diucapkan oleh kedua anak manusia itu.


Sejak tadi sore gadis pemilik rambut hitam legam yang panjangnya sepinggang itu sudah sibuk bersiap-siap untuk menjemput sang kekasih di bandara. Padahal tadi laki-lakinya itu menekankan untuk melarang gadisnya ini keluar sendirian malam-malam hanya untuk menjemputnya saja. Tapi siapa yang dapat meluluhkan kerasnya kepala Aretha? bahkan kedua orang tua dan kakak laki-lakinya pun seudah menyerah akan hal itu.

Aretha mengurungkan niatnya untuk pergi ke bandara, dikarenakan baru saja laki-laki itu mengiriminya sebuah pesan yang menyatakan bahwa ia nanti akan langsung mendatangi apartement gadisnya sekitar pukul sembilan malam. Aretha lantas bergegas untuk membereskan apartementnya yang kini keadaannya disebut kapal pecah. Hal itu sebetulnya sangat wajar, mengingat Aretha juga merupakan seorang wanita karir yang super sibuk.

Hawa dingin pada malam hari telah menusuk tulang. Gelap, itulah keadaan di luar sana. Tidak ada sinar rembulan yang bersinar. Juga tidak ada bintang-bintang yang biasanya berbaris membentuk sebuah pola di atas sana. Rintik hujan mulai membasahi tanah, perlahan tapi pasti rintik itu kini berubah menjadi bulir air yang deras.

Alunan sebuah lagu dari band ternama 1975 yang merupakan nada dering dari ponsel Aretha mengalun dengan merdu.

Aretha terbangun dari tidurnya setelah mendapati suara dering ponsel miliknya yang cukup menginterupsi. Ia kemudian tersadar bahwa ia ketiduran menunggu sang kekasih yang katanya mau datang pukul 9 malam. Aretha meregangkan tubuhnya karena posisi tidurnya barusan sangatlah tidak nyama. Bagaimana tidak? ia tidur dalam posisi meringkuk di sebuah sofa panjang miliknya. Aretha mengedarkan pandangannya dan matanya kemudian menelisik jam dinding di ruang tengahnya yang menunjukkan pukul 12 malam tepat. Ia lantas gelagapan, berpikir bahwa tadi yang menghubunginya barusan adalah kekasihnya yang sudah ia nanti-nantikan kedatangannya.

Jemari lentik Aretha lantas dengan cekatan membuka ponselnya, berniat untuk melihat panggila tak terjawab barusan. Ia mengerutkan dahinya dan berpikir sejenak, karena yang barusan menghubunginya adalah nomor telpon tidak dikenal. Karena tidak mau ambil pusing, Aretha berpikir bahwa itu hanyalah sebuah panggilan salah sambung belaka. Ia lantas menekan layar ponselnya untuk segera menghubungi kekasihnya.

...

Tidak ada jawaban dari seberang sana. Aretha pikir kekasihnya tadi sudah datang kesini, namun karena Aretha tidak membukakan pintu apartementnya lantas ia pergi pulang ke rumahnya. Tapi jika dipikir-pikir laki-laki itu kan sudah sering berkunjung kesini bahkan laki-laki itu juga hafal dengan password yang ada di pintu masuk. Karena passwordnya adalah tanggal mereka berdua jadian.

Kini terdengar lagi alunan lagu yang merupakan nada dering ponsel Aretha. Nomor tidak dikenal lagi dan sama dengan yang menghubunginya tadi. Dikarenakan rasa penasaran yang ada, maka Aretha segera menggeser layar ponselnya untuk menjawab panggilan tersebut.

“Halo selamat malam, dengan saudara Aretha?” “Selamat malam pak, iya betul. Ini dengan siapa ya?” “Saya dari pihak kepolisian.” “Mohon maaf sebelumnya, ada keperluan apa ya pak sama saya?” “Apakah saudara mengenal Tigra Arvin Maheswara?” “Iya pak, dia adalah calon suami saya. Kenapa ya pak?” “Saudara Tigra mengalami kecelakaan tunggal di Jalan Raya Neo KM 127.” “A-apa pak? bapak bercanda ya? terus gimana keadaan Tigra pak? dia sekarang ada di rumah sakit mana?” “Mohon maaf sebelumnya bu, saudara Tigra dinyatakan telah meninggal dunia di tempat lokasi kejadian.” “N-nggak, nggak, nggak mungkin!”

Setelah mendengar pernyataan yang diutarakan oleh seorang polisi di seberang sana Aretha jatuh terduduk di lantai yang sangat dingin. Ponselnya juga ikut jatuh dan menghasilkan suara yang cukup keras. Tidak, Aretha masih belum dapat mencerna seluruh perkataan yang telah diucapkan bapak polisi tadi. Otaknya mendadak tidak bisa diajak kompromi untuk berpikir. Lidahnya kelu tidak dapat digerakkan. Bulir air bening mulai memaksa keluar dari ujung mata indah gadis itu. Tangannya mengepal kuat-kuat melampiaskan ketidakpercayaannya. Ia menggumamkan kalimat yang keluar dari mulut kecilnya itu.

“Gra... nggak mungkin kan? itu tadi bukan berita tentang kamu kan?” “Katanya mau pulang gra, mana? maksud kamu pulang untuk selamanya ya?”

Setelah itu hanya isak tangis yang terdengar sangat pilu hinggamampu menyayat hati orang yang mendengarnya memenuhi ruangan yang menjadi saksi bisu Aretha Trisha Sereina yang telah kehilangan semestanya, Tigra Arvin Maheswara. Takdir sangat jahat kepada kedua insan itu, mereka baru saja akan bahagia karena berencana untuk mengikat hubungan mereka ke jenjang yan lebih serius dengan melangsungkan sebuah pernikahan minggu depan. Namun mengapa? mengapa laki-lakinya itu sekarang justru diambil secara paksa untuk meninggalkannya sendirian?

Gadis berambut hitam legam nan panjang dan bergelombang itu sudah bangun sebelum matahari menampilkan senyuman hangatnya pada dunia. Rena sangat menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan sosial. Terlebih lagi apabila hal tersebut ikut melibatkan anak-anak di dalamnya.

Sejak malam hari, gadis itu telah mempersiapkan segala kebutuhannya untuk menjadi volunteer di SD Neo. Tak lupa juga ia menyempatkan dirinya saat pulang kuliah untuk mampir ke supermarket dan membeli berbagai macam jajanan. Bukan, jajanan itu bukan untuk dimakan saat ia berada di perjalanan menuju ke tempat tujuan. Melainkan gadis itu memiliki niat untuk memberikannya kepada anak-anak yang akan ia jumpai besok. Memang sangat mulia hati gadis itu.


“Halo kak!” “Iya, halo juga.”

Hening menyelimuti mobil yang sedang melaju dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi itu. Setelah sekedar menyapa kakak tingkatnya tadi saat sebelum ia menjatuhkan bokongnya di kursi penumpang, Rena mengunci dan menutup mulutnya rapat-rapat. Ini tidak seperti biasanya. Gadis itu merupakan sosok yang sangat bawel di mata orang-orang. Bahkan ia tidak segan untuk berbicara random kepada lawan biacaranya. Lidahnya seakan kelu dan tidak mau digerakkan.

Di sisi lain, Panji justru tidak terlalu memikirkan hal itu karena memang dia adalah sosok yang bisa dikatan memiliki julukan “tukang irit biacara”. Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang mereka akhirnya sampai di lokasi tujuan. Rena yang tertidur pun bangun ketika merasa bahwa mobil yang ia tumpangi telah berhenti.

“Udah sampe. Lo nggak mau turun?” “Ehh iya kak. Sori tadi gue ketiduran.”

Mereka berdua akhirnya turun dari mobil sang adam dan bergegas menuju tempat berkumpul para volunteer yang lainnya.