Kebanggaan Mama

Jarum panjang dari jam dinding yang berada di ruang tengah keluarga Adiwangga sebentar lagi akan menunjukkan pukul empat sore. Itu tandanya bahwa acara arisan ibu-ibu sosialita elit yang merupakan circle pertemanan Yura akan segera dimulai. Keadaan di kediaman keluarga terpandang itu kini sudah ramai karena para tamu undangan telah mulai berdatangan satu-persatu. Mobil-mobil mewah dengan merk ternama pun kini sudah mulai berbaris di halaman rumah yang ukurannya cukup luas itu.

Tidak hanya terdapat nyonya-nyonya dari keluarga kaya raya saja, melainkan juga anak-anak mereka yang merupakan sahabat Nathan, putra bungsu Yura juga ikut hadir. Hal itu sudah menjadi tradisi yang dijalankan oleh mereka semua sejak lama. Jadi selain anak-anak mereka yang berteman baik, ibu dari mereka pun juga saling berlaku demikian. Meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan mereka masing-masing untuk saling berinterakasi dan bercengkerama satu sama lainnya.

Hesa, Jasson, Renjana, dan Nathan memilih duduk-duduk santai di paviliun belakang rumah ketimbang harus bergabung dengan ibu-ibu mereka yang sedang sibuk memamerkan barang brended yang mereka miliki masing-masing. Ketika mereka sedang asik terlarut dalam permainan telpon genggamnya, Jasson menyletuk secara tiba-tiba.

“Than, si pembantu baru lo mana deh? kok gue daritadi belom liat perasaan.” tanya Jasson kepada Nathan. “Ada. Palingan tu anak lagi di dapur bikinin makanan buat nyokap lo pada.” jawab Nathan acuh.

Ketiga lelaki muda yang mendengarkan penuturan Nathan barusan hanya menganggukkan kepalanya dan membentuk huruf o dari mulut mereka. Tak berselang lama dari itu, munculah sosok yang sedari tadi mereka berempat bicarakan, siapa lagi jika bukan Starla. Gadis itu terlihat sedikit kesulitan menjaga keseimbangan dikarenakan sedang membawa sebuah nampan yang diatasnya terdapat gelas kaca yang berisi minuman dingin lengkap dengan toples-toples makanan kecil untuk mereka.

“Permisi kakak-kakak semua, ini ada minuman dingin dan cemilan untuk kalian. Saya letakkan di meja ya.” ucap Starla dengan ramah dan sopan kepada mereka semua.

Nathan memperhatikan dengan cermat gerak-gerik gadis yang baru kemarin ia siksa di gudang itu. Netranya menangkap punggung tangan kanan Starla yang kini dibalut dengan menggunakan perban berwarna putih yang cukup besar. Ia juga mendapati lutut perempuan itu yang tersisa bekas goresan. Kedua bola matanya menampakkan sebuah tatapan yang sangat sulit diartikan.

Di samping itu, terlintas sebuah ide jahil di benak Jasson untuk mengerjai pembantu baru dari temannya ini. Dengan sengaja tangan nakalnya itu mulai bergerak menggerayangi bagian pantat Starla, ketika gadis itu masih sibuk menata minuman di meja. Jasson kemudian hanya tersenyum puas melihat Starla yang mulai bergerak gelisah menghindari tangannya. Namun apalah daya karna tangan Jasson yang satunya terjulur untuk menahan tubuh Starla agar tetap didekatnya.

Starla menatap Nathan dengan sebuah tatapan melas yang meminta pertolongan, akan tetapi Nathan dan teman-temannya yang melihat hal itu hanya geleng-geleng kepala saja tanpa ada minat untuk membantunya. Sejak tadi terdapat seseorang yang menyaksikan aksi tidak senonoh itu dari kejauhan. Awalnya ia berniat untuk menjumpai sang adik yang sudah hampir enam bulan ini tidak ia lihat secara langsung, namun ia justru disuguhkan hal yang tidak mengenakkan di depan netranya. Ia pikir gadis pembantu itu akan memberontak, tapi nyatanya tidak demikian. Bukan karena apa-apa, namun Starla hanya terlalu shock dan takut, jadi ia tidak mempunyai tenaga untuk melawan.

“Jangan kurangajar kamu sama pembantu di rumah saya!” seru laki-laki tadi yang mengamati kejadian itu dari kejauhan. Jasson yang terkejut pun langsung menarik tangannya dari bagian tubuh Starla yang tadi ia gerayangi. “Eh kak, lo kapan datengnya?” tanya sang adik, Nathan juga cukup terkejut. “Barusan. Sekarang kalian semua masuk ke dalem, disuruh mamah.” perintah sang kakak terkesan tidak ingin dibantah.

Setelahnya mereka semua bergegas masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ke ruang tengah, tempat arisan ibu-ibu dilaksanakan. Starla hanya menundukkan kepalanya dan berusaha mati-matian untuk menahan bulir bening yang sejak tadi memaksa untuk keluar dari sudut mata gadis itu. Ia merasa harga dirinya telah diinjak-injak oleh salah satu teman tuan mudanya itu.

“Ini lo jeng, anak pertama saya yang paling tampan dan pintar. Dia baru aja pulang dari Amerika loh, abis dinas di sana buat turun tangan ngurus kantor cabang secara langsung. Anaknya tuh nggak pernah neko-neko dari dulu kecil, selalu peringkat satu dari sejak SD sampai SMA, aktif ikut perlombaan yang sifatnya akademik maupun non-akademik juga lagi. Idaman sekali kan jeng? Heran lo saya tuh, beda sekali dengan si bungsu, yang kerjaannya cuma bisa balapan dan pulang tengah malam terus-terusan. Nilai nya juga selalu pas-pasan tidak pernah mendapat peringkat atas, kalau lomba juga tidak pernah menang.” tutur Yura panjang lebar kepada ibu-ibu yang ada di sana.

Di sisi lain anak bungsu yang sedang dibanding-bandingnya dengan kakaknya itu hanya dapat tersenyum getir menghadapi sebuah kenyataan pahit bahwa mamanya tidak pernah berubah dari dulu selalu sama, hanya suka membanggakan anak sulungnya saja.

Nathan capek ma dengerinnya, selalu aja gini. batin Nathan.

©scndbrr