Tumbuh Benih Cinta?

Sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh seorang Hesatya Kautsar kepada Nathan, kini dirinya dan kedua temannya yang lain yaitu Renja dan Jasson sudah berada di kediaman keluarga Adiwangga. Seperti biasanya jika berkunjung ke sini, mereka langsung menuju ke pavilliun milik keluarga Nathan yang terletak di belakang rumahnya.

“Ada apaan sih? Udah langsung aja kalo mau ada yang diomongin sama gue.” ucap Nathan yang ia ditujukan kepada ketiga sahabat karibnya itu.

Tanpa berlama-lama lagi, Renja lantas mengulurkan tangan kanannya yang menggenggam sebuah flashdisk yang berwarna merah darah. Ya benar sekali apa yang kalian pikirkan sekarang, di sana terdapat bukti rekaman CCTV yang menunjukkan kelicikan dari seorang Maureen Adinaya.

“Nih, lo liat aja sendiri.” jawab Renja dengan mukanya yang datar.

Karena dirinya juga sudah sangat penasaran dan tidak sabar untuk mengetahui maksud dari kedatangan sahabat-sahabatnya itu, Nathan langsung bergegas mengambil benda mungil tadi dan menancapkannya dengan tidak sabaran pada ponsel genggam miliknya.

“HAHH?!!” -Nathan.

Betapa terkejutnya seorang Nathaniel Adiwangga, ketika ia melihat video yang berdurasi kurang dari 10 menit itu menampilkan seorang perempuan yang ia sering anggap suka cari perhatian dengannya. Perempuan itu dengan sengaja menumpahkan kopi panas ke atas laptop miliknya.

“Ga, ini ga mungkin” lirih Nathan yang masih tidak percaya.

“Apanya yang ga mungkin sih anjing!! itu udah jelas di sono buta lo ya?!!” geram Hesa yang sudah tak mampu lagi untuk dapat membendung emosinya.


Para sahabat karib Nathan pamit pulang dikarenakan hari sudah menjelang malam. Kini sang surya telah ditelan oleh gelapnya malam dan hawa dingin mulai terasa sampai menusuk ke tulang. Seorang laki-laki sedang duduk sendirian pada kursi kitchen bar. Ia termenung, merutuki kebodohan diri sendiri yang sudah membuat orang lain tersiksa atas perbuatannya padahal orang itu tidak berbuat salah apapun.

“Loh Than? Kamu ngapain jam segini masih bangun? Laper? Apa lagi nggak bisa tidur?” suara lembut perempuan cantik yang usianya sudah menyentuh setengah abad itu, mengalun merdu kemudian masuk dengan sopan ke dalam gendang telinga putranya.

“Nathan gapapa kok ma. Lagi pengen duduk-duduk aja di sini.” “Oh iya Starla ke mana ya ma? Kok seharian ini Nathan belum liat dia” Nathan justru menjawab pertanyaan yang diberikan oleh mamanya itu dengan sebuah pertanyaan lagi.

“Loh, kamu nggak tau ya?” “Starla kan lagi sakit, Than. Dia dari pagi ada di kamar terus, soalnya badannya lemes. Kecapean sih tadi katanya pas ditanya.” jelas sang mama dengan rinci.

Pasti karena sering gue suruh akhir-akhir ini. Argghhh Nathan bego! Dasar tolol!! batin Nathan memaki dirinya sendiri di dalam hati.*


Di sinilah Nathan sekarang berada, di dalam sebuah kamar kecil dan sempit dengan warna dominan putih yang selama 3 bulan terakhir ini menjadi kamar pribadi Starla. Ia menatap seorang perempuan yang kini sedang tertidur. Namun, ia tidak mendapati bahwa perempuan itu tidur dengan nyenyak. Hal itu dikarenakan tercetak dengan sangat jelas kerutan pada dahinya, ditambah juga dengan buliran air bening yang sebesar biji jagung di sekitar area pelipisnya, serta napasnya yang terdengar tidak beraturan dan tersengal-sengal.

Entah dapat keberanian darimana, Nathan mulai mengulurkan tangannya untuk merapikan anak-anak rambut Starla yang menutupi wajah cantik gadis itu. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati, takut tindakannya ini dapat membangunkan sang puan. Setelah selesai berkutat dengan anakan rambut Starla, ia kemudian membelai pipi mulus gadis itu dengan menggunakan sapuan pada telapak ibu jarinya. Ia menatap Starla dengan tatapan yang sangat sulit untuk dapat diartikan.

“Jangan sakit.” “Gue ga suka liat lo sakit.”

©scndbrr