scndbrr

Penuh kejutan adalah kata yang dirasa paling tepat oleh Valle, ketika dirinya ditanya seperti apa gambaran sosok dari seorang Nolan Azerio.

Bagaimana tidak? Jika pria itu secara tiba-tiba tanpa memberitahu dirinya terlebih dahulu membawanya ke tempat yang bahkan tidak pernah dipikirkan oleh Valle sendiri.

“Lo serius ngajak gue ke sini?” tanya Valle yang kedua matanya menelisik seluruh area di sekelilingnya.

Nolan merasa gemas dengan tingkah Valle. Wanita itu bersikap seperti anak kecil ketika pertama kali mendatangi tempat baru yang sebelumnya belum pernah dikunjungi olehnya.

Kedua tangan laki-laki itu terulur untuk menangkup pipi Valle kemudian mengarahkan kepala wanita itu untuk menghadap ke arah wajahnya, “Kalo lagi ngomong sama orang lain itu ditatap orangnya, Sha.”

Valle sedikit tersentak karena aksi Nolan yang tiba-tiba ini. Dirinya refleks menatap ke arah ujung sepatu sandalnya sebab tidak sanggup jika harus menatap kedua manik indah milik pria di hadapannya ini.

“Iya, gue serius. Ayo masuk,” ajak Nolan yang melepaskan kedua tangannya dari pipi Valle, kemudian tangan kanannya beralih untuk sedikit mengacak rambut poni wanita itu.

Baru saja berusaha untuk dapat menormalkan detak jantungnya kembali, Valle justru mendapat serangan jilid dua dari Nolan. Jika diperbolehkan, rasanya wanita itu ingin teriak sekencang-kencangnya sekarang ini.

Hatinya sudah tidak dapat berbohong. Valle, sudah jatuh ke dalam pesona Nolan.

Karena tidak mendapatkan jawaban dari Valle, Nolan langsung menggenggam tangan wanita itu dan membawanya masuk ke dalam sebuah tempat yang dipilihnya untuk menjadi destiasi mereka berdua pada hari ini.

Tentu saja mau tidak mau Valle harus mengikuti tarikan tangan Nolan tadi. Sebab jika tidak, dirinya akan berakhir tersungkur di atas tanah yang ditumbuhi oleh rerumputan.

Untuk dapat sedikit mencairkan suasana, Valle berpikir keras sebua topik yang dapat menjadi awal dari pembicaraan mereka. Sebelumnya, tolong dicatat terlebih dahulu bahwa sebenarnya yang diliputi oleh kecanggungan di sini hanyalah wanita itu.

“Hahahahaha orang kaya mah hobinya emang beda yah!” celetuk Valle yang membuat Nolan menghentikan langkahnya secara mendadak. Hal itu tidak dapat Valle hindari, sehingga membuat dirinya berakhir dengan menabrak punggung lebar Nolan.

“Aduh sakit!” gerutu Valle sambil mengusap-ngusap bagian dahinya yang terkantuk tadi.

Nolan yang melihat hal itu langsung sigap untuk membalikkan tubuhnya dan sedikit memajukan tubuhnya ke arah Valle. Pria itu ikut memeriksa dahi Valle dan memberikan tiupan ringan ke sana, “Udah gapapa abis ini sembuh kok. Maaf ya.”

Valle mengangguk pasrah dengan sedikit meringis karena masih merasakan nyeri di dahinya.

“Selamat datang mas Nolan.”

Suara berat yang berasal dari belakang tubuh Nolan membuat pria itu sedikit menyingkir dari hadapan Valle, “Iya pak Maman, terima kasih.”

Valle mengernyit heran ke arah Nolan. Wanita itu seolah-olah memberikan isyarat tanda tanya besar sebab dirinya tidak mengenali orang yang tadi menyebutkan nama Nolan.

“Ini namanya pak Maman, Sha. Dia yang ngurusin kuda-kuda di sini,” jelas Nolan yang paham akan maksud Valle menatapnya tadi.

Pak Maman tersenyum ramah ke arah Valle, “Wah baru pertama kali nih si mas Nolan bawa cewe ke sini. Pasti mbaknya ini spesial ya mas?” tanya pak Maman sengaja ingin menjahili Nolan.

“Hehe iya nih pak. Spesial banget malah. Martabak telor dua mah masih kalah jauh,” jawab Nolan sambil menaik turunkan kedua alisya menatap Valle.

Valle terkejut dengan jawaban Nolan barusan. Dirinya menjad sedikit tersipu.

Nolan juga merasa aneh sendiri ketika mulutnya tadi dapat dengan lancar mengucapkan hal itu. Bagaimana bisa? Ternyata benar kata Jacob, dirinya sudah banyak berubah.

Jadi sebelumnya, kini Nolan dan Valle sedang berada di tempat di mana hewan kesayangan pria itu berada. Sedikit berbeda dari orang pada umumnya, hewan kesayangan yang dimaksud adalah kuda.

Maka dari itulah tidak heran jika Valle terus saja meragukan Nolan yang membawa dirinya ke sini. Masalahnya bukan hanya terdapat satu atau dua kuda saja, melainkan terdapat hampir 30 ekor banyaknya kuda yang ada di tempat ini.

Cukup banyak bukan? Yang pasti cukup membuat Valle tercengang akan hobil Nolan.

Belum lagi ditambah akan sebuah fakta di mana tempat ini bukan hanya tempat di mana kuda-kuda itu tingga. Melainkan juga terdapat hamparan tanah khusus yang biasa digunakan untuk berkuda juga.

Ternyata memang betul apa kata orang yang mengatakan bahwa kekayaan seorang pengusaha itu tidak main-main. Apalagi jika ditambah menjadi lebih spesifik seperti pengusaha batu bara contohnya.

Karena tidak mau berlama-lama, Nolan akhirnya mengajak Valle untuk memilih kuda mana yang akan menjadi tunggangan mereka pada hari ini, “Lo boleh pilih yang manapun, terserah.”

Kedua mata Valle mengerjap lucu ketika mendengar penuturan dari Nolan barusan.

Sejujurnya ketika pertama kali menginjakkan kakinya memasuki tempat di mana dapat terlihat kuda-kuda yang sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing, seperti ada yang makan, ada yang tidur, dan ada yang menatap penasaran ke arah dirinya, Valle sudah memutuskan untuk memilih kuda yang mana.

Sehingga wanita itu tidak merasa kesulitan harus memilih salah satu kuda diantara sekian banyaknya kuda yang ada di sini, “Mau yang itu, boleh?” ucap Valle sambil menunjuk salah satu kuda yang berwarna putih.

“Good choice!”

Valle tidak mengerti apa maksud Nolan mengatakan hal itu kepada dirinya. Namun suara pak Maman yang ikut menimbrung, kini membuatnya menjadi paham, “Itu kuda kesayangannya mas Nolan, mbak.”


Jika tadi Valle merasa sangat bersemangat untuk mencoba hal yang baru, namun kini justru semangat wanita tersebut yang tadinya berkobar-kobar telah tergantikan dengan perasaan ketakutannya.

Jadi ini yang dinamakan ketika hanya melihat saja itu akan terasa sangat mudah. Namun ketika kita melakukannya sendiri secara langsung maka akan baru terasa kesulitannya.

Valle terus saja bergelut dengan rasa takutnya untuk dapat mengendalikan seekor kuda putih pilihannya tadi. Wanita itu merasakan bahwa kuda ini tidak menyukainya. Padahal sebetulnya yang terjadi tidak demikian. Itu hanyalah sugestinya sendiri.

“Itu dipegang talinya, Sha. Dipegang buat ngarahin lo mau jalan ke mana!” ucap Nolan yang sedikit berteriak lantaran posisi keduanya yang berjauhan.

Bukannya melakukan apa yang baru saja disuruh oleh Nolan, Valle justru semakin gugup. “Gimana ih? Ini kudanya jalan seenak dirinya sendiri!” balas Valle dengan suara frustasinya.

“Ya udah, berhenti dulu. Berhenti,” ucap Nolan lagi dengan suara lembutnya. Pria itu berusaha mendekati Valle sambil menunggangi kudanya sendiri.

“Kalo gue tau caranya berhenti ya pasti gue udah berhenti dari tadi lah!” jawab Valle dengan sedikit sewot. Rupanya wanita itu sudah tidak dalam mood yang bagus.

Sekarang ini Nolan dan Valle sudah memasuki area untuk berkuda. Kedua sedang berada di atas kuda yang telah mereka pilih masing-masing.

Awalnya Valle bersih keras untuk menunggangi kudanya sendirian, padahal Nolan sudah sempat menawarkan agar mereka berkuda bersama saja.

Wanita itu menentang dengan keras ide Nolan dengan alasan ingin merasakan vibes berkuda seorang diri. Namun sebenarnya terdapat alasan lain dibalik hal itu.

Valle ingin dapat menyelamatkan jantungnya. Wanita itu takut jika dikabulkan untuk berkuda bersama dengan Nolan maka dirinya akan berakhir dilarikan ke rumah sakit sebab jantungnya yang jatuh ke perut.

Singkatnya, Valle takut terlihat salting di depan Nolan.

Tapi apa yang terjadi sekarang ini? Justru alasannya itulah membuat baik dirinya sendiri dan Nolan tidak dapat menikmati waktu mereka yang sedang berkuda. Hal itu dikarenakan Valle yang berulang kali berteriak histeris karena ketakutan.

Nolan menghentakkan kakinya untuk memacu kuda yang sedang dirinya tunggangi berlari lebih cepat. Tujuan Nolan sekarang adalah satu, yaitu menghentikan laju kuda kesayangannya yang kini sedang bersama dengan wanita kesayangannya juga.

Mungkin mulai hari ini Valle akan mengakui keberadaan dari pepatah berikut ini, “Bisa karena terbiasa”. Bagaimana Nolan bisa menghentikan kuda putih ini ketika dirinya sejak tadi kesulitan untuk melakukan hal tersebut?

“Makanya kan tadi udah gue bilangin biar bareng aja. Ngeyel sih!” sindir Nolan yang kini berusaha untuk ikut naik ke atas tubuh kuda kesayangannya.

Posisi pria itu berada tepat di belakang tubuh Valle. Kedua tangannya yang terulur untuk memegang tali kendali, membuat dirinya terlihat seperti sedang memeluk tubuh Valle dari belakang.

“Nah, kalo kaya gini kan enak.”

Valle terus saja merutuki dirinya di dalam hati. Wanita itu berpikir keras bagaimana caranya untuk dapat terlihat biasa saja. Mengapa akhir-akhir ini begitu sulit menyembunyikan perasaannya di depan Nolan?

Nolan tiba-tiba memberhentikan kuda yang ditungganginya dengan Valle. Pria itu terdiam cukup lama hingga akhirya membuka suaranya, “Sha,” panggilnya tepat di telinga kanan Valle mengingat posisi keduanya yang kini sedang berdekatan.

Valle hanya berdeham singkat untuk menjawab panggilan Nolan tadi. Wanita itu masih berkutat pada urusan dirinya sendiri sehingga tidak terlalu memperhatikan Nolan.

“Sebenernya bukan cuma lo doang yang deg-degan. Tapi gue juga. Dari pas sebelum mau jemput lo malah.”

Kuda putih yang mereka tunggangi itu mendadak seperti akan berdiri. Hal itu membuat Valle yang masih termangu untuk dapat mencerna kata-kata Nolan barusan kehilangan keseimbangannya.

Beruntung Nolan dengan sigap menahan pinggang Valle sehingga hal buruk yang tidak diinginkan itu tidak jadi terjadi.

Tangan kanan Nolan yang melingkari pinggang Valle membuat wanita itu sedikit mengarahkan tubuhnya hampir ke arah belakang semua. Artinya kini mereka berdua sedang saling berhadapan.

Nolan menatap kedua manik Valle dengan begitu tulus. Sedangkan di sisi lain, Valle juga ikut tenggelam pada dalamnya iris hitam pekat milik pria itu.

Tidak sebentar mereka berdua melakukan sesi lomba adu tatap mata. Mungkin jika Nolan tidak melakukan hal ini, dirinya dan Valle masih terdiam seribu bahasa hanya saling melempar pandang.

“Coba deh rasain sendiri,” ucap Nolan sambil membawa tangan Valle dan meletakkan telapak tangan wanita itu tepat di atas dada sebelah kirinya.

Kedua mata Valle melotot sempurna begitu dirinya merasakan sesuatu dari sana. Ternyata detak jantung manusia bisa secepat itu ya? batinnya.

Tunggu dulu, jadi tadi maksud pria itu adalah bukan hanya Valle saja yang merasakan hal ini. Melainkan sama halnya dengan Nolan yang justru malah lebih parah lagi.

Nolan tersenyum kikuk ke arah Valle begitu dirinya mendapati ekspresi wajah Valle barusan ini.

“Gue seneng liat lo salting, Sha. Tapi ternyata liat lo yang lagi salting itu malah bikin gue berkali-kali lipat lebih salting dari lo, Sha.” Nolan menyugar rambutnya ke arah belakang kemudian menghembuskan napas beratnya.

“Oh I fuckin' love you babe!”

Nolan langsung memutuskan kontak matanya dengan Valle dan membuang mukanya ke arah samping. Pria itu teringat akan kejadian waktu itu di mana Valle yang masih belum dapat melupakan mantan kekasihnya.

Pria itu baru tersadar ketika dirinya memaksakan untuk mengungkapkan kembali apa yang ada di hatinya, maka hanyalah sakit dan kecewa yang menyambutnya nanti.

Untuk hanya sekedar memikirkan bagaimana rasanya dari semua itu membuatnya takut sendiri dan mengurungkan kembali niatnya tadi.

Ketika sedang kalut dengan berbagai macam pikiran buruk yang memutari isi otaknya, hingga membuat pria itu menjadi pening sendiri bahkan merasakan sesak, suara lirih Valle kembali mengambil atensinya.

“Me too.”

Nolan menatap bingung ke arah Valle. Pria itu masih dapat mendengar apa yang keluar dari belah bibir wanita yang ada di hadapannya sekarang. Namun rasanya dirinya tidak mau berekspetasi terlalu tinggi lagi.

Sebab ketahuilah, jatuh itu sakit.

Tangan Nolan yang tadinya sudah terlepas tidak memegang tali kendali kuda, kini sedang berusaha mengambil tali tersebut berniat untuk kembali.

Namun sayangnya pergerakan Nolan terhenti karena ditahan oleh tangan Valle.

“I love you.” “I love you too, Olan.”

Valle mengucapkan kalimat pengakuan tadi dengan menatap dalam ke arah Nolan. Wanita itu berharap bahwa kini sorot matanya juga akan memancarkan ketulusan seperti yang biasanya ia peroleh dari Nolan.

Siapapun itu tolong katakan kepada Nolan sekarang juga. Tolong katakan kepada pria itu bahwa semua perjuangannya kini telah berbuah manis. Tolong katakan bahwa rasanya kini sudah terbalaskan oleh orang ia nantikan.

Sepertinya Nolan kini telah bersiap untuk mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam dengan live musik yang full. Pria itu ingin sekali memberikan pengumuman kepada seluruh penjuru negeri ini bahwa Eshanya kini sudah mencintai dirinya juga.

Wanita yang berhasil menarik perhatiannya ketika baru pertama kali bertemu. Wanita yang berhasil membuat dirinya mematahkan prinsip hidupnya sendiri. Wanita yang berhasil mematahkan hatinya untuk yang kali pertama.

Semuanya terjadi karena wanita itu.

Wanita yang membuat Nolan ingin selalu ada untuk dirinya. Wanita yang membuat Nolan ingin dapat menghiburnya ketika sedih. Wanita yang membuat Nolan ingin selalu merengkuh tubuh mungilnya.

Hanya wanita itu seorang, tidak ada yang lainnya.

Jika ditanya apakah tujuan Nolan pada saat ini? Jawabannya simple. Pria itu ingin dapat menjadi seorang penjaga yang membahagiakan wanitanya.

“Sha, can i be your guardian?”

Mengapa pertanyaan ajakan untuk menjalin hubungan kisah kasihnya dengan Valle diawali dengan kalimat seperti itu?

Mengapa tidak menggunakan kata-kata yang manis seperti orang-orang pada umumnya?

Semua itu karena Nolan paham betul.

Jika Eshanya terluka, maka dirinya pun demikian.

by scndbrr

Penuh kejutan adalah kata yang dirasa paling tepat oleh Valle, ketika dirinya ditanya seperti apa gambaran sosok dari seorang Nolan Azerio.

Bagaimana tidak? Jika pria itu secara tiba-tiba tanpa memberitahu dirinya terlebih dahulu membawanya ke tempat yang bahkan tidak pernah dipikirkan oleh Valle sendiri.

“Lo serius ngajak gue ke sini?” tanya Valle yang kedua matanya menelisik seluruh area di sekelilingnya.

Nolan merasa gemas dengan tingkah Valle. Wanita itu bersikap seperti anak kecil ketika pertama kali mendatangi tempat baru yang sebelumnya belum pernah dikunjungi olehnya.

Kedua tangan laki-laki itu terulur untuk menangkup pipi Valle kemudian mengarahkan kepala wanita itu untuk menghadap ke arah wajahnya, “Kalo lagi ngomong sama orang lain itu ditatap orangnya, Sha.”

Valle sedikit tersentak karena aksi Nolan yang tiba-tiba ini. Dirinya refleks menatap ke arah ujung sepatu sandalnya sebab tidak sanggup jika harus menatap kedua manik indah milik pria di hadapannya ini.

“Iya, gue serius. Ayo masuk,” ajak Nolan yang melepaskan kedua tangannya dari pipi Valle, kemudian tangan kanannya beralih untuk sedikit mengacak rambut poni wanita itu.

Baru saja berusaha untuk dapat menormalkan detak jantungnya kembali, Valle justru mendapat serangan jilid dua dari Nolan. Jika diperbolehkan, rasanya wanita itu ingin teriak sekencang-kencangnya sekarang ini.

Hatinya sudah tidak dapat berbohong. Valle, sudah jatuh ke dalam pesona Nolan.

Karena tidak mendapatkan jawaban dari Valle, Nolan langsung menggenggam tangan wanita itu dan membawanya masuk ke dalam sebuah tempat yang dipilihnya untuk menjadi destiasi mereka berdua pada hari ini.

Tentu saja mau tidak mau Valle harus mengikuti tarikan tangan Nolan tadi. Sebab jika tidak, dirinya akan berakhir tersungkur di atas tanah yang ditumbuhi oleh rerumputan.

Untuk dapat sedikit mencairkan suasana, Valle berpikir keras sebua topik yang dapat menjadi awal dari pembicaraan mereka. Sebelumnya, tolong dicatat terlebih dahulu bahwa sebenarnya yang diliputi oleh kecanggungan di sini hanyalah wanita itu.

“Hahahahaha orang kaya mah hobinya emang beda yah!” celetuk Valle yang membuat Nolan menghentikan langkahnya secara mendadak. Hal itu tidak dapat Valle hindari, sehingga membuat dirinya berakhir dengan menabrak punggung lebar Nolan.

“Aduh sakit!” gerutu Valle sambil mengusap-ngusap bagian dahinya yang terkantuk tadi.

Nolan yang melihat hal itu langsung sigap untuk membalikkan tubuhnya dan sedikit memajukan tubuhnya ke arah Valle. Pria itu ikut memeriksa dahi Valle dan memberikan tiupan ringan ke sana, “Udah gapapa abis ini sembuh kok. Maaf ya.”

Valle mengangguk pasrah dengan sedikit meringis karena masih merasakan nyeri di dahinya.

“Selamat datang mas Nolan.”

Suara berat yang berasal dari belakang tubuh Nolan membuat pria itu sedikit menyingkir dari hadapan Valle, “Iya pak Maman, terima kasih.”

Valle mengernyit heran ke arah Nolan. Wanita itu seolah-olah memberikan isyarat tanda tanya besar sebab dirinya tidak mengenali orang yang tadi menyebutkan nama Nolan.

“Ini namanya pak Maman, Sha. Dia yang ngurusin kuda-kuda di sini,” jelas Nolan yang paham akan maksud Valle menatapnya tadi.

Pak Maman tersenyum ramah ke arah Valle, “Wah baru pertama kali nih si mas Nolan bawa cewe ke sini. Pasti mbaknya ini spesial ya mas?” tanya pak Maman sengaja ingin menjahili Nolan.

“Hehe iya nih pak. Spesial banget malah. Martabak telor dua mah masih kalah jauh,” jawab Nolan sambil menaik turunkan kedua alisya menatap Valle.

Valle terkejut dengan jawaban Nolan barusan. Dirinya menjad sedikit tersipu.

Nolan juga merasa aneh sendiri ketika mulutnya tadi dapat dengan lancar mengucapkan hal itu. Bagaimana bisa? Ternyata benar kata Jacob, dirinya sudah banyak berubah.

Jadi sebelumnya, kini Nolan dan Valle sedang berada di tempat di mana hewan kesayangan pria itu berada. Sedikit berbeda dari orang pada umumnya, hewan kesayangan yang dimaksud adalah kuda.

Maka dari itulah tidak heran jika Valle terus saja meragukan Nolan yang membawa dirinya ke sini. Masalahnya bukan hanya terdapat satu atau dua kuda saja, melainkan terdapat hampir 30 ekor banyaknya kuda yang ada di tempat ini.

Cukup banyak bukan? Yang pasti cukup membuat Valle tercengang akan hobil Nolan.

Belum lagi ditambah akan sebuah fakta di mana tempat ini bukan hanya tempat di mana kuda-kuda itu tingga. Melainkan juga terdapat hamparan tanah khusus yang biasa digunakan untuk berkuda juga.

Ternyata memang betul apa kata orang yang mengatakan bahwa kekayaan seorang pengusaha itu tidak main-main. Apalagi jika ditambah menjadi lebih spesifik seperti pengusaha batu bara contohnya.

Karena tidak mau berlama-lama, Nolan akhirnya mengajak Valle untuk memilih kuda mana yang akan menjadi tunggangan mereka pada hari ini, “Lo boleh pilih yang manapun, terserah.”

Kedua mata Valle mengerjap lucu ketika mendengar penuturan dari Nolan barusan.

Sejujurnya ketika pertama kali menginjakkan kakinya memasuki tempat di mana dapat terlihat kuda-kuda yang sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing, seperti ada yang makan, ada yang tidur, dan ada yang menatap penasaran ke arah dirinya, Valle sudah memutuskan untuk memilih kuda yang mana.

Sehingga wanita itu tidak merasa kesulitan harus memilih salah satu kuda diantara sekian banyaknya kuda yang ada di sini, “Mau yang itu, boleh?” ucap Valle sambil menunjuk salah satu kuda yang berwarna putih.

“Good choice!”

Valle tidak mengerti apa maksud Nolan mengatakan hal itu kepada dirinya. Namun suara pak Maman yang ikut menimbrung, kini membuatnya menjadi paham, “Itu kuda kesayangannya mas Nolan, mbak.”


Jika tadi Valle merasa sangat bersemangat untuk mencoba hal yang baru, namun kini justru semangat wanita tersebut yang tadinya berkobar-kobar telah tergantikan dengan perasaan ketakutannya.

Jadi ini yang dinamakan ketika hanya melihat saja itu akan terasa sangat mudah. Namun ketika kita melakukannya sendiri secara langsung maka akan baru terasa kesulitannya.

Valle terus saja bergelut dengan rasa takutnya untuk dapat mengendalikan seekor kuda putih pilihannya tadi. Wanita itu merasakan bahwa kuda ini tidak menyukainya. Padahal sebetulnya yang terjadi tidak demikian. Itu hanyalah sugestinya sendiri.

“Itu dipegang talinya, Sha. Dipegang buat ngarahin lo mau jalan ke mana!” ucap Nolan yang sedikit berteriak lantaran posisi keduanya yang berjauhan.

Bukannya melakukan apa yang baru saja disuruh oleh Nolan, Valle justru semakin gugup. “Gimana ih? Ini kudanya jalan seenak dirinya sendiri!” balas Valle dengan suara frustasinya.

“Ya udah, berhenti dulu. Berhenti,” ucap Nolan lagi dengan suara lembutnya. Pria itu berusaha mendekati Valle sambil menunggangi kudanya sendiri.

“Kalo gue tau caranya berhenti ya pasti gue udah berhenti dari tadi lah!” jawab Valle dengan sedikit sewot. Rupanya wanita itu sudah tidak dalam mood yang bagus.

Sekarang ini Nolan dan Valle sudah memasuki area untuk berkuda. Kedua sedang berada di atas kuda yang telah mereka pilih masing-masing.

Awalnya Valle bersih keras untuk menunggangi kudanya sendirian, padahal Nolan sudah sempat menawarkan agar mereka berkuda bersama saja.

Wanita itu menentang dengan keras ide Nolan dengan alasan ingin merasakan vibes berkuda seorang diri. Namun sebenarnya terdapat alasan lain dibalik hal itu.

Valle ingin dapat menyelamatkan jantungnya. Wanita itu takut jika dikabulkan untuk berkuda bersama dengan Nolan maka dirinya akan berakhir dilarikan ke rumah sakit sebab jantungnya yang jatuh ke perut.

Singkatnya, Valle takut terlihat salting di depan Nolan.

Tapi apa yang terjadi sekarang ini? Justru alasannya itulah membuat baik dirinya sendiri dan Nolan tidak dapat menikmati waktu mereka yang sedang berkuda. Hal itu dikarenakan Valle yang berulang kali berteriak histeris karena ketakutan.

Nolan menghentakkan kakinya untuk memacu kuda yang sedang dirinya tunggangi berlari lebih cepat. Tujuan Nolan sekarang adalah satu, yaitu menghentikan laju kuda kesayangannya yang kini sedang bersama dengan wanita kesayangannya juga.

Mungkin mulai hari ini Valle akan mengakui keberadaan dari pepatah berikut ini, “Bisa karena terbiasa”. Bagaimana Nolan bisa menghentikan kuda putih ini ketika dirinya sejak tadi kesulitan untuk melakukan hal tersebut?

“Makanya kan tadi udah gue bilangin biar bareng aja. Ngeyel sih!” sindir Nolan yang kini berusaha untuk ikut naik ke atas tubuh kuda kesayangannya.

Posisi pria itu berada tepat di belakang tubuh Valle. Kedua tangannya yang terulur untuk memegang tali kendali, membuat dirinya terlihat seperti sedang memeluk tubuh Valle dari belakang.

“Nah, kalo kaya gini kan enak.”

Valle terus saja merutuki dirinya di dalam hati. Wanita itu berpikir keras bagaimana caranya untuk dapat terlihat biasa saja. Mengapa akhir-akhir ini begitu sulit menyembunyikan perasaannya di depan Nolan?

Nolan tiba-tiba memberhentikan kuda yang ditungganginya dengan Valle. Pria itu terdiam cukup lama hingga akhirya membuka suaranya, “Sha,” panggilnya tepat di telinga kanan Valle mengingat posisi keduanya yang kini sedang berdekatan.

Valle hanya berdeham singkat untuk menjawab panggilan Nolan tadi. Wanita itu masih berkutat pada urusan dirinya sendiri sehingga tidak terlalu memperhatikan Nolan.

“Sebenernya bukan cuma lo doang yang deg-degan. Tapi gue juga. Dari pas sebelum mau jemput lo malah.”

Kuda putih yang mereka tunggangi itu mendadak seperti akan berdiri. Hal itu membuat Valle yang masih termangu untuk dapat mencerna kata-kata Nolan barusan kehilangan keseimbangannya.

Beruntung Nolan dengan sigap menahan pinggang Valle sehingga hal buruk yang tidak diinginkan itu tidak jadi terjadi.

Tangan kanan Nolan yang melingkari pinggang Valle membuat wanita itu sedikit mengarahkan tubuhnya hampir ke arah belakang semua. Artinya kini mereka berdua sedang saling berhadapan.

Nolan menatap kedua manik Valle dengan begitu tulus. Sedangkan di sisi lain, Valle juga ikut tenggelam pada dalamnya iris hitam pekat milik pria itu.

Tidak sebentar mereka berdua melakukan sesi lomba adu tatap mata. Mungkin jika Nolan tidak melakukan hal ini, dirinya dan Valle masih terdiam seribu bahasa hanya saling melempar pandang.

“Coba deh rasain sendiri,” ucap Nolan sambil membawa tangan Valle dan meletakkan telapak tangan wanita itu tepat di atas dada sebelah kirinya.

Kedua mata Valle melotot sempurna begitu dirinya merasakan sesuatu dari sana. Ternyata detak jantung manusia bisa secepat itu ya? batinnya.

Tunggu dulu, jadi tadi maksud pria itu adalah bukan hanya Valle saja yang merasakan hal ini. Melainkan sama halnya dengan Nolan yang justru malah lebih parah lagi.

Nolan tersenyum kikuk ke arah Valle begitu dirinya mendapati ekspresi wajah Valle barusan ini.

“Gue seneng liat lo salting, Sha. Tapi ternyata liat lo yang lagi salting itu malah bikin gue berkali-kali lipat lebih salting dari lo, Sha.” Nolan menyugar rambutnya ke arah belakang kemudian menghembuskan napas beratnya.

“Oh I fuckin' love you babe!”

Nolan langsung memutuskan kontak matanya dengan Valle dan membuang mukanya ke arah samping. Pria itu teringat akan kejadian waktu itu di mana Valle yang masih belum dapat melupakan mantan kekasihnya.

Pria itu baru tersadar ketika dirinya memaksakan untuk mengungkapkan kembali apa yang ada di hatinya, maka hanyalah sakit dan kecewa yang menyambutnya nanti.

Untuk hanya sekedar memikirkan bagaimana rasanya dari semua itu membuatnya takut sendiri dan mengurungkan kembali niatnya tadi.

Ketika sedang kalut dengan berbagai macam pikiran buruk yang memutari isi otaknya, hingga membuat pria itu menjadi pening sendiri bahkan merasakan sesak, suara lirih Valle kembali mengambil atensinya.

“Me too.”

Nolan menatap bingung ke arah Valle. Pria itu masih dapat mendengar apa yang keluar dari belah bibir wanita yang ada di hadapannya sekarang. Namun rasanya dirinya tidak mau berekspetasi terlalu tinggi lagi.

Sebab ketahuilah, jatuh itu sakit.

Tangan Nolan yang tadinya sudah terlepas tidak memegang tali kendali kuda, kini sedang berusaha mengambil tali tersebut berniat untuk kembali.

Namun sayangnya pergerakan Nolan terhenti karena ditahan oleh tangan Valle.

“I love you.” “I love you too, Olan.”

Valle mengucapkan kalimat pengakuan tadi dengan menatap dalam ke arah Nolan. Wanita itu berharap bahwa kini sorot matanya juga akan memancarkan ketulusan seperti yang biasanya ia peroleh dari Nolan.

Siapapun itu tolong katakan kepada Nolan sekarang juga. Tolong katakan kepada pria itu bahwa semua perjuangannya kini telah berbuah manis. Tolong katakan bahwa rasanya kini sudah terbalaskan oleh orang ia nantikan.

Sepertinya Nolan kini telah bersiap untuk mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam dengan live musik yang full. Pria itu ingin sekali memberikan pengumuman kepada seluruh penjuru negeri ini bahwa Eshanya kini sudah mencintai dirinya juga.

Wanita yang berhasil menarik perhatiannya ketika baru pertama kali bertemu. Wanita yang berhasil membuat dirinya mematahkan prinsip hidupnya sendiri. Wanita yang berhasil mematahkan hatinya untuk yang kali pertama.

Semuanya terjadi karena wanita itu.

Wanita yang membuat Nolan ingin selalu ada untuk dirinya. Wanita yang membuat Nolan ingin dapat menghiburnya ketika sedih. Wanita yang membuat Nolan ingin selalu merengkuh tubuh mungilnya.

Hanya wanita itu seorang, tidak ada yang lainnya.

Jika ditanya apakah tujuan Nolan pada saat ini? Jawabannya simple. Pria itu ingin dapat menjadi seorang penjaga yang membahagiakan wanitanya.

“Sha, can i be your guardian?”

Mengapa pertanyaan ajakan untuk menjalin hubungan kisah kasihnya dengan Valle diawali dengan kalimat seperti itu?

Mengapa tidak menggunakan kata-kata yang manis seperti orang-orang pada umumnya?

Semua itu karena Nolan paham betul.

Jika Eshanya terluka, maka dirinya pun demikian.

by scndbrr

Nolan menancap pedal gas kendaraan roda empat miliknya seperti orang yang kesetanan. Di dalam kepala pria itu kini hanya dipenuhi oleh satu nama, Eshanya.

Meskipun dirinya sudah dapat sedikit bernapas lega karena berhasil menemukan pelaku di balik kejadian buruk ini, namun hatinya tetap tidak tenang karena wanita itu tak kunjung membalas pesannya sejak tadi.

Tidak berbohong, pria itu betulan khawatir bukan main dengan Valle. Terbukti dengan semua yang telah dilakukan pria itu.

Sudah pernah dikatakan bukan? Bahwa Nolan itu merupakan tipikal orang yang tidak suka bahkan sangat benci untuk mencampuri urusan orang lain.

Namun, lihatlah dengan kasus yang sedang terjadi sekarang ini. Pria itu rela melakukan apapun untuk dapat memberikan usaha terbaiknya demi wanitanya.

Entahlah, Nolan juga tidak tahu mengapa dirinya dapat berubah secara drastis seperti ini.

Yang pasti adalah pria itu sudah yakin jika orang yang mampu membuatnya keluar dari zona nyamannya selama ini tidak lain dan tidak bukan hanyalah seorang Vallesha Eleanor.

Sekarang, tujuan Nolan hanyalah rumah Valle. Setelah bertanya dengan koneksinya yang bekerja di agensi tempat Valle, pria itu mendapati informasi bahwa wanita itu mengambil cuti hari ini.

Maka dari itulah dirinya sangat yakin bahwa Valle kini sedang berada di rumahnya. Mungkin wanita itu sedang murung karena membaca gosip menjijikan tentang dirinya sendiri pada media sosial.

Nolan terus saja merapalkan berbagai macam doa berharap sekaligus memohon kepada pemilik semesta ini supaya tidak membuat wanitanya itu menjadi terlalu sedih. Kalau sedikit saja tidak mengapa, pikirnya.

Setelah melewati perjalanan yang panjang, akhirnya mobil Nolan kini terparkir dengan manis di halaman pekarangan rumah Valle.

Sebetulnya jarak antara kantornya dengan rumah Valle tidaklah jauh. Namun kamacetan ibu kota ini pada jam sibuk siang hari ini tidak dapat terelakkan.

Alhasil perjalanan yang biasanya dapat ditempuh dalam waktu setengah jam harus dirinya jalani sebanyak 2 kali lipatnya.

Tidak mau berlama-lama, Nolan langsung turun dari mobilnya kemudian berjalan dengan langkah tegapnya menuju ke pintu utama rumah ini.

Setelah sedikit merapikan rambut hitam legam miliknya dengan menyugar helai demi helainya ke belakang, tangan kanan pria itu kemudian terulur untuk menekan bel rumah yang ada di depannya.

Ting tong, ting tong, ting tong.

Pintu tersebut terbuka dan menampilkan seorang pria paruh baya yang bertubuh tinggi nan besar. Dapat Nolan perkirakan pria tersebut seumuran dengan ayahnya.

“Cari siapa?” tanya pria paruh baya tersebut yang merupakan ayah Valle.

Nolan sedikit tergagap. Lidah pria itu mendadak menjadi kelu dan sulit sekali rasanya untuk dapat menjawab pertanyaan dari pria paruh baya tersebut.

Sepertinya Nolan sedang Nervous. Terlihat jelas dari gelagat tubuhnya yang dapat menjabarkan kegugupan pria itu untuk bertemu dengan ayah dari wanita yang disukai olehnya.

Nolan berusaha untuk menetralkan deru napasnya yang terdengar tidak stabil. Pria itu berdeham sebelum memantapkan dirinya untuk menjabat pria yang berdiri di hadapannya sekarang.

“S-saya Nolan om. Mau ketemu sama anak om, Valle.”

Sedikit apresiasi untuk Nolan. Pria itu telah berhasil mengucapkan kalimat tadi dengan selamat.

Bondan, pria itu menatap bingung ke arah Nolan. Dirinya menelisik setiap inci dan lekuk tubuh Nolan.

Jangan salahkan sikap Bondan barusan, sebab dirinya memang baru pertama kali ini berjumpa dengan Nolan. Bahkan baik istrinya, Seira dan anaknya sendiri, Yumna tidak ada yang menceritakan soal Nolan kepadanya.

Maka tidak heran jika dirinya terlihat sangat terkejut sekarang. Pasalnya Nolan adalah laki-laki pertama yang datang ke kediamannya.

Benar, dulu ketika Valle masih menjalin hubungan dengan Morgan. Dirinya mendapat larangan keras dari kakaknya, Yumna untuk membawa Morgan ke rumah.

Hal itu Yumna lakukan bukan semata-mata karena dirinya yang terang-terangan tidak suka dengan Morgan, kekasih adeknya itu. Namun, juga karena ayahnya ini memang sebetulnya cukup strict dengan kedua putrinya.

Ayah Bondan mengetahui fakta dimana Valle, putri bungsunya itu sudah mengukirkan kisah asmaranya dengan seorang pria. Dirinya juga tahu jika hubungan mereka pun kandas hanya karena keegoisan dari pihak keluarga Morgan.

Namun, hingga saat ini ayah Bondan hanya bungkam. Dirinya memilih untuk menutup mulutnya karena juga dirinya tidak pernah dimintai pendapat langsung oleh Valle.

Prinsipnya adalah begini, jika putrinya itu belum mau terbuka untuk menceritakan segalanya kepadanya, pria itu tidak masalah. Yang terpenting adalah ketika putrinya merasakan sakit, dirinya harus diperbolehkan untuk mendampingi putrinya menangis.

Ayah Bondan tidak akan memarahi putrinya. Dirinya juga tidak akan melarang putrinya untuk bersedih hati. Namun dirinya akan selalu siap sedia ketika putrinya sedang merasakan kesedihan.

Tidak. Lebih tepatnya, ayah Bondan akan menemani putrinya di saat apapun. Baik ketika dalam suasana yang bahagia maupun berduka.

Namun, tak jarang juga dirinya memberika kesempatan putrinya untuk memiliki waktu sendiri.

Terkadang diri kita tidak selalu butuh hiburan orang lain bukan? Mungkin kita hanya membutuhkan sedikit jeda pada ruangan yang terdapat diri kita seorang.

Ayah Bondan adalah ayah terbaik di dunia ini, dirinya adalah seorang ayah idaman.

Kini terdapat satu pertanyaan yang terbesit pada benaknya, siapakah pria muda yang ada di hadapanku sekarang ini?

Ketika Nolan baru saja ingin kembali membuka mulutnya, suara interupsi dari seorang wanita muda di belakang sana menghentikannya.

“Astaga ini mendung banget, pasti bentar lagi mau hujan. Eh loh Nolan?” ucap wanita muda tersebut yang tak lain adalah Yumna, kakak Valle.

Nolan menganggukan kepalanya sopan untuk menyapa Yumna. Pria itu juga menyunggingkan senyuman manisnya secara tipis.

Yumna hanya menanggapi Nolan sekilas saja kemudian wanita itu beralih kepada ayahnya, “Yah, ini Alle gimana? Tempat itu kan lumayan bahaya kalau hujan,” ucap Valle dengan nada yang begitu khawatir.

Jadi Valle sedang tidak ada di rumah? Lantas di mana wanita itu sekarang berada? tanyanya di dalam batinnya sendiri.

“Yumna mau nyusulin Alle sekarang ya yah, boleh?” izin Yumna yang suaranya hampir teredam dengan suara petir yang begitu menggelegar.

“Jangan kak, bahaya. Liat tuh udah ada petir aja. Ini juga sekarang mulai hujan,” larang Ayah Bondan menahan lengan putrinya.

“Ya kalo ayah tau sekarang bahaya, itu artinya Alle juga dalam bahaya yah!” pekik Yumna dengan nada yang sedikit tinggi. Rupanya Yumna sudah tidak dapat menahan emosinya lagi.

Nolan yang tadinya menyimak pembicaraan putri dan ayah tersebut membelalakkan kedua matanya, dirinya terkejut.

“Bahaya?” gumamnya dengan suara yang amat kecil.

“Iya kak, ayah tahu. Tapi kamu aja baru sekali ke sana waktu itu. Kalau kamu maksain, nanti tersesat gimana?”

Di dalam hatinya, Yumna mengiyakan ucapan ayahya barusan ini. Memang benar, sebetulnya Yumna tidak terlalu mengenal tempat itu.

“Udah biar ayah aja yang nyusulin Alle,” final Ayah Bondan.

“Kamu itu sama aja kaya Yumna mas. Meskipun kamu udah tahu benar seluk-beluk tempat itu, tapi usia kamu gak bisa berbohong.” Bunda Seira muncul dan ikut menimbrung pada pembicaraan ini.

Ketiga orang yang ada di sana kompak memusatkan perhatian kepada bunda Seira karena sepertinya wanita paruh baya itu belum menyelesaikan kalimatnya.

“Nolan maaf, bunda bisa minta tolong sama kamu?”


Di sisi lain, seorang wanita dengan napas yang terputus-putus karena baru saja menempuh perjalanan yang cukup jauh. Perjalanan itu ia lakukan secara manual, dengan berjalan kaki.

Maka tidak heran, jika dahinya kini dipenuhi bintik air sebesar biji jagung yang merupakan peluhnya.

Jika ditanya mengapa wanita tersebut berjalan kaki menuju ke tempat ini? Jawabannya sederhana, karena memang akses yang tersedia hanya untuk para pejalan kaki saja.

Bagi segilintir orang, tempat ini merupakan salah satu destinasi yang menyuguhkan keindahan panorama yang begitu menakjubkan. Banyak diantara mereka yang menyalurkan hobi mereka pada tempat ini.

Pemandangan yang dapat memanjakan kedua mata kita, udara yang masih segar, serta keasrian tempat ini merupakan beberapa alasan diantara alasan lainnya.

Wanita itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas tinggi-tinggi begitu dirinya telah sampai pada titik yang ia tuju.

Di depannya terdapat dua pohon besar yang menjulang tinggi, “Mah, pah. Esha dateng,” ucap wanita itu sambil mengusap kedua pohon tadi kemudian meletakkan bunga yang dibawa olehnya di dekat kedua pohon itu.

Benar, wanita itu adalah Valle.

“Maaf ya? Esha akhir-akhir ini jarang berkunjung,” ucapnya sambil berusaha mati-matian untuk menahan sesuatu yang mendesak untuk dikeluarkan.

“Bukannya Esha lupa sama kalian. Tapi Esha berusaha untuk keliatan baik-baik aja. Soalnya ayah Bondan, bunda Seira, sama kak Yumna tahu kalau Esha ke sini pasti mereka kira Esha ada masalah.”

“Ayah Bondan, bunda Seira, dan kak Yumna baik banget loh sama Esha. Mereka bahkan nganggep Esha selayaknya keluarga mereka sendiri,” ucapnya dengan suara parau.

Valle memejamkan kedua matanya sejenak, dirinya berusaha untuk menstabilkan napasnya yang begitu memburu.

“T-tapi Esha gak bisa terus-terusan bergantung sama mereka kan?” tanyanya yang diakhiri dengan senyuman getir.

“Esha capek... ...capek banget.”

Air mata Valle yang telah menumpuk pada kedua pelupuk matanya tidak dapat ditahan lebih lama lagi. Perlahan, air matanya terjun bebas tanpa mengucap kata permisi.

“Kenapa kalian perginya gak ngajak Esha?” “Kenapa kalian ninggalin Esha sendirian?” “Kenapa kalian gak pamit dulu ke Esha?”

“Kenapa...” racau Esha terus menerus dengan suara lirihnya.

“Dunia ini jahat mah, pah. Orang-orang yang ada di dalemnya jahat. Mereka semua bikin Esha takut.”

Rintik hujan yang awalnya turun perlahan, kini mengguyur dengan begitu derasnya membasahi tanah tempat ini.

Namun, hal itu tidak membuat Valle beranjak pergi dari sana untuk berteduh. Wanita itu tetap bepijak dengan kedua kakinya di sini.

“Esha gak j-jual diri mah, pah.” “Aku gak mungkin ngelakuin hal itu...”

Jujur saja, hati Valle saat ini begitu sakit, sakitnya bukan main rasanya. Bagaiman bisa hasil jerih payahnya selama beberapa hari belakangan ini dituding merupakan hasil dari tindakan tercelanya?

Apakah mereka semua yang bergosip ria di belakang sana mengetahui bagaimana usaha Valle selama ini?

Apakah mereka semua tahu jika wanita ini bahkan terkadang hampir lupa untuk menyuap barang satu suap nasi ke dalam mulutnya sendiri?

Apakah mereka semua tahu jika wanita ini rela bersiap dari pagi-pagi buta dan kembali dalam keadaan hari yang sudah menggelap lagi?

Tidak bukan?

Mereka semua tidak tahu menahu apa-apa. Mereka hanya dapat mencaci maki. Mereka menghakimi orang yang sedang berusaha untuk merintis karirnya.

Kesalahan dan dosa apa yang telah diperbuat Valle kepada mereka? Mengapa pikiran, mulut, dan jari mereka tertuang dalam suatu pernyataan yang menjadi begitu kejam?

Ini adalah salah satu sisi Valle yang tidak banyak orang ketahui. Sifatnya yang begitu periang dan ceria di hadapan semua orang hanyalah sebuah topeng untuk menutupi lukanya.

Kehilangan kedua orang yang begitu berharga di dalam hidupnya ketika dirinya masih kecil dulu membuat dunianya seolah-olah berhenti berputar.

Sempat berulang kali wanita itu mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri lantaran merasa sudah tidak ada gunanya untuk tetap bernapas.

Namun, bertemu dengan keluarga ayah Bondan membuat secercah harapan muncul di hadapannya.

Keluarga kecil yang memberikannya kehangatan dan kasih sayang tanpa membedakan siapa dirinya membuat Valle mendapatkan keseimbangannya kembali untuk terus berpijak.

Ayah Bonda yang begitu menyayanginya, bunda Seira yang begitu memperhatikannya, serta kak Yumna yang begitu melindunginya membuat Valle menemukan bagian yang rumpang pada kehidupannya.

Semuanya bahkan menjadi sangat sempurna yang terkadang membuat Valle lupa bahwa hatinya telah tergores hingga menimbulkan luka yang mendalam.

Mungkin luka itu memang sudah ditutup dengan cukup baik. Namun, jika luka itu mengalami gesekan dengan rasa sakit baru yang lain. Bukankah dia juga akan kembali menganga?

Sakit di atas luka. Perih di atas pedih. Hidup di atas mati.

Semuanya begitu menyakitkan.

Topeng pertahanan yang dibentuk dengan apik oleh Valle, jika hal ini terus terjadi lama-kelamaan akan hancur menjadi kepingan yang tak berbentuk.

Wanita itu tentu tidak dapat terus-terusan menyembunyikan kesedihannya dengan mematri senyuman lebar pada bibirnya.

Akan ada waktunya di mana Valle memilih untuk menyerah ketimbang melanjutkan hal yang begitu melelahkan ini.

Valle terduduk begitu saja di atas tanah dengan tubuh yang terus terguyur oleh air hujan.

Penampilan wanita itu kini sudah tidak karuan. Baju dan rambutnya yang basah kuyup membuatnya dirinya terlihat menjadi begitu kacau.

Kepalanya tertunduk ke dalam dan kedua tangannya mengepal begitu erat di atas tanah. Valle terus saja meracaukan kata 'maaf' yang ia tujukan kepada mamah dan papahnya.

“Maaf, maaf, maaf”

Derap langkah yang sedikit mengusik Valle karena suaranya itu yang memasuki rungunya tidak membuat dirinya kunjung menolehkan kepalanya sejenak untuk melihatnya.

Merasakan bahwa kepalanya tidak lagi dijatuhi oleh buliran air hujan, padahal pada sisi tubuhnya air hujan masih saja terus berjatuhan, membuat Valle mendongakkan kepalanya untuk memeriksanya.

Wanita itu sedikit terkejut karena di atasnya kini sudah terdapat payung hitam besar yang menghalau air hujan untuk membasahi tubuhnya.

Tanpa berlama-lama lagi, Valle langsung menghadap ke arah belakang untuk melihat siapa orang yang sudah berbaik hati untuk melakukan hal ini kepada dirinya.

Valle semakin terkejut begitu dirinya mendapati sosok yang sudah tidak asing lagi di matanya kini tengah tersenyum manis dan menatapnya begitu dalam.

Dia adalah Nolan.

Kedua alis wanita itu terangkat ke atas, seolah-olah mengutarakan tanda tanya mengenai bagaimana pria itu dapat mengetahui keberadaannya sekarang ini?

Tidak, yang lebih penting yaitu bagaimana pria itu bisa tahu tempat ini?

Nolan merendahkan tubuhnya dan berjongkok tepat di depan Valle. Pria itu menyodorkan seluruh bagian payung yang dibawanya untuk menutupi tubuh Valle.

Hal itu tentu saja membuat dirinya kini membiarkan air hujan membasahinya dengan bebas.

“Maaf, gue telat ya?” tanyanya dengan suara yang begitu lembut.

Lagi dan lagi, Valle dapat menangkap sorot yang begitu tulus terpancar dari kedua mata pria itu.

Valle diam mematung. Dirinya tidak menjawab pertanyaan Nolan barusan. Wanita itu kini justru menatap pria yang ada di hadapannya dengan lamat-lamat.

“Sha,” panggil Nolan yang menyadarkan Valle. Wanita itu menanggapinya hanya dengan dehaman singkat

Nolan menatap kedua iris Valle yang berwarna hitam kecoklatan itu kemudian melajutkan kalimatnya tadi yang sengaja ia jeda, “Lo mau minjem peluk gue?”

Hancur lagi pertahanan Valle saat ini. Tadinya wanita itu sudah berhenti menangis menyisakan kedua matanya yang berubah warna menjadi sedikit kemerahan dan sembab itu.

Mendengar tawaran dari Nolan entah mengapa membuat dirinya menjadi tidak dapat terlihat tegar di depan di depan pria itu.

Valle terbiasa untuk menyembunyikan semua rasa sakit dan lukanya di depan orang-orang terdekatnya. Namun di depan Nolan, wanita itu tidak bisa.

Ini bukanlah yang pertama kalinya.

Karena Valle tidak kunjung menjawab atau mengiyakan tawarannya tadi, Nolan berinisiatif untuk menarik tubuh Valle ke dalam rengkuhannya.

Tubuh besarnya itu mendekap tubuh mungil Valle. Membuatnya kepala wanita itu tenggelam pada dada bidangnya.

Valle menangis dengan begitu pilu di dalam pelukan hangat yang diberikan oleh Nolan kepadanya. Suara tangisnya itu membuat hati kita terasa teriris-iris.

Tidak berbohong, Nolan turut merasakan sakit pada hatinya ketika melihat wanita yang disukainya ini menangis.

Rasanya pria itu ingin menghancurkan siapapun dan apapun yang membuat keadaan Eshanya menjadi seperti sekarang ini.

“Sha, gue mau ngomong dulu. Boleh?” tanya Nolan yang sedikit melonggarkan rengkuhannya begitu suara tangisan Valle sudah tidak begitu terdengar keras lagi.

Valle menganggukkan kepalanya, mengiyakan pria tersebut.

“Lo pernah denger kata orang yang bilang kalo kita itu gak mungkin bisa nutup mulut seribu orang sekaligus, tapi kita bisa nutup telinga kita sendiri gak, Sha?”

Valle memandang wajah Nolan yang begitu dekat dengan wajahnya sendiri. Wanita itu menggeleng pelan.

“Terkadang hidup tanpa mendengarkan pendapat orang lain tentang diri kita itu perlu, Sha. Bukan artinya gue nyuruh lo buat jadi orang yang anti kritik ya.” tukas Nolan yang membuat Valle kini memusatkan perhatiannya kepada pria itu.

“Maksud gue di sini, kita gak perlu repot-repot dengerin omong kosong orang-orang gila di luar sana yang bahkan mereka sendiri gak tahu kebenarannya itu kaya gimana.”

“Kalau emang kita gak ngelakuin hal yang mereka tuduhin ke kita. Ya udah, itu udah cukup. Biarin aja mereka berspekulasi, toh emang itu hak asasi mereka. Ya meskipun udah ngelanggar juga sih.”

“Tapi, tenang aja Sha. Kita harus inget kalo kita itu manusia yang ber Tuhan. Serahin aja semuanya sama Yang Di Atas. Lo mengakui adanya hukum karma kan?” tanya Nolan yang mengakhiri penuturan panjangnya.

Nolan mengulurkan tangannya untuk merapikan rambut Valle yang terlihat acak-acakan itu.

“Sha, kita gak bisa bikin semua orang suka sama kita. Itu namanya kita terlalu serakah kalau mau ngelakuin hal itu.”

“Cukup diri lo sendiri, Sha. Lo harus bisa suka sama diri lo sendiri. Lo itu harus bisa ngehargin diri lo dengan sebaik mungkin. Ini tentang diri kita sendiri, kalau bukan kita siapa lagi?”

“Misalnya lo ngrasa itu semua belum cukup, gue ada di sini, Sha. Gue sekarang ada di sini itu cuma buat lo. Gue bisa pastiin gue akan selalu suka sama lo sampai kapanpun juga. Gue janji, Sha.”

Nolan mengecup pelan kening Valle dengan penuh kasih sayang. Pria itu ingin menyalurkan sedikit kekuatan untuk wanitanya. Dirinya berharap hal ini akan membantu Valle untuk dapat bangkit kembali.

Nolan, tepati janjimu itu ya?

by scndbrr

Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Nolan, Valle bergegas bangkit dari posisi duduknya. Wanita itu berjalan ke arah taman yang berada di belakang vila ini.

Ketika dirinya baru saja melewati dapur, terdengar suara sahabat karibnya yang membuat Valle mau tak mau menghentikan langkahnya, “Vall, lo mau ke mana?”

Itu tadi adalah Syakira.

Syakira mendekat ke arah Valle sambil membawa satu gelas kaca yang berisikan air putih di dalamnya. Sepertinya sahabatnya itu merasa haus dan memutuskan untuk mengambil minum di dapur, pikir Valle.

Valle menatap Syakira dengan tatapan gugup. Entah juga apa alasan wanita itu. Memangnya dirinya habis berbuat kesalahan apa sehingga membuatnya bersikap demikian?

Benar juga. Valle tidak mungkin memberitahukan alasannya yang sebenarnya kepada Syakira. Wanita itu tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya akan menemui Nolan di taman belakang, bukan?

Tapi tunggu dulu, pertanyaannya sekarang adalah menagapa tidak mungkin? Bukankah tanpa diberitahu oleh dirinya pun Syakira juga akan tahu ya?

Maksudnya di sini adalah, Syakira yang mengetahui hubungan antara Valle dan Nolan.

Syakira memang orang yang kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya, atau dalam bahasa gaulnya itu “lemot”. Namun jangan salah, jika urusan seperti ini dirinyalah yang justru paling peka.

Kembali lagi. Ketika Valle masih saja terus memutar otaknya untuk memaksa organ tubuhnya itu memikirkan alasan yang paling logis, kalimat berikutnya yang meluncur begitu saja dari mulut Syakira membuat wanita itu tertegun sejenak.

“Ya udah gih sana buruan, kasian itu si Nolan nungguin lo.”

Valle mengerjapkan matanya berulang kali. Dirinya menatap Syakira yang kini sedang menatapnya juga dengan tatapan jahil.

Valle mengerucutkan bibirnya begitu dirinya melihat sahabatnya ini mengerlingkan mata ke arahnya. Syakira yang melihat hal itu langsung terkekeh karena dirinya telah sukses menangkah basah sahabatnya.

Sebelumnya Syakira pergi dari hadapan Valle, dirinya menyempatkan waktunya untuk menggoda Valle dengan menepuk-nepuk pelan bahu wanita itu kemudian mengucapkan satu kalimat tanpa bersuara.

“Go bestie! go bestie! go! go!!”

Valle menatap sengit ke arah Syakira karena dirinya tahu jika sahabatnya sedang mengolok-ngolok dirinya dengan candaan.

Syakira kemudian berlalu meninggalkan Valle untuk menuju kembali ke ruang tengah, tempat di mana semua orang kini tengah berkumpul.

Jika ditanya apakah dirinya tidak merasa canggung tanpa kehadiran Valle, sahabatnya itu di sisinya. Jawabannya adalah tidak.

Sebab perempuan itu ternyata sudah terlampau dekat dengan Jacob. Ternyata setelah pertemuan pertama kali mereka di acara Festival CLF yang diselenggarakan tempo hari, mereka berdua mulai saling mengenal satu sama lain lebih dekat.

Jacob boleh saja kalah dari Rego dan berakhir dengan dirinya yang tidak dapat mendapatkan baju yang dipakai oleh Syakira waktu itu.

Namun, perihal memikat hati seorang wanita jangan pernah kalian meragukan kemampuan pria ini. Sebab, dirinya bahkan mendapat julukan sebagai “Casanova”.

Untuk lebih jelasnya bagaimana hubungan yang sedang terjalin diantara Jacob dan Syakira, alangkah lebih baiknya jika kalian sendiri yang menanyakan hal tersebut kepada mereka berdua, ya?

Atau justru lebih baik jika kita semua dapat menghargai privasi keduanya dengan menutup mulut dan tidak bertanya yang aneh-aneh.

Setelah sahabatnya tadi sudah menjauh, Valle kembali melangkahkan kedua kakinya untuk meneruskan niatnya yang sempat tertunda.

Menemui Nolan.

Begitu dirinya sudah sampai di ambang batas pintu belakang yang menjadi penghubungan ruangan dapur dengan taman belakang yang dilengkapi oleh fasilitas kolam renang, Valle menyipitkan kedua matanya berusaha untuk menyisir tempat tersebut.

Sebenarnya Valle tidak memiliki masalah apapun dengan matanya, namun jika sudah malam bukankah semua orang juga akan mengalami permasalahan yang sama?

Seperti cosplay menjadi orang yang memiliki rabun jauh misalnya.

Nolan yang dapat melihat dengan jelas bahwa Valle sedang kesulitan untuk dapat menemukan dirinya yang sedang terduduk pada salah satu kursi taman, berinisiatif untuk mengangkat tangan kanannya kemudian memberikan lambaian.

“Sini, Sha!” seru Nolan dengan suara baritonnya yang membuat Valle memalingkan wajahnya ke arah sumber suara tadi.

Valle yang merasa bersalah karena dirinya telah membuat Nolan menunggu terlalu lama langsung berlari ke arah pria itu.

Namun sayangnya karena wanita itu tidak memperhatikan jalanan yang ia lewati, alhasil sekarang dirinya harus tersungkur dan hampir terjorok ke dalam kolam renang.

Meskipun demikian sepertinya sang Dewi Fortuna masih berpihak kepada Valle. Hal itu terbukti dengan tubuhnya yang tidak perlu mencoba dinginnya air pada malam hari ini, atau dengan kata lain wanita itu tidak tercebur ke dalam kolam renang.

“Sha!” pekik Nolan terkejut melihat Valle yang baru saja tersandung.

Rupanya tadi salah satu kaki wanita itu menjerat kakinya sendiri yang lain. Tampaknya kita memang tidak boleh untuk melupakan nama lengkap wanita itu.

Vallesha Ceroboh Eleanor.

Nolan segera bergegas untuk menghampiri Valle yang masih terduduk di atas rumput. Pria itu dengan segera mengulurkan tangannya untuk membantu Valle berdiri.

“B-bentar dulu. Sakit,” lirih Valle yang meringis kesakitan.

Nolan sedikit merendahkan tubuhnya dan berakhir dengan berjingkok tepat di samping Valle.

Pria itu mengusap lutut Valle yang lecet, “Berdarah gini, pasti sakit banget ya?” tanya Nolan tanpa menatap wajah Valle dengan suara lembutnya yang terdengar begitu khawatir.

Valle sedikit tersentak begitu merasakan tiupan ringan yang dilakukan oleh Nolan pada lututnya yang terluka tadi, “Lain kali, hati-hati ya. Sayang kan, badan kamu jadi luka,” nasihat Nolan yang kini menatap lekat kedua netra Valle.

Ada rasa aneh yang membuncah di dalam diri Valle yang sukses membuat suhu tubuh dirinya sekarang menjadi meningkat, “G=gue gapapa kok!” celetuk Valle tiba-tiba yang langsung berdiri.

Valle berjalan dengan sedikit tertatih untuk dapat mendudukkan dirinya di salah satu kursi taman yang terletak tidak jauh dari sana.

Nolan sedikit kebingungan dengan tindakan Valle barusan, namun dirinya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Pria itu mengekori Valle dan berakhir mendudukkan dirinya tepat di samping Valle.

Hening.

Diantara keduanya tidak ada yang berbicara barang satu patah kata pun. Mereka berdua kompak membungkam mulutnya seolah-olah sebelumnya sudah diberikan briefing terlebih dahulu.

Pada awalnya Valle menatap lurus depan. Wanita itu tidak menyadari jika pria yang ada di sisinya sekarang ini tengah memandangi wajahnya sejak tadi.

Ketika Valle menolehkan kepalanya ke arah Nolan, wanita itu berjengit ke belakang karena jarak wajahnya yang begitu dekat dengan Nolan.

“Katanya tadi lo mau ngomong, jadi nggak?” tanya Nolan yang membuat Valle menghadap ke arahnya lagi.

Sebelum berbicara, Valle berdeham singkat dan berusaha untuk membasahi kerongkongannya dengan menela air salivanya sendiri. Entah mengapa, namun tenggorokan wanita itu tiba-tiba terasa sangat kering.

“Soal yang tadi, gue—”

“Jangan. Jangan diterusin,” potong Nolan dengan cepat.

Valle mengernyitkan dahinya bingung dengan maksud Nolan barusan. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pria ini? Bukankah tadi pria itu sudah mempersilahkan dirinya untuk berbicara? Lantas mengapa disela begitu saja?

Nolan yang melihat Valle memahaminya, “Maksud gue jangan diterusin, jangan diterusin apa yang lo mau bilang tadi.”

Pria itu mengubah posisi duduk menjadi sedikit ke samping, ke arah Valle. Hal itu membuat tubuhnya menghadap seluruhnya ke wanita tersebut.

“Mau minta maaf kan?” tanya Nolan yang sengaja menjeda ucapannya.

“Lo gak perlu bilang kata itu. Cewe gak seharusnya bilang kata maaf dengan mudah ke cowo cuma buat hal kecil apalagi kalo itu bukan kesalahannya,” lanjut Nolan.

Pria itu menyugar rambut hitam legamnya ke arah belakang, “Gue bukannya ngajarin lo jadi cewe yang gak tau diri ya. Gue mau bilang kalo gue gak akan buat lo ngucapin kata itu, setidaknya buat gue sendiri aja.”

“Lo gak salah, Sha. Di sini tuh gue yang salah. Gue terlalu gegabah ya?” tanya Nolan lagi yang mengakhiri kalimatnya dengan hembusan napasnya yang berat.

“Maaf,” lirih pria itu sambil memandang ke arah ujung jari-jari kakinya yang terekspos begitu saja lantaran dirinya menggunakan sandal.

Valle menatap lamat-lamat ke arah Nolan. Wanita ini menunggu Nolan untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam isi pikiran dan hati pria itu.

“Gue takut, Sha. Takut banget,” Nolan mengalihkan pandangannya untuk menatap ke arah langit. Malam hari ini langit dipenuhi oleh banyak taburan bintang yang membuatnya menjadi gemerlapan. Sinar rembulan yang tidak begitu menyorot juga menambah kesan yang syahdu.

Nolan menyandarkan punggung tegapnya pada badan kursi taman, “Semuanya baru pertama kali soalnya buat gue Sha,” ucapnya sambil memejamkan kedua matanya.

“Lo orang pertama yang buat gue kaya gini. Jatuh, sejatuh-jatuhnya.”

“Gue gak tau dan bahkan juga gak pernah nyangka kalo gue bisa kaya gini. Tapi, ternyata gue bisa,” Nolan terkekeh menertawai keanehan dalam hidupnya sendiri.

Keanehan yang membuat dirinya melanggar prinsipnya sendiri.

“Sha, gue tau kalo otak lo itu cerdas. Masih bisa berfungsi. Lo gak mungkin jadi perebut suami orang lain kan?” tanya Nolan yang kini sudah kembali membuka kedua matanya dan sedang menatap lurus ke arah manik Valle.

Valle menghindari tatapan yang diberikan oleh Nolan. Wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah samping.

“Tenang aja, Sha. Gak harus gue kok. Lo bisa ngelupain Morgan sama orang lain. Gak harus gue,” tekan Nolan pada setiap kalimatnya.

Kedua tangan Nolan terulur untuk meraih pundak Valle. Tangannya tadi berusaha untuk menghadapkan Valle ke arahnya, “Tapi, gue boleh minta satu hal gak, Sha?”

Valle mengangkat dagunya sebagai respon atas pertanyaan Nolan barusan kepadanya. Gerak tubuhnya tadi seolah-olah menanggapi Nolan untuk menyuruhnya melanjutkan kalimatnya.

“Jangan nyuruh gue berhenti ya? Jangan pernah nyuruh gue buat berhenti.”

“Kita kaya gini aja. Gue mau nyoba berjuang buat lo. Gue mau perjuangin lo sebisa gue. Gue mau buat lo juga bisa ngrasain hal yang lagi gue rasain sekarang.”

“Lo cukup diem aja di sana, Sha. Lo gak perlu ngapa-ngapain. Biar gue yang dateng ke lo.”

“Setidaknya biarin gue kaya gini sampe gue ngrasa capek sendiri, boleh?” tanya Nolan kembali sambil merapikan anak rambut Valle yang sedikit berantakan. Pria itu kemudian mengusap pelan rambut Valle dengan penuh kasih sayang.

Valle memaku tatap pada iris kehitaman milik Nolan. Dirinya menyelami mata indah itu untuk mencari sesuatu. Benar saja, sesuatu yang dicarinya itu terdapat di sana. Bahkan terlihat dengan jelas.

Ketulusan.

Mau berapa kali pun wanita itu mencoba untuk melihatnya. Tetap satu jawaban itulah yang muncul. Di sana, tatapan yang terpancar begitu tulus membuat hati siapapun orang yang melihatnya menjadi menghangat.

Hal baik apa yang dilakukan oleh Valle pada kehidupan lampaunya, sehingga wanita itu dapat berjumpa dengan sosok ciptaaan Tuhan yang begitu tulus ini?

Apa yang membuat sosok tadi dapat menjatuhkan hatinya kepada Valle sampai terlalu dalam, bahkan melebihi dari dalamnya Palung Mariana?

Jika tadi dikatakan bahwa semua ini adalah kali pertama Nolan merasakan terdapat kupu-kupu yang bertebangan di dalam perutnya ketika menghabiskan waktunya dengan Valle, di sisi lain kita mempunyai Valle yang juga baru pertama kali merasakan hal ini.

Perasaan dicintai dengan ketulusan yang begitu mendalam.

Rasanya ingin sekarang juga Valle mengatakan bahwa dirinya siap menerima pria itu.

Rasanya tidak ingin Valle melewatkan kesempatan emas yang telah diberikan oleh pemilik semesta ini kepadanya.

Rasanya ingin segera Valle dapat mengambil tinta dan buku baru untuk menuliskan kembali kisah cintanya dengan cerita yang baru.

Namun sayangnya semuanya tidak semudah ketika kita membalikkan telapak tangan kita begitu saja. Terlalu mudah dan terlalu ringan.

Meskipun Valle terlihat bodoh di mata kalian semua karena masih saja memiliki perasaan yang belum tuntas dengan laki-laki yang jelas-jelas sudah menjadi suami orang, namun nyatanya wanita itu masih memiliki nurani.

Wanita itu tidak mau hanya sekedar melampiaskan kekosongan hatinya kepada Nolan. Dirinya tidak mau Nolan hanya dijadikan sebagai pelarian sesaat.

“Woi!”

“Sianjing! Udah dicariin ke mana-mana juga, eh gataunya malah enak-enakan beduaan di sini!”

Suara teriakan tadi menginterupsi Nolan dan Valle yang tengah saling mengadu tatap. Rupanya orang yang menggangu mereka berdua adalah Jacob.

Pria itu terlihat menahan kesalnya ketika dirinya memandang temannya yang sedang menatap polos ke arahnya, seperti orang yang tak merasa sudah berbuat kesalahan apa pun.

Nolan memutarkan kedua bola matanya jengah karena dirinya merasa terusik dengan kehadiran Jacob di sana, “Apaan sih lu?” tanya Nolan dengan nada sewotnya.

“Apaan-apaan! Noh, anak-anak pada mau main kartu di dalem. Cepetan masuk, biar tembah rame jadinya,” jelas Jacob yang sudah membalikkan badannya hendak berjalan mendahului mereka.

Nolan berdecak sebal, “Nggak ah! Gue gak mau ikut,” serunya yang membuat Jacob menghentikan langkah kakinya dan kembali menghadap ke arah mereka.

“Dih? Yaudah! Vallesha ikut ya, Vall?” mohon Jeno yang kini tengah memasang raut wajah sok imutnya itu membuat Nolan memandanginya dengan tatapan horor.

Valle menganggukkan kepalanya kemudian bangkit berdiri, “Ayo!” Jacob tersenyum lebar begitu dirinya mendapati jawaban dari Valle. Pria itu berjalan di depan sana dengan Valle yang mengekori di belakangnya.

Nolan hanya bisa mendengus kemudian juga turut mengikuti kedua orang tadi. Pria itu berusaha mengambil langkah lebar untuk dapat menyusul Valle.

Tiba-tiba saja Valle merasakan tubuhnya terbalut oleh potongan kain tebal yang diyakini dirinya sendiri itu merupakan sebuah jaket.

“Dingin. Biar lo gak masuk angin,” ucap Nolan pelaku yang baru saja memasangkan jaket pada tubuh Valle.

Nolan?!

by scndbrr

Valle yang sedang mengistirahatkan matanya sejenak pada sore hari ini dikarenakan wanita itu terlalu banyak melihat serial drama Korea sehingga membuat matanya panas merasa terusik dengan suara orang-orang yang terdengar asyik berbincang di depan sana.

Karena sudah terlanjur terbangun dari tidurnya dan tidak dapat lagi untuk memejamkan matanya kembali meskipun wanita itu sudah berusaha dengan sekuat tenaganya, akhirnya Valle memilih untuk bangun dari ranjangnya dan berniat keluar dari kamarnya.

Betapa terkejutnya wanita itu karena dirinya menangkap bayangan sosok yang sudah tidak asing lagi di matanya. Sosok itu terlihat sedang berbicara santai dengan sang bunda dengan sesekali melemparkan candaan ringan.

Valle yang masih tidak dapat mempercayai situasi yang tengah disaksikan oleh kedua mata kepalanya sendiri ini berusaha untuk mengusap kedua matanya dengan tangannya sendiri. Dirinya melakukan itu berulang kali.

Setelah memastikan bahwa semua ini adalah kenyataan yang sedang dihadapinya ketika dirinya baru saja bangun dari tidur siang, wanita itu berteriak dengan nyaring karena masih tidak percaya, “AAAAAA!!”

Teriakannya tadi ternyata sukses mengalihkan atensi kedua orang yang sedang mengobrol di ruang tamu tadi. Bunda Seira yang melihat putri bungsunya itu langsung berdiri dan berjalan mendekat ke arahnya lantaran panik takut terjadi sesuatu dengan Valle.

Tidak hanya sang bunda, ternyata sosok yang menjadi lawan bicara dari bunda juga refleks ikut berdiri bahkan justru dirinya berlari mendahului bunda untuk menghampiri Valle yang masih berdiri di depan pintu kamarnya sendiri.

“Eh lo kenapa?” ucap sosok itu yang terlihat sangat khawatir. Tangannya terulur untuk memegangi tubuh Valle.

Valle menatap sosok itu dengan tatapan tidak percaya. Ternyata kedua matanya masih berfungsi dengan sempurna, pikir wanita itu.

Bunda Seira yang awalnya panik mendengar suara jeritan putrinya itu kini menyunggingkan senyum meledeknya ke arah Valle, “Segitu kagetnya kah Lee kamu ketemu sama mas pacar?” ucap sang bunda yang membuat Valle dan Nolan yang tadi sedang saling beradu tatap langsung memutuskan kontak mata mereka berdua.

Valle yang menyadari tatapan jahil sang bunda yang menatap tangan Nolan pada lengannya berusaha untuk melepaskan tangan Nolan dari sana.

Nolan menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal begitu paham dengan apa yang dimaksud dengan Valle. “S-sorry,” cicit pria itu dengan suara yang terdengar sangat pelan.

Baru saja Valle ingin membuka mulutnya untuk menjelaskan semua kejadian ini, sang bunda berbicara terlebih dahulu memotong kalimat yang ingin Valle ucapkan, “Iya boleh kok.”

Valle mengernyit bingung. Kedua matanya memancarkan sorot tatapan penuh dengan tanda tanya. Wanita itu tidak memahami maksud dari bundanya ini.

“Nolan udah bilang barusan. Dia minta izin ke bunda,” jelas sang bunda yang masih belum dapat dicerna oleh Valle. Tolonglah siapapun itu, jelaskan maksud dari bundanya ini berkata demikian. Sepertinya kesadaran Valle belum pulih sepenuhnya. Masih terdapat beberapa bagian yang tertinggal pada bunga tidurnya tadi.

Berbeda dengan Valle yang menggambarkan dengan jelas guratan pada wajahnya, Nolan justru rasanya ingin tertawa lepas pada saat ini juga. Pria itu terlihat tidak dapat menahan rasa gemasnya dengan wajah polos Valle ketika sedang kebingungan seperti ini.

Lucu sekali, batinnya.

“Kita sekarang bakal liburan ke pulau pribadi gue. Gue udah dapet izin dari bunda lo barusan,” ucap Nolan karena tidak mau membuat Valle terjerembab dalam rasa penasarannya begitu lama.

“H-hah?” Valle terlihat seperti orang llinglung berusaha untuk mengonfirmasi sesuatu.

Bunda Seira meninggalkan putri bungsunya itu dengan orang yang diketahui sebagai kekasihnya. Sang bunda berlalu ke kamar Valle untuk menyiapkan beberapa barang pribadi wanita ituy yang sekiranya harus dibawa bepergia hari ini.

Sepertinya sang bunda dapat menangkap bahwa acara ini semacam kejutan. Maka dari itu Valle tidak memahami maksud dari Nolan kepadanya. Karena tidak ingin membuang waktu terlalu banyak, akhirnya sang bunda memutuskan untuk turun tangan.

“Lo lagi gak ada job kan sampe besok?” tanya Nolan kembali. Valle menggelengkan kepalanya untuk menjawa pertanyaan dari lawan bicaranya ini.

Tangan Valle terulur untuk menyibakkan rambut panjang wanita itu belakang, “Eh maksud lo tadi apaan deh?”

Belum sempat Nolan menjawab, bunda Seira keluar dari kamar Valle membawa satu tas yang ukurannya tidak begitu besar namun juga tidak dapat dikatakan kecil.

“Nih, barang-barang kamu udah bunda siapin. Sana pergi sekarang aja, takutnya temen-temen yang lain juga udah nungguin kalian kan?” ucap sang bunda sambil sedikit mendorong Valle ke depan.

Tubuh Valle sedikit terhunyung ke depan karena tindakan tiba-tiba yang dilakukan oleh bundanya itu. Beruntung Nolan dengan peka menggapai tangannya sehingga wanita itu tidak terjatuh tersungkur di lantai.

Nolan yang tadinya melingkarkan jemarinya pada pergelangan tangan Valle beralih untuk menggenggam tangan kiri wanita itu, “Oke bund, kita berdua pamit pergi dulu ya. Makasih bunda,” pamit Nolan yang kemudian meraih tangan kanan sang bunda dan menciumnya.


Valle yang masih kebingungan kini ditambah dibuat bingung lagi ketika dirinya bertemu dengan sahabatnya sendiri di bandara, “Syakira?” panggil Valle dari jauh yang membuat orang tersebut menolehkan kepalanya kemudian melambaikan tangannya untuk menyapa Valle.

“Lo?–”

“Dia dateng sama gue,” celetuk Jacob yang tiba-tiba muncul dari arah belakang kemudian merangkul Syakira.

“Kalian?”

Syakira yang mengerti arah pembicaraan Valle langsung menggeleng dan mengucapkan kata 'belum' tanpa bersuara.

Nolan menarik pergelangan tangan Valle dengan pelan kemudian membawanya untuk mengikutinya masuk ke dalam pesawat pribadi milik keluarganya itu.

Semua orang kini sudah duduk manis pada kursi penumpang yang tersedia. Jumlah total orang yang akan pergi adalah delapan orang. Diantaranya ada Nolan, Valle, Jacob, Syakira, Rego, Shanon kekasihnya Rego, Khava, dan Visya sepupunya Khava.

Orang yang dikenal oleh Valle jumlahnya hanya dua. Yaitu ada Nolan dan Syakira. Sisanya wanita itu tidak tahu.

Untuk posisi duduknya mereka semua menyesuaikannya dengan pasangan masing-masing. Tentu saja itu artinya Nolan dan Valle kini duduk berdampingan.

Langit sore hari yang sangat cantik memanjakan kedua mata mereka semua. Semua orang tampak kagum memandanginya. Sama halnya dengan Valle. Namun bedanya, ketika yang lain tengah sibuk mengambil gambar menggunakan ponsel mereka. Valle justru hanya melihatnya dengan matanya saja.

Nolan terus memperhatikan wajah cantik Valle. Senyuman yang begitu manis terbit pada bibir wanita itu yang membuat Nolan lebih memilih untuk melihat hal ini ketimbang keindahan langit tadi.

Menurut pria itu senyuman ini lebih indah dari hal apapun.

“Gue tau lo udah gapapa. Tapi gue juga tau lo masih belum bisa ngusir rasa sedih lo kan?” tanya Nolan yang mengalihkan atensi Valle. Wanita itu memandang wajah Nolan dengan tatapan tidak terbaca.

“Gue ngajak lo liburan biar pikiran lo bisa jadi lebih fresh aja. Biar nanti kalo lo lagi ada kerjaan juga bisa ngerjainnya dengan baik,” ucap Nolan yang sengaja menjeda kalimatnya.

“Singkatnya, gue mau bikin lo move on dari mantan lo itu.”

Kedua netra hitam kecoklatan milik Valle menatap lurus tepat pada netra kepunyaan Nolan yang berwarna hitam pekat. Wanita itu dapat melihat ketulusan yang terpancar dari sana.

Hal itu membuat darah Valle berdesir. Jantungnya kini berdetak dengan tempo yang tidak beraturan. Tubuh wanita ini panas dingin dan sepertinya pipi putihnya sekarang sudah mengeluarkan semburat berwarna merah muda.

Perasaan apa ini? batin Valle.

Tangan Nolan terulur untuk mengambil sejumput rambut Valle yang terjuntai bebeas kemudian menyelipkannya pada telinga wanita tersebut, “Gue bantu buat ngelupain dia. Boleh ya?”

Bukannya menjawab, Valle justru memalingkan wajahnya ke arah samping tepat pada jendela. “G-gue ngantuk. Mau tidur,” ucap Valle yang membuat Nolan menghembuskan napasnya dengan berat.

Jujur saja pria itu sedikit kecewa dengan sikap Valle yang menghindari pertanyaannya barusan secara terang-terangan. Namun, apa boleh buat.

Menurut pria itu sangat wajar jika Valle bersikap demikian. Jika wanita ini membutuhkan waktu, maka Nolan akan dapat menunggunya dengan senang hati.

Di sisi lain memang benar adanya jika Valle berusaha untuk menghindar. Wanita itu tidak mau menjawab pertanyaan Nolan tadi. Namun, tanpa Nolan ketahui wanita itu memiliki alasan lain.

Dirinya berusaha mati-matian untuk menahan rasa takutnya yang sedang melawan rasa traumanya untuk mendudukkan diri pada kursi penumpang pesawat ini.

Karena sudah kalut begitu rungunya mendengar jawaban Valle yang tidak mengenakkan untuk dirinya sendiri, Nolan tidak sadar dengan wanita yang kini berada tepat di sampingnya sedang menggeliat tidak nyaman dan tubuhnya terus mengeluarkan keringat dingin.


Perjalan yang ditempuh menggunakan transportasi udara tadi memang tidak memakan waktu yang cukup lama. Mungkin hanya sekitar 60 menit saja. Kini mereka semua telah tiba di tempat yang menjadi tujuan mereka.

Karena hari masih menunjukkan pukul lima sore yang artinya belum terlalu malam, akhirnya Nolan memutuskan untuk melaksanakan rencananya sekarang juga.

Selain memiliki pulau dan pesawat pribadi, keluarga Nolan juga memiliki sertifikat resmi atas kepemilikan beberapa kapal pesiar atau yacht. Bahkan Nolan juga tergabung di dalam salah satu klub besarnya.

Nolan sudah menyiapkan beberapa kapal pesiar. Hal itu dirinya lakukan dengan maksud supaya nanti pria itu dapat menaiki kapal pesiar yang berbeda dengan teman-temannya yang lain.

Dengan kata lain, Nolan hanya ingin berduaan dengan Valle saja.

Rencana Nolan berhasil. Pria itu kini berada di kapal pesiar dengan Valle. Pada awalnya Valle sempat menolak, namun dengan bantuan teman-teman Nolan akhirnya rencananya dapat terealisasikan.

Ini adalah kali pertamanya Valle menaiki kapal pesiar semewah ini. Terlebih lagi disupiri langsung oleh Nolan. Tidak dapat dipungkiri, Valle sangat bahagia sekarang karena dapat melupakan Morgan untuk sejenak.

Sejenak.

Langit biru muda yang mulai bertransformasi menjadi jingga kemerahan membuat panorama ini semakin terlihat apik. Perpaduannya dengan air laut yang berwarna biru tua kehijauan sangat pas untuk dipandang.

Nolan menghentikan kapal pesiar kemudian beralih keluar dari ruang kemudi. Pria itu berjalan menghampiri Valle yang sedang berdiri di bagian belakang kapal ini.

Valle merentangkan kedua tangannya lebar-lebar kemudian memejamkan kedua matanya untuk menikmati sepoi angin yang menyapu surainya.

Kedua sudut bibir wanita itu terangkat ke atas menikamati ketenangan yang membuat perasaannya menjadi sejahtera. Entah mengapa namun semuanya terasa sangatlah damai.

Valle menyukainya.

Nolan yang tiba-tiba saja melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping milik Valle membuat wanita itu tersentak kaget. Valle berusaha untuk melepaskan kedua tangan Nolan yang bertautan tepat di depan perutnya.

Sayangnya sekeras apapun wanita itu mencoba, namun usahanya tetaplah gagal. Tenaganya tidak sebanding dengan milik pria itu. “Tunggu sebentar. Gini aja dulu. Sebentar aja,” ucap Nolan yang menumpangkan dagunya pada salah satu sisi pundak Valle.

Valle terdiam mematung begitu dirinya dapat merasakan sapuan hangat napas Nolan pada ceruk lehernya. Wanita itu menggeliat merasa tidak nyaman dengan posisinya yang seperti ini.

Nolan tidak menghiraukan hal tersebut. Pria itu justru lebih memilih untuk menyamankan tangannya yang merengkuh tubuh Valle dari belakang.

“Sha, kata abang gue. Semua orang pasti butuh kepastian.”

Valle menolehkan kepalanya ke samping kiri untuk dapat melihat wajah Nolan yang baru saja berucap demikian. Posisi ini membuat wajahnya terlampau dekat dengan wajah Nolan.

“Kalo kasus kita, kira-kira yang butuh kepastian siapa? Gue apa lo, Sha?” tanya Nolan yang menatap lamat-lamat manik Valle. Tatapan Nolan begitu dalam. Pria itu sedang dalam mode seriusnya.

Valle yang gugup dan bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan yang jawabannya dirinya sendiri pun tidak tahu itu berniat untuk kembali memandang ke arah depan sana.

Namun sebelum Valle melakukan hal itu, salah satu tangan Nolan terlepas dari pinggangnya kemudian beralih untuk meraih dagu Valle. Pria itu menarik dagu Valle dengan pelan ke arahnya.

Tidak bodoh, Valle mengetahui maksud dari Nolan. Wanita itu tahu hal apa yang akan dilakukan oleh pria ini. Akan tetapi bukannya menepis tangan Nolan, Valle justru terdiam seolah-olah memberikan izin kepada Nolan untuk melakukan hal itu.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan kepadanya, Nolan kemudian langsung melancarkan aksinya. Pria itu menyatukan kedua bibir mereka.

Cup.

Benda kenyal nan basah milik keduanya bertumpukan saling meninding satu sama lain. Tidak ada gerakan apapun dari Nolan. Pria itu hanya mendiamkan dirinya dan tidak berniat untuk melakukan hal yang lebih dari ini.

Ketika dirasa cukup, Nolan melepaskan bibir mereka berdua dan memandang wajah Valle yang kini berubah menjadi sedikit merah.

Sama halnya dengan Nolan, Valle memandang wajah Nolan tatapan yang sulit untuk dapat diartikan.

Namun, pada detik berikutnya hal yang dilakukan oleh Valle membuat kedua mata Nolan membola lantaran terkejut.

Valle, wanita itu menarik salah satu sisi kerah baju Nolan ke arah dirinya sendiri.

Cup.

Kedua bibir mereka kembali bertemu dengan pagutan yang lebih dalam. Meskipun pada awalnya Nolan kaget dengan aksi Valle, namun pria itu mampu menyesuaikannya dengan cepat.

Nolan tanpa ragu menggerakkan bibirnya untuk dapat membelai seluruh bagian bibir milik Valle. Tangan kanannya ia letakkan pada sisi kiri pinggang ramping Valle dan tangan kirinya ia letakkan pada tengkuk Valle untuk dapat memperdalam tautan mereka.

Valle menerima semua perbuatan Nolan atas dirinya. Terbukti dengan dirinya yang tidak mau kalah turut membalas ciuman dari Nolan.

“Emmhh,” lenguh Valle begitu lidah Nolan berhasil menerobos masuk ke dalam mulutnya dan mengeksplor bagian dalam mulutnya.

Tangan Nolan yang berada di pinggang Valle juga tidak tinggal diam begitu saja. Tangannya bergerak untuk sedikit memberikan remasan kecil di sana.

Ciuman mereka berdua semakin panas. Entah saliva milik siapa yang sudah berceceran di sekitar area mulut mereka. Mungkin gabungan milik keduanya.

Nolan yang merasa gemas sedikit menggigit bibir bawa Valle yang membuat wanita itu tidak dapat menahan desahannya. “Eungghh.”

Ketika tersadar akan sesuatu, Valle langsung mendorong tubuh Nolan untuk menjauhi dirinya. Hal itu membuat pagutan bibir mereka terlepas begitu saja.

Nolan menatap bingung ke arah Valle. Pria itu tidak tahu mengapa Valle tiba-tiba berbuat demikian.

“G-gak.” “Gak b-bisa.” “K-kita b-belum bisa.”

Dengan napas yang tersengal-sengal Valle berusaha untuk mengucapkan kalimat itu.

Nolan tidak menjawabnya, menurut pria itu wanita yang kini berada di hapadannya masih belum menyelesaikan kalimatnya.

“G-gue gak mau jadiin lo tempat pelampiasan kak Morgan.”

Drrtt drrtt drrtt.

Suara getar telpon yang menginterupsi keduanya membuat pandangan Valle dan Nolan tertuju pada benda persegi panjang yang digenggam oleh Valle.

Kak Morgan is calling...

Nolan menatap penuh harap ke arah Valle dan menggelengkan kepalanya dengan ribut. Pria itu berharap bahwa Valle tidak mengangkat panggilan dari orang yang ada di seberang sana.

Valle sempat menatap Nolan kemudian beralih menatap layar ponselnya yang tertera display name mantan kekasihnya. Wanita itu melakukan hal ini berulang kali. Sepertinya dirinya sedang diliputi oleh kebimbangan.

Setelah memutuskan apa yang harus dirinya lakukan. Valle mengulum bibirnya kemudian mengucapkan sebuah kata tanpa bersuara ke arah Nolan.

“Maaf.”

Valle berjalan memasuki kapal pesiar, meninggalkan Nolan yang menatap punggungnya dengan tatapan yang begitu kecewa. Hati pria itu terasa berdenyut nyeri melihat wanita yang disukainya meninggalkannya hanya demi mantan kekasihnya yang sudah beristri.

Nolan pikir, pelayaran mereka berdua menggunakan kapal pesiar pada sore menjelang hari ini akan membawa mereka pada satu pelabuhan yang sama.

Nolan pikir, dirinya telah berhasil memenangkan hati Valle. Setelah dirinya dapat memenangkan hati sang bunda dan sang kakak dari wanita ini, dirinya berharap Valle juga akan mau menyerahkan hatinya.

Nolan pikir, kisah cinta pertama kalinya ini akan dapat berjalan dengan mulus. Semuanya yang sedang dialami oleh Nolan saat ini adalah yang pertama.

Namun sayang, garis yang bernama takdir sepertinya masih berkata lain. Pemilik semesta ini sepertinya belum rela menyerahkan rasa manis akan kebahagiaan untuk dirinya.

Semua yang terjadi pertama kali kepada kita harus kita upayakan dengan sangat baik. Kita harus mengabadikan momen tersebut di dalam diri kita. Kita harus berusaha semaksimal mungkin agar hasilnya kelas juga baik.

Jika sekarang yang terjadi pada Nolan seperti ini, lantas pria itu harus apa?

Terlalu sulit rasanya jika harus bersaing dengan yang namanya masa lalu. Masa lalu itu adalah sesuatu yang terjadi di masa lampau namun kenangannya begitu kuat hingga membekas untuk selamanya.

Bagaimana bisa Nolan dapat mengalahkan itu semua? Siapapun katakan kepada pria itu caranya. Sebab jika tidak, sepertinya pria itu akan sangat frustasi memikirkannya.

Semuanya terlalu baru bagi Nolan. Semua masih pertama kali bagi Nolan untuk pria itu rasakan. Maka sakit yang diterimanya sekarang bukanlah barang yang sepele.

Apakah Nolan harus menyerah sampai di sini?

by scndbrr

Sepertinya kedua anak manusia ini telah melupakan bagaimana pertemuan pertama mereka yang begitu tidak mengenakkan. Terlihat dengan jelas bahwa keduanya kini telah bersahabat dengan baik.

Bagaimana tidak?

Jika tadi pagi Valle terus saja terdiam ketika dirinya berada di dalam kendaraan roda empat milik Nolan yang membawanya menuju ke tempat acara sang mantan, justru kini Valle terus berbicara dengan topik yang random kepada pria yang duduk pada kursi kemudi di sampingnya.

“Sumpah anjrit! Gue kira tuh ya kalo yang namanya hujan tokek, berarti nanti langitnya jatuhin banyak tokek ke tanah. Makanya dulu pas panas kok tiba-tiba hujan gue langsung ngibrit buat neduh takut kejatuhan tokek!” seru Valle yang terlihat sangat bersemangat untuk bercerita dengan Nolan.

Nolan terkekeh dan tidak mampu untuk menyembunyikan senyum yang terbit dari bibirnya itu. Pria itu merasakan sisi lain dari Valle pada hari. Ternyata wanita itu bukan hanya aneh, tetapi aneh sekali pikirnya.

Mobil Nolan terus berjalan tak tentu arah untuk menyusuri jalanan yang sangat sepi pada tengah malam ini. Sebetulnya memang dari awal baik Nolan maupun Valle tidak mempunya tempat yang menjadi tujuan pemberhentian mereka. Keduanya hanya ingin menikmati perjalanan di dalam mobil di malam hari.

Namun, tiba-tiba saja terlintas satu tempat di benak Nolan yang membuatnya sangat ingin membawa Valle ke tempat tersebut. “Gue punya tempat spesial yang ajaib,” celetuk Nolan tiba-tiba setelah Valle dan dirinya berhenti tertawa.

Terbentuk lipatan pada dahi Valle yang menggambarkan bahwa wanita itu tidak tahu maksud dari kalimat Nolan barusan ini. Seakan-akan paham dengan raut wajah Valle yang mengisyaratkan dirinya untuk lanjut menjelaskannya maka Nolan kembali berbicara, “Gue sebut tempat itu ajaib, karena dia bisa main sulap.”

Bukannya menjadi lebih paham, Valle justru semakin kebingungan dengan ucapan Nolan. Wanita itu mengangkat dagunya untuk meminta Nolan kembali menjelaskannya dengan bahasa yang mudah dipahami.

“Lo mau tau tempat itu gak? Kalo mau, gue anterin ke sana sekarang,” tawar Nolan yang mendapat balasan anggukan mantap dari Valle. Valle itu adalah orang yang suka mengeksplor hal baru. Ketika dirinya dibuat penasaran oleh sesuatu, maka dia tak segan-segan untuk mencari tahu hal tersebut lebih dalam lagi.

Setelah mendapat jawaban dari Valle akhirnya Nolan memutarbalikkan stirnya dan menancap pedal gasnya untuk dapat segera sampai di tempat yang dirinya maksud tadi.

Tenang saja, Nolan tahu jika sekarang ini dirinya membawa anak orang bepergian, maka laju dari mobilnya pun masih dalam ambang batas yang aman.


Ketika mesin kendaraannya sudah dimatikan, Nolan lantas membuka seat beltnya dan langsung keluar dari mobil begitu saja. Valle yang mendadak ragu untuk turun masih terdiam duduk di kursi penumpang.

Ternyata Nolan yang turuan duluan tanpa mengucapkan barang satu patah kata pun berjalan memutari bagian depan mobilnya dan berhenti tepat di samping pintu pada sisi Valle duduk.

Tanpa berlama-lama lagi, Nolan membukakan pintu tersebut dan tangan kanannya terulur berniat untuk menjadi pegangan bagi Valle, “Udah sampe. Ini beneran tempatnya kok. Tenang aja gue gak bohong, gak akan macem-macem juga.”

Perasaan ragu yang sempat hinggap di pikiran Valle akhirnya dapat terusir begitu saja setelah dirinya mendengar kalimat Nolan. Wanita itu langsung bangkit berdiri dan keluar dari mobil, namun tanpa meraih tangan Nolan.

Nolan yang melihat itu tidak merasa masalah, dirinya mengalihkan tangannya tadi untuk menutupi bagian atas mobil berniat supaya kepala Valle tidak terkantuk di sana.

Setelah Valle sudah keluar, Nolan lantas berjalan di depan untuk menunjukkan jalan kepada wanita tersebut, “Lewat sini,” ucapnya. Meskipun pria itu jalan terlebih dahulu, namun Nolan tetap selalu memperhatikan Valle yang mengekorinya.

“Lo ngapain ngajak gue ke tempat beginian deh?” tanya Valle yang sudah tidak tahan untuk mengutarakan hal ini sejak tadi. Pasalnya wanita itu sudah menahannya hingga dirinya telah memasuki tempat ini.

Nolan menoleh ke belakang melihat Valle yang menghentikan langkahnya, “Ini stadion punya gue. Lebih tepatnya punya keluarga gue sih,” jelas Nolan yang diakhiri dengan kekehan singkatnya.

Kalimat yang memang sengaja dijeda oleh pria itu kini dia lanjutkan kembali setelah dirinya telah berhenti terkekeh, “Semua orang mungkin ngeliat gue dengan tatapan iri. Mereka iri karena gue punya segalanya...” Nolan berjalan pelan yang membuat Valle mau tidak mau kembali mengikutinya.

“Tapi mereka semua gak ada yang tahu kalo apa yang mereka lihat itu bukan semuanya,” lanjut Nolan yang membuat Valle tidak mengerti ke mana arah pembicaraan pria itu.

Nolan tiba-tiba berhenti dan membalikkan tubuhnya untuk dapat menghadap Valle, “Gue setuju banget sama idiom Bahasa Inggris yang satu ini. Don't judge a book by it's cover. Karena itu relate sama keadaan gue.”

Valle memaku tatap hanya pada Nolan yang sedang berbicara di depannya, “Jadi anak dari orang penting gak gampang. Gue bahkan selalu dituntut untuk jadi sempurna di mata orang-orang. Tapi sayangnya, mereka gak mau tahu perasaan gue yang sebenernya di balik itu semua.”

Sepertinya Valle mulai memahami alur dari perbincangan ini. Sebagai orang yang sering dijadikan tempat curhat dengan banyak orang, mendengarkan Nolan berbicara demikian membuat dirinya dapat segera menyesuaikan sikapnya.

“Mereka kira gue gak pernah ngerasain yang namanya sedih kali ya? Gak pernah tahu apa itu rasa kecewa. Bahkan mungkin mereka pikir gue gak pernah mengalami sebuah kegagalan di dalam hidup gue,” lanjut Nolan yang membuat jantung Valle merasakan sesak pada dadanya.

Nolan tersenyum kecut ke arah Valle, “Sering. Bukan pernah lagi. Bukan cuma satu atau dua kali aja. Tapi gue sering ngerasain semua rasa itu bahkan sampai gak terhitung banyaknya.” Jantung Valle mencelos mendengar penuturan Nolan barusan.

Pria itu berjalan mendekat ke arah Valle kemudian berhenti tepat di depan wanita tersebut. Jarak diantara keduanya hanyalah terpaut tipis, tubuh mereka sangat bahkan hampir berhimpitan.

Karena tinggi badan mereka berdua cukup jauh berbeda, hal itu membuat Valle harus sedikit mendongakkan kepalanya untuk dapat melihat wajah Nolan. Sebab, jika dirinya tidak berlaku demikian maka wanita itu hanya dapat melihat dada bidang pria tersebut.

“Gue emang belum terlalu kenal lo. Kita juga sama sekali gak deket. Tapi gue tahu, sejak kita pulang dari tempat itu lo jadi beda.”

Kalimat yang meluncur dengan mulus dari mulut Nolan membuat Valle terhenyak. Wanita itu seakan-akan tertampar keras dengan kalimat tadi. Karena kalimat itu memang benar adanya.

Valle langsung memutus kontak matanya dengan Nolan dan berusaha untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wanita ini sedang menghindari tatapan lurus yang diberikan oleh Nolan tepat pada kedua netranya.

Nolan yang menyadari hal itu mengulurkan tangan kanannya dan menumpangkan tangan tersebut tepat di atas kepala Valle yang sedang bertoleh ke arah samping.

Wanita itu sedikit tersentak lantaran terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Nolan. Valle kembali menatap kedua mata Nolan seolah-olah tahu bahwa pria itu ingin berbicara lagi kepadanya.

“Gapapa.” “Lo boleh keliatan kenapa-kenapa.” “Gapapa, Sha.”

Nolan, pria itu mengucapkan kata demi kata tadi sambil mengusap lembut rambut Valle. Tatapan teduh yang dipancarkan oleh netra yang berwarna hitam pekat milik Nolan mampu membuat Valle merasakan kehangatan.

“Gue gak tahu mekanisme koping lo gimana, tapi kalo lo tanya gue. Gue biasanya suka lari tengah malem terus teriak sepuas-puasnya sampai gue bisa ngerasa lega,” ucap Nolan dengan suara lembutnya.

Nolan sedikit memundurkan tubuhnya dan membalikkan tubuhnya lagi ke arah yang berlawanan dari Valle. Pria itu merentangkan kedua tangannya lebar-lebar kemudian kembali berkata, “Metode itu tadi ampuh banget di gue. Lo coba deh.”

Valle masih saja terdiam mematung menatap Nolan dengan gurat kebingungan yang tercetak jelas pada wajah cantiknya. Tubuh wanita itu sedikit terhunyung begitu Nolan menarik tangannya dan secara tidak langsung memaksa tubuhnya untuk mengikuti pria tersebut.

Nolan mengajak Valle untuk berlari bersama.

“Ini namanya bukan lari dari kenyataan. Kita berdua lagi sama-sama lari buat jemput kebahagian kita yang lainnya. Tuhan udah nyiapin banyak hal buat kita kok. Kalo sekarang lo lagi dapet hal yang ga bagus, gapapa. Itu bukan berarti hal bagus gak bakal dateng kan?”

Nolan masih saja setia untuk terus menggenggam tangan Valle. Pria itu sengaja berlari dengan kecepatan yang tidak biasanya ia terapkan. Sebab dirinya tahu jika saat ini sedang bersama seorang wanita. Nolan berusaha untuk menyeimbangkannya dengan Valle.

“Mulai sekarang tempat ini bukan cuma tempat ajaib buat gue ngehilangin perasaan sedih dan kecewa gue. Tapi tempat ini punya lo juga, Sha. Lo bebas mau pakai tempat ini kapanpun yang lo mau.”

Valle tersenyum manis ke arah Nolan yang membuat Nolan juga tidak dapat menahan kedua sudut bibirnya untuk ikut terangkat ke atas. Mereka berdua terus berlari dengan kedua tangannya yang saling menggenggam.

Jujur saja, Valle tidak tahu mengapa pria yang sedang berlari tepat di samping sekarang ini dapat mengetahui bahwa dirinya memang sedang tidak baik-baik saja.

Ternyata memutuskan untuk pergi ke acara pernikahan Morgan sepertinya bukanlah pilihan yang tepat untuk Valle pilih. Sebab bukannya wanita itu lantas dapat berlapang dada mengikhlaskan mantan kekasihnya bersanding dengan wanita lain. Justru hati Valle terasa seperti sedang teriris-iris.

Wanita itu berusaha untuk bersikap biasa saja. Bahkan ketika sedang masih di mobil tadi, cerita random yang dia ceritakan kepada Nolan merupakan pengalihan saja. Dirinya tidak mau terlihat menyedihkan di depan Nolan, pria yang belum terlalu ia kenal.

Namun, siapa sangka jika karena cerita random yang Valle ucapkan untuk membuat topeng yang menutupi kesedihannya tadi justru menjadi sebuah sinyal bagi Nolan supaya pria itu membawanya ke tempat ini?

Benar, sudah dikatakan jika Nolan tidak memiliki tempat tujuan ketika sedang menyetir kendaraan roda empat miliknya. Pria itu berencana hanya akan menyusuri jalanan kemudian mengembalikan Valle ke rumahnya.

Semuanya rencananya tadi langsung berubah dalam sekejap begitu menemukan kejanggalan begitu mendengar cerita Valle yang mungkin bagi sebagian orang yang mendengarkan akan menganggap itu hanya merupakan cerita jenaka yang tidak berarti.

Cerita jenaka dan suara riang Valle yang menyampaikannya kepada Nolan dengan bersemangat justru membuat Nolan merasakan bahwa wanita yang sedang bersamanya kini sedang tidak baik-baik saja.

Valle, wanita itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

Nolan sangat banyak berubah pada hari-hari belakangan ini. Tempat pribadinya yang bahkan dirinya tidak pernah mau membaginya dengan siapapun termasuk keluarga dan sahabat karibnya itu, kini sudah dia bagikan dengan Valle.

Tempat ajaib yang sejak kecil sudah menjadi tempat ternyaman bagi dirinya untuk meluapkan seluruh emosi yang dimiliki oleh pria itu kini akan menjadi wadah bagi rasa sedih dan kecewa milik orang lain juga.

Mungkin memang terdengar aneh ketika Nolan menyebutkannya dengan sebutan tempat ajaib. Namun percayalah, pria itu bukan hanya sembarang memberikan nama begitu saja. Tempat ini memang tempat ajaib, setidaknya bagi Nolan sendiri.

Atau justru sudah tidak untuk dirinya sendiri? Bukankah sekarang tempat ini juga menjadi kepunyaan Valle?

Awalnya memang Nolan pergi ke tempat ini ketika dirinya sedang merasakan gusar akan suatu hal ataupu dirinya sedang dilanda rasa sakit pada hati dan pikirannya.

Namun, mengapa setelah membawa Valle ke tempat ini justru Nolan berharap bahwa tempat ini akan menjadi tempat yang akan selalu dikunjunginya dengan Valle ketika salah satu atau mereka berdua sedang merasakan kebahagiaan?

Entahlah, tidak ada yang tahu perasaan Nolan sejak pria itu berjumpa dengan wanita yag memiliki nama lengkap Vallesha Eleanor.

by scndbrr

Setelah mendapatkan pesan dari orang yang akan menjemputnya hari ini, maka Valle bergegas untuk segera keluar dari rumahnya dan menghampiri orang tersebut.

Ketika wanita itu baru saja menginjakkan kakinya di lantai dasar rumahnya karena memang kamar miliknya berada di lantai dua, Valle dikejutkan oleh kehadiran kakak perempuannya tepat di hadapannya.

“Mau ke mana kamu?”

Satu kalimat pertanyaan yang meluncur dari mulut Yumna membuat Valle gelagapan. Wanita itu bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan kakaknya barusan. Karena dirinya sangat tahu jika mengatakan alasan yang sebenarnya dirinya keluar rumah saat ini akan membuat Yumna menjadi naik pitam.

Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban atas pertanyaannya dari lawan bicaranya ini, maka Yumna kembali bertanya lagi kepada adiknya, “Lee? Kakak tanya, kamu mau ke mana?”

Pandangan Valle yang sempat kosong dan pikirannya yang tiba-tiba blank membuat dirinya terlihat seperti orang linglung sekarang ini. Valle menelan ludahnya dengan susah payah memikirkan alasan yang dapat membuat kakaknya meloloskan dirinya.

“Kamu mau ke pernikahan-”

Ting tong Ting Tong.

Suara bel rumah yang berbunyi dengan begitu nyaring mengalihkan perhatian kakak-beradik itu. Tidak mau membuat tamu yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya itu menunggu lama, maka Yumna langsung menuju ke depan untuk membukakan pintu.

Valle yang kini ikut mengekori Yumna merasakan panas dingin sebab dirinya tahu betul siapa tamu itu. Membayangkan pria di depan sana harus berhadapan dengan kakaknya sekarang membuat perutnya menjadi mulas.

“Siapa ya?” ucap Yumna bertanya kepada sosok yang begitu asing di hadapannya begitu dirinya sudah membuka pintu yang menjadi sekat antara dirinya dan orang tadi.

Tidak dapat dipungkiri Nolan sedikit terkejut begitu melihat Yumna yang menyambutnya, bukan seorang wanita yang telah dipikirkannya sejak semalam. Hal itu terlihat jelas dari raut wajah pria itu.

Namun ketika Nolan menangkap bayangan Valle yang berdiri di belakang orang yang baru saja membukakan pintu bagi dirinya itu, seolah-olah membuat pria ini menjadi paham akan situasi yang sedang terjadi sekarang.

Nolan menyunggingkan senyuman tipisnya ke arah Yumna kemudian mengulurkan tangan kanannya berniat untuk menjabat tangan Yumna, “Selamat pagi kak, kenalin saya Nolan. Pacarnya Valle.”

Deg.

Gila adalah kata yang memenuhi otak Valle sekarang ini begitu indera pendengarannya mencerna kalimat yang keluar dengan mulus dari mulut Nolan.

Sepertinya julukan yang diberikan Valle kepada pria itu memang sesuai. Pria gila. Karena sungguh, Nolan sepertinya belum lama ini mendapatkan cedera pada kepalanya yang membuatnya menjadi tidak waras sekarang.

Bagaimana bisa pria itu berkata demikian dengan begitu santai? Padahal tadi ketika Valle telah sedikit memberikan kode melalui matanya dan pria itu tampak memahami keadaannya Valle dapat sedikit bernapas lega.

Namun, begitu kalimat tadi yang sampai saat ini masih terngiang-ngiang di kepala Valle terlontar maka harapannya langsung runtuh luluh lantak tak tersisa begitu saja.

Memang pemilik semesta ini seakan-akan memberikan tanda kepada Valle melalui kejadian hari ini bahwa dirinya tidak diperbolehkan untuk menghadiri acara ikrar janji suci mantan kekasihnya.

Valle sangat mengenal sosok Yumna kakaknya itu. Dapat dikatakan Yumna lebih overprotektive kepada Valle dibandingkan dengan ayah dan bundanya sendiri. Hal itu memang Yumna lakukan atas dasar rasa kasih sayangnya sebagai seorang saudari kepada adiknya.

Sebetulnya Valle sangat senang dan merasa beruntung karena memiliki seorang kakak seperti Yumna, kakak yang siap melakukan apapun untuknya demi melindungi dirinya. Namun, di sisi lain terkadang sikap Yumna membuat Valle seperti tinggal di dalam sebuah sangkar.

Bahkan ketika Valle ketahuan telah menjalin hubungan secara diam-diam dengan Morgan ketika dirinya masih mengenyam pendidikannya di perguruan tinggi membuat Yumna tidak menyukai kehadiran Morgan.

Maka dari itu Valle tahu betul jika kakaknya akan marah besar kepada Nolan yang pada hari ini terang-terangan mengaku sebagai kekasihnya. Padahal faktanya Valle pun sangat enggan berjumpa lagi dengan pria jadi-jadian ini.

Yumna terlihat sedang memandangi Nolan dengan tatapan yang sulit diartikan. Kedua bola matanya seakan-akan mengeluarkan laser untuk memindai Nolan dari ujung rambutnya hingga ke ujung kaki pria itu.

Setelah mengangguk-anggukkan kepalanya, Yumna menatap lurus ke arah mata Nolan yang juga dibalas dengan Nolan. Pria itu tidak terlihat gelisah dan berusaha untuk menghindari tatapan yang bagi orang lain terlihat sangat mematikan.

“Oh pacarnya Valle ya?” tanya Yumna kembali untuk memastikan sekali lagi. Nolan kembali tersenyum dan sedikit mengangguk ke arah Yumna, “Iya kak, betul. Saya pacarnya Valle.”

“Terus sekarang mau ngapain kamu ke sini?” tanya Yumna lagi. Nolan sedikit melirik Valle yang masih setia untuk menundukkan kepalanya karena takut jika kakaknya mengusir Nolan begitu saja. “Mau kondangan ke mantannya Valle, kak. Ke pernikahannya Morgan.”

Valle mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk dan menatap Nolan tidak percaya. Bagaimana bisa pria itu mengatakan alasan yang sebenarnya di saat dirinya sendiri tadi bersusah payah memikirkan berbagai alasan masuk akan yang lain untuk dapat dikatakan kepada kakaknya?

“Kondangan? Mantannya Valle? Morgan maksud kamu?” pertanyaan-pertanyaan terus keluar dari mulut Yumna karena dirinya sedikit terkejut dengan jawaban dari pria yang mengaku sebagai kekasih adiknya.

Yumna sempat berpikir jika pria ini akan mengatakan kepada dirinya bahwa dia akan membawa Valle jalan-jalan menikmati akhir pekan ini dengan berkencan.

Sebetulnya Yumna juga sudah mengetahui ke mana mereka berdua akan pergi karena terlihat jelas dari dress code yang digunakan. Namun, Yumna pikir kekasih adiknya akan memilih berbohong kepadanya untuk membuat semuanya menjadi lebih mudah.

Namun ternyata tidak. Nolan memilih untuk berkata jujur apa adanya kepada dirinya tanpa menyembunyikan apapun. Entah mengapa timbul rasa percaya yang membuat Yumna memberikan point plus kepada Nolan.

“Oke kalau gitu, kondangannya gak sampai malam kan?” tanya Yumna pada akhirnya yang memberikan izin kepada Nolan untuk membawa pergi Valle.

“Enggak kak, paling sebentar doang kok,” jawab Nolan dengan mantap. Terbesit rasa bangga ketika dirinya berhasil meluluhkan Yumna meskipun keringan dingin sudah menghiasi pelipisnya.

“Ya udah sana berangkat nanti telat,” ucap Yumna sambil menarik pelan tangan Valle yang berdiri di belakangnya kemudian sedikit mendorong tubuh adiknya itu ke arah luar.

“Kita berdua pamit pergi dulu ya kak,” pamit Nolan sebelum melangkahkan kakinya keluar dari dalam rumah besar yang bernuansa monokrom ini.

“Hati-hati di jalan, kamu nyetir mobilnya yang bener,” ingat Yumna kepada Nolan yang dibalas acungan kedua jempol tangan dari pria itu, “Siap kak, makasih kak.”


Valle duduk di kursi penumpang yang ada di depan tepat di samping Nolan yang sedang mengemudikan mobilnya. Wanita itu menatap kosong ke depan dan pikirannya masih memutar kejadian yang baru saja dialami olehnya.

Tidak mungkin, pikirnya.

Bagaimana bisa kakaknya itu mengizinkannya pergi dengan semudah ini? Bukankah tadi terlihat jelas aura menyeramkan yang bersiap untuk menghadang dirinya ketika mengatakan akan pergi untuk datang ke acara orang yang kakaknya itu tidak sukai?

Namun, mengapa Nolan dapat denga mudah mendapatkan izin dari sang kakak dan membuat dirinya dan pria itu duduk bersebelahan untuk menuju ke tempat tujuan mereka berdua pada pagi hari ini?

Menurut Valle, semua hal yang terjadi masih sangat janggal. Itu sebabnya dirinya tidak menyadari Nolan yang sempat beberapa kali curi-curi pandang ke arahnya sekarang ini.

Nolan, pria itu sebetulnya tahu apa alasan Valle menjadi pendiam di dalam mobil ini. Bukan karena wanita itu merasa canggung dengan dirinya, namun jika tidak salah tebak menurutnya Valle masih memikirkan kejadian tadi.

Karena tidak mau mengganggu waktu Valle yang terlihat butuh ketenangan tanpa ada yang mengusik dirinya, Nolan memilih untuk fokus menyetir mobilnya saja agar dapat segera sampai.

Itu adalah hal yang diinginkan oleh Nolan, namun sayangnya paras cantik dari seorang Vallesha Eleanor mampu mengalihkan segalanya dari pria itu.

Berulang kali Nolan menggelengkan kepalanya untuk dapat mengusir wajah cantik Valle yang hanya dirias dengan menggunakan make up yang tipis pada benaknya.

Nolan tidak mampu menghempaskan bayang-bayang Valle ketika orang yang sedang memenuhi pikirannya itu berada tepat di samping dirinya sendiri.

Sepertinya hari ini prinsip pria itu akan kembali patah kembali.


Setelah melewati perjalan yang dapat dikatakan cukup memakan waktu yang lama, akhirnya mereka berdua telah sampai di Hotel Sanjaya tempat Morgan dan Aurora melangsungkan acara resepsi pernikahan keduanya.

Ketika mereka berdua baru saja memasuki ruangan yang merupakan tempat acara digelar, tiba-tiba saja Nolan berdiri tepat di depan Valle membuat badannya yang tinggi nan tegap itu menghalangi pandangan Valle.

Suara riuh tepuk tangan dan siulan meledek yang terdengar dari orang-orang yang terdapat di gedung ini membuat dahi Valle mengernyit kebingungan sebab dirinya tidak tahu di depan sana terjadi hal apa.

Semuanya tentu karena Nolan. Jika saja pria itu tidak berada di depannya seperti pada sekarang ini, pastilah Valle juga sudah mengetahui hal yang membuat orang-orang tadi berbuat demikian.

“Lo ngapain sih? Minggir anjir!” kesal Valle karena memang mood wanita itu sedang tidak bagus. Tentu saja begitu, sebab siapa yang akan memiliki mood yang bagus ketika datang ke pernikahan mantan?

“Bentar dulu,” jawab Nolan sekenanya.

Valle berdecak kesal, kesabaran wanita itu sedang diuji oleh tingkah menyebalkan Nolan yang menurutnya sudah kelewatan. “Gue bilang awas gak?!” geram Valle yang sedikit meninggikan nada bicaranya.

Valle berniat untuk melewati tubuh Nolan karena pria yang menghalangi pandangannya ini tidak kunjung mau menyingkir.

Namun hal itu tidak dapat dilakukan oleh Valle ketika Nolan tiba-tiba saja menarik pergelangan tangannya untuk menghentikan niat Valle kemudian beralih untuk memegangi pundak wanita itu.

“Gue mohon, tunggu sebentar aja, please.”

Kedua netra yang berwarna hitam pekat milik Nolan memancarkan ketulusan yang dapat dilihat dengan jelas oleh Valle. Seolah-olah terhipnotis, Valle mengangguk ragu mengiyakan permintaan dari Nolan barusan.

Mereka berdua saling mengadu tatap dalam waktu yang cukup lama. Sepertinya mereka lupa jika sekarang mereka berada di tempat terbuka yang penuh dengan manusia-manusia lain.

Namun biarkanlah, lagipula semua orang yang ada di sini juga sedang terlihat antusias dengan hal lain yang tentunya bukan mereka berdua. Hal itu adalah yang membuat Nolan berbuat demikian kepada Valle.

Apa yang sedang terjadi di depan sana membuat Nolan ingin sekali rasanya membawa Valle keluar dari tempat ini secepatnya. Namun hal itu terlalu beresiko dan justru dapat membuat Valle melihatnya secara langsung.

Sejujurnya Nolan juga tidak tahu mengapa dirinya melakukan hal ini. Seolah-olah dikomando oleh otak dan anggota tubuhnya lain, pria itu mendadak ingin berlaku demikian.

Perasaan ini bukan seperti pada waktu pertama kali dirinya melakukannya. Bukan atas dasar rasa kasihan kepada wanita ini. Hanya saja karena rasa khawatir dan rasa takut wanita ini merasakan perasaan sakit ketika melihatnya.

Nolan setidak mau itu melihat Valle menahan tangis seperti pada tempo hari. Entah mengapa hati dan pikirannya bekerja sama dengan sebaik mungkin untuk dapat mencegah hal itu terjadi lagi.

Karena menurutnya, ketika melihat Valle sakit, di situ dia juga akan merasakan hal yang sama. Sakit juga.

Di depan sana sepasang suami-istri yang baru saja meresmikan hubungan mereka terlihat sedang saling menyalurkan rasa cinta mereka melalui pagutan lembut yang diberikan oleh keduanya.

Itu adalah yang tidak ingin Nolan perlihatkan kepada Valle. Nolan tahu jika mungkin saja Valle akan merasa biasa saja. Namun, Nolan tidak dapat menjamin di belakang nanti Valle akan seperti apa.

Maka dari itu, lebih baik mencegah daripada mengobati adalah prinsip Nolan saat ini.

Ketika kedua belah bibir pasangan di depan sana telah berhenti saling menjelajah. Nolan pun menurunkan tangannya dari pundak Valle dan menyingkirkan tubuhnya begitu saja.

“Kita salaman sama pengantinnya aja terus langsung pulang ya?” tanya Nolan dengan suaranya yang begitu lembut membuat Valle sedikit terkesima.

Valle mau melangkah duluan namun Nolan tiba-tiba saja meraih tangan Valle dan melingkarkannya pada lengan miliknya sendiri. Hal itu membuat Valle berhenti dan terdiam sejenak hingga suara Nolan kembali menginterupsinya.

“Ayo.”

Kepala wanita itu mengangguk dengan terpatah-patah dan dirinya terpaksa mengikuti ke mana arah kedua kaki jenjang Nolan membawanya sebab tangan mereka kini saling bertaut.

Akhirnya tibalah Valle tepat di hadapan Morgan -mantan kekasihnya itu. Ada sedikit rasa nyeri yang menyerang hatinya ketika melihat bagaiman Morgan menggenggam tangan istrinya dengan begitu erat.

“Vall?” panggil Morgan yang menyadarkan Valle dari lamunannya. Morgankembali bertanya kepada Valle lantaran dirinya penasaran dengan sosok yang diajak oleh Valle ke sini, “Ini siapa Vall?”

Ketika Valle ingin menjawab pertanyaan Morgan, Nolan langsung menyelanya begitu saja, “Gue Nolan, calonnya Valle,” ucapnya dengan tegas yang membuat Morgan menatapnya tidak percaya.

“K-kamu udah punya pacar? Sejak kapan, Vall?” tanya Morgan lagi yang tidak menggubris uluran tangan Nolan. Pria yang baru saja mengganti statusnya menjadi suami orang itu memusatkan seluruh atensinya kepada Valle. Dirinya tidak sabar menunggu jawaban Valle.

Valle yang notabenenya memang belum mempunyai tambatan hati lagi setelah memutuskan hubungannya dengan Morgan enam bulan yang lalu menjadi bingung harus menjawab pertanyaan Morgan sekarang ini.

Nolan yang sadar akan gerak-gerik Valle yang sedikit gelisah kembali membuka mulutnya untuk bersuara, “Gak lama setelah Esha putus dari lo. Btw, makasih ya bro, makasih karna lo udah ngelepasin Esha buat gue.”

Setelah mengatakan hal itu Nolan membawa Valle pergi dari sana tanpa berbasa-basi lebih lama lagi meninggalkan Morgan yang menatap nanar kedua punggung mereka yang kian menjauh.

Ini adalah pertama kalinya ada yang mengatakan dengan sangat gamblang, bahwa bukan Valle yang ditinggalkan melainkan Valle yang meninggalkan.

Mungkin bagi segelintir orang, ketika kata perpisahan menjadi perhentian akhir dari pelayaran sebuah kisah cinta, maka tidaklah terlalu penting siapa yang mengakhirinya.

Namun pada kasus Valle, baik antara Valle dan Morgan memang tidak ada yang saling mengucapkan kata berhenti. Namun, seolah-olah mengikuti hukum alam yang berlaku mereka berdua hanya tetap terus melanjutkan hidupnya masing-masing dengan jalan pilihannya masing-masing juga.

Sehingga sampai sekarang tidak jelas siapa yang meninggalkan dan siapa yang ditinggalkan.

Akan tetapi kebanyakan orang akan mengira bahwa Valle adalah pihak yang ditinggalkan karena banyaknya kekurangan yang ada pada dirinya.

Hal itu membuat Valle kehilangan kepercayaan dirinya untuk dapat membangun sebuah hubungan baru, menuliskan cerita kasihnya pada buku yang baru pula. Karena semuanya akan kembali kepada rasa ketakutannya yang pernah gagal dalam berhubungan.

Ditambah lagi alasan kandasnya hubungan kedua ini yang cenderung menyudutkan Valle pada ruang sempit yang membuat tidak dapat bernapas dengan benar.

Namun kini semuanya berubah.

Kedatangan Nolan di dalam hidupnya selain membuat tekanan darahnya menjadi lebih tinggi dari biasanya, ternyata Nolan juga dapat membantunya untuk keluar dari rasa takutnya tadi.

Sampai detik ini, hanya Nolan. Pria itulah yang membuat Valle dapat kembali membuka hatinya lagi. Pria perebut first kiss nya sekaligus pria yang memenangkan hati kakaknya.

Makasih ya, Nolan?

by scndbrr

Setelah mendapatkan pesan dari orang yang akan menjemputnya hari ini, maka Valle bergegas untuk segera keluar dari rumahnya dan menghampiri orang tersebut.

Ketika wanita itu baru saja menginjakkan kakinya di lantai dasar rumahnya karena memang kamar miliknya berada di lantai dua, Valle dikejutkan oleh kehadiran kakak perempuannya tepat di hadapannya.

“Mau ke mana kamu?”

Satu kalimat pertanyaan yang meluncur dari mulut Yumna membuat Valle gelagapan. Wanita itu bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan kakaknya barusan. Karena dirinya sangat tahu jika mengatakan alasan yang sebenarnya dirinya keluar rumah saat ini akan membuat Yumna menjadi naik pitam.

Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban atas pertanyaannya dari lawan bicaranya ini, maka Yumna kembali bertanya lagi kepada adiknya, “Lee? Kakak tanya, kamu mau ke mana?”

Pandangan Valle yang sempat kosong dan pikirannya yang tiba-tiba blank membuat dirinya terlihat seperti orang linglung sekarang ini. Valle menelan ludahnya dengan susah payah memikirkan alasan yang dapat membuat kakaknya meloloskan dirinya.

“Kamu mau ke pernikahan-”

Ting tong Ting Tong.

Suara bel rumah yang berbunyi dengan begitu nyaring mengalihkan perhatian kakak-beradik itu. Tidak mau membuat tamu yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya itu menunggu lama, maka Yumna langsung menuju ke depan untuk membukakan pintu.

Valle yang kini ikut mengekori Yumna merasakan panas dingin sebab dirinya tahu betul siapa tamu itu. Membayangkan pria di depan sana harus berhadapan dengan kakaknya sekarang membuat perutnya menjadi mulas.

“Siapa ya?” ucap Yumna bertanya kepada sosok yang begitu asing di hadapannya begitu dirinya sudah membuka pintu yang menjadi sekat antara dirinya dan orang tadi.

Tidak dapat dipungkiri Nolan sedikit terkejut begitu melihat Yumna yang menyambutnya, bukan seorang wanita yang telah dipikirkannya sejak semalam. Hal itu terlihat jelas dari raut wajah pria itu.

Namun ketika Nolan menangkap bayangan Valle yang berdiri di belakang orang yang baru saja membukakan pintu bagi dirinya itu, seolah-olah membuat pria ini menjadi paham akan situasi yang sedang terjadi sekarang.

Nolan menyunggingkan senyuman tipisnya ke arah Yumna kemudian mengulurkan tangan kanannya berniat untuk menjabat tangan Yumna, “Selamat pagi kak, kenalin saya Nolan. Pacarnya Valle.”

Deg.

Gila adalah kata yang memenuhi otak Valle sekarang ini begitu indera pendengarannya mencerna kalimat yang keluar dengan mulus dari mulut Nolan.

Sepertinya julukan yang diberikan Valle kepada pria itu memang sesuai. Pria gila. Karena sungguh, Nolan sepertinya belum lama ini mendapatkan cedera pada kepalanya yang membuatnya menjadi tidak waras sekarang.

Bagaimana bisa pria itu berkata demikian dengan begitu santai? Padahal tadi ketika Valle telah sedikit memberikan kode melalui matanya dan pria itu tampak memahami keadaannya Valle dapat sedikit bernapas lega.

Namun, begitu kalimat tadi yang sampai saat ini masih terngiang-ngiang di kepala Valle terlontar maka harapannya langsung runtuh luluh lantak tak tersisa begitu saja.

Memang pemilik semesta ini seakan-akan memberikan tanda kepada Valle melalui kejadian hari ini bahwa dirinya tidak diperbolehkan untuk menghadiri acara ikrar janji suci mantan kekasihnya.

Valle sangat mengenal sosok Yumna kakaknya itu. Dapat dikatakan Yumna lebih overprotektive kepada Valle dibandingkan dengan ayah dan bundanya sendiri. Hal itu memang Yumna lakukan atas dasar rasa kasih sayangnya sebagai seorang saudari kepada adiknya.

Sebetulnya Valle sangat senang dan merasa beruntung karena memiliki seorang kakak seperti Yumna, kakak yang siap melakukan apapun untuknya demi melindungi dirinya. Namun, di sisi lain terkadang sikap Yumna membuat Valle seperti tinggal di dalam sebuah sangkar.

Bahkan ketika Valle ketahuan telah menjalin hubungan secara diam-diam dengan Morgan ketika dirinya masih mengenyam pendidikannya di perguruan tinggi membuat Yumna tidak menyukai kehadiran Morgan.

Maka dari itu Valle tahu betul jika kakaknya akan marah besar kepada Nolan yang pada hari ini terang-terangan mengaku sebagai kekasihnya. Padahal faktanya Valle pun sangat enggan berjumpa lagi dengan pria jadi-jadian ini.

Yumna terlihat sedang memandangi Nolan dengan tatapan yang sulit diartikan. Kedua bola matanya seakan-akan mengeluarkan laser untuk memindai Nolan dari ujung rambutnya hingga ke ujung kaki pria itu.

Setelah mengangguk-anggukkan kepalanya, Yumna menatap lurus ke arah mata Nolan yang juga dibalas dengan Nolan. Pria itu tidak terlihat gelisah dan berusaha untuk menghindari tatapan yang bagi orang lain terlihat sangat mematikan.

“Oh pacarnya Valle ya?” tanya Yumna kembali untuk memastikan sekali lagi. Nolan kembali tersenyum dan sedikit mengangguk ke arah Yumna, “Iya kak, betul. Saya pacarnya Valle.”

“Terus sekarang mau ngapain kamu ke sini?” tanya Yumna lagi. Nolan sedikit melirik Valle yang masih setia untuk menundukkan kepalanya karena takut jika kakaknya mengusir Nolan begitu saja. “Mau kondangan ke mantannya Valle, kak. Ke pernikahannya Morgan.”

Valle mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk dan menatap Nolan tidak percaya. Bagaimana bisa pria itu mengatakan alasan yang sebenarnya di saat dirinya sendiri tadi bersusah payah memikirkan berbagai alasan masuk akan yang lain untuk dapat dikatakan kepada kakaknya?

“Kondangan? Mantannya Valle? Morgan maksud kamu?” pertanyaan-pertanyaan terus keluar dari mulut Yumna karena dirinya sedikit terkejut dengan jawaban dari pria yang mengaku sebagai kekasih adiknya.

Yumna sempat berpikir jika pria ini akan mengatakan kepada dirinya bahwa dia akan membawa Valle jalan-jalan menikmati akhir pekan ini dengan berkencan.

Sebetulnya Yumna juga sudah mengetahui ke mana mereka berdua akan pergi karena terlihat jelas dari dress code yang digunakan. Namun, Yumna pikir kekasih adiknya akan memilih berbohong kepadanya untuk membuat semuanya menjadi lebih mudah.

Namun ternyata tidak. Nolan memilih untuk berkata jujur apa adanya kepada dirinya tanpa menyembunyikan apapun. Entah mengapa timbul rasa percaya yang membuat Yumna memberikan point plus kepada Nolan.

“Oke kalau gitu, kondangannya gak sampai malam kan?” tanya Yumna pada akhirnya yang memberikan izin kepada Nolan untuk membawa pergi Valle.

“Enggak kak, paling sebentar doang kok,” jawab Nolan dengan mantap. Terbesit rasa bangga ketika dirinya berhasil meluluhkan Yumna meskipun keringan dingin sudah menghiasi pelipisnya.

“Ya udah sana berangkat nanti telat,” ucap Yumna sambil menarik pelan tangan Valle yang berdiri di belakangnya kemudian sedikit mendorong tubuh adiknya itu ke arah luar.

“Kita berdua pamit pergi dulu ya kak,” pamit Nolan sebelum melangkahkan kakinya keluar dari dalam rumah besar yang bernuansa monokrom ini.

“Hati-hati di jalan, kamu nyetir mobilnya yang bener,” ingat Yumna kepada Nolan yang dibalas acungan kedua jempol tangan dari pria itu, “Siap kak, makasih kak.”


Valle duduk di kursi penumpang yang ada di depan tepat di samping Nolan yang sedang mengemudikan mobilnya. Wanita itu menatap kosong ke depan dan pikirannya masih memutar kejadian yang baru saja dialami olehnya.

Tidak mungkin, pikirnya.

Bagaimana bisa kakaknya itu mengizinkannya pergi dengan semudah ini? Bukankah tadi terlihat jelas aura menyeramkan yang bersiap untuk menghadang dirinya ketika mengatakan akan pergi untuk datang ke acara orang yang kakaknya itu tidak sukai?

Namun, mengapa Nolan dapat denga mudah mendapatkan izin dari sang kakak dan membuat dirinya dan pria itu duduk bersebelahan untuk menuju ke tempat tujuan mereka berdua pada pagi hari ini?

Menurut Valle, semua hal yang terjadi masih sangat janggal. Itu sebabnya dirinya tidak menyadari Nolan yang sempat beberapa kali curi-curi pandang ke arahnya sekarang ini.

Nolan, pria itu sebetulnya tahu apa alasan Valle menjadi pendiam di dalam mobil ini. Bukan karena wanita itu merasa canggung dengan dirinya, namun jika tidak salah tebak menurutnya Valle masih memikirkan kejadian tadi.

Karena tidak mau mengganggu waktu Valle yang terlihat butuh ketenangan tanpa ada yang mengusik dirinya, Nolan memilih untuk fokus menyetir mobilnya saja agar dapat segera sampai.

Itu adalah hal yang diinginkan oleh Nolan, namun sayangnya paras cantik dari seorang Vallesha Eleanor mampu mengalihkan segalanya dari pria itu.

Berulang kali Nolan menggelengkan kepalanya untuk dapat mengusir wajah cantik Valle yang hanya dirias dengan menggunakan make up yang tipis pada benaknya.

Nolan tidak mampu menghempaskan bayang-bayang Valle ketika orang yang sedang memenuhi pikirannya itu berada tepat di samping dirinya sendiri.

Sepertinya hari ini prinsip pria itu akan kembali patah kembali.


Setelah melewati perjalan yang dapat dikatakan cukup memakan waktu yang lama, akhirnya mereka berdua telah sampai di Hotel Sanjaya tempat Morgan dan Aurora melangsungkan acara resepsi pernikahan keduanya.

Ketika mereka berdua baru saja memasuki ruangan yang merupakan tempat acara digelar, tiba-tiba saja Nolan berdiri tepat di depan Valle membuat badannya yang tinggi nan tegap itu menghalangi pandangan Valle.

Suara riuh tepuk tangan dan siulan meledek yang terdengar dari orang-orang yang terdapat di gedung ini membuat dahi Valle mengernyit kebingungan sebab dirinya tidak tahu di depan sana terjadi hal apa.

Semuanya tentu karena Nolan. Jika saja pria itu tidak berada di depannya seperti pada sekarang ini, pastilah Valle juga sudah mengetahui hal yang membuat orang-orang tadi berbuat demikian.

“Lo ngapain sih? Minggir anjir!” kesal Valle karena memang mood wanita itu sedang tidak bagus. Tentu saja begitu, sebab siapa yang akan memiliki mood yang bagus ketika datang ke pernikahan mantan?

“Bentar dulu,” jawab Nolan sekenanya.

Valle berdecak kesal, kesabaran wanita itu sedang diuji oleh tingkah menyebalkan Nolan yang menurutnya sudah kelewatan. “Gue bilang awas gak?!” geram Valle yang sedikit meninggikan nada bicaranya.

Valle berniat untuk melewati tubuh Nolan karena pria yang menghalangi pandangannya ini tidak kunjung mau menyingkir.

Namun hal itu tidak dapat dilakukan oleh Valle ketika Nolan tiba-tiba saja menarik pergelangan tangannya untuk menghentikan niat Valle kemudian beralih untuk memegangi pundak wanita itu.

“Gue mohon, tunggu sebentar aja, please.”

Kedua netra yang berwarna hitam pekat milik Nolan memancarkan ketulusan yang dapat dilihat dengan jelas oleh Valle. Seolah-olah terhipnotis, Valle mengangguk ragu mengiyakan permintaan dari Nolan barusan.

Mereka berdua saling mengadu tatap dalam waktu yang cukup lama. Sepertinya mereka lupa jika sekarang mereka berada di tempat terbuka yang penuh dengan manusia-manusia lain.

Namun biarkanlah, lagipula semua orang yang ada di sini juga sedang terlihat antusias dengan hal lain yang tentunya bukan mereka berdua. Hal itu adalah yang membuat Nolan berbuat demikian kepada Valle.

Apa yang sedang terjadi di depan sana membuat Nolan ingin sekali rasanya membawa Valle keluar dari tempat ini secepatnya. Namun hal itu terlalu beresiko dan justru dapat membuat Valle melihatnya secara langsung.

Sejujurnya Nolan juga tidak tahu mengapa dirinya melakukan hal ini. Seolah-olah dikomando oleh otak dan anggota tubuhnya lain, pria itu mendadak ingin berlaku demikian.

Perasaan ini bukan seperti pada waktu pertama kali dirinya melakukannya. Bukan atas dasar rasa kasihan kepada wanita ini. Hanya saja karena rasa khawatir dan rasa takut wanita ini merasakan perasaan sakit ketika melihatnya.

Nolan setidak mau itu melihat Valle menahan tangis seperti pada tempo hari. Entah mengapa hati dan pikirannya bekerja sama dengan sebaik mungkin untuk dapat mencegah hal itu terjadi lagi.

Karena menurutnya, ketika melihat Valle sakit, di situ dia juga akan merasakan hal yang sama. Sakit juga.

Di depan sana sepasang suami-istri yang baru saja meresmikan hubungan mereka terlihat sedang saling menyalurkan rasa cinta mereka melalui pagutan lembut yang diberikan oleh keduanya.

Itu adalah yang tidak ingin Nolan perlihatkan kepada Valle. Nolan tahu jika mungkin saja Valle akan merasa biasa saja. Namun, Nolan tidak dapat menjamin di belakang nanti Valle akan seperti apa.

Maka dari itu, lebih baik mencegah daripada mengobati adalah prinsip Nolan saat ini.

Ketika kedua belah bibir pasangan di depan sana telah berhenti saling menjelajah. Nolan pun menurunkan tangannya dari pundak Valle dan menyingkirkan tubuhnya begitu saja.

“Kita salaman sama pengantinnya aja terus langsung pulang ya?” tanya Nolan dengan suaranya yang begitu lembut membuat Valle sedikit terkesima.

Valle mau melangkah duluan namun Nolan tiba-tiba saja meraih tangan Valle dan melingkarkannya pada lengan miliknya sendiri. Hal itu membuat Valle berhenti dan terdiam sejenak hingga suara Nolan kembali menginterupsinya.

“Ayo.”

Kepala wanita itu mengangguk dengan terpatah-patah dan dirinya terpaksa mengikuti ke mana arah kedua kaki jenjang Nolan membawanya sebab tangan mereka kini saling bertaut.

Akhirnya tibalah Valle tepat di hadapan Morgan -mantan kekasihnya itu. Ada sedikit rasa nyeri yang menyerang hatinya ketika melihat bagaiman Morgan menggenggam tangan istrinya dengan begitu erat.

“Vall?” panggil Morgan yang menyadarkan Valle dari lamunannya. Morgankembali bertanya kepada Valle lantaran dirinya penasaran dengan sosok yang diajak oleh Valle ke sini, “Ini siapa Vall?”

Ketika Valle ingin menjawab pertanyaan Morgan, Nolan langsung menyelanya begitu saja, “Gue Nolan, calonnya Valle,” ucapnya dengan tegas yang membuat Morgan menatapnya tidak percaya.

“K-kamu udah punya pacar? Sejak kapan, Vall?” tanya Morgan lagi yang tidak menggubris uluran tangan Nolan. Pria yang baru saja mengganti statusnya menjadi suami orang itu memusatkan seluruh atensinya kepada Valle. Dirinya tidak sabar menunggu jawaban Valle.

Valle yang notabenenya memang belum mempunyai tambatan hati lagi setelah memutuskan hubungannya dengan Morgan enam bulan yang lalu menjadi bingung harus menjawab pertanyaan Morgan sekarang ini.

Nolan yang sadar akan gerak-gerik Valle yang sedikit gelisah kembali membuka mulutnya untuk bersuara, “Gak lama setelah Esha putus dari lo. Btw, makasih ya bro, makasih karna lo udah ngelepasin Esha buat gue.”

Setelah mengatakan hal itu Nolan membawa Valle pergi dari sana tanpa berbasa-basi lebih lama lagi meninggalkan Morgan yang menatap nanar kedua punggung mereka yang kian menjauh.

Ini adalah pertama kalinya ada yang mengatakan dengan sangat gamblang, bahwa bukan Valle yang ditinggalkan melainkan Valle yang meninggalkan.

Mungkin bagi segelintir orang, ketika kata perpisahan menjadi perhentian akhir dari pelayaran sebuah kisah cinta, maka tidaklah terlalu penting siapa yang mengakhirinya.

Namun pada kasus Valle, baik antara Valle dan Morgan memang tidak ada yang saling mengucapkan kata berhenti. Namun, seolah-olah mengikuti hukum alam yang berlaku mereka berdua hanya tetap terus melanjutkan hidupnya masing-masing dengan jalan pilihannya masing-masing juga.

Sehingga sampai sekarang tidak jelas siapa yang meninggalkan dan siapa yang ditinggalkan.

Akan tetapi kebanyakan orang akan mengira bahwa Valle adalah pihak yang ditinggalkan karena banyaknya kekurangan yang ada pada dirinya.

Hal itu membuat Valle kehilangan kepercayaan dirinya untuk dapat membangun sebuah hubungan baru, menuliskan cerita kasihnya pada buku yang baru pula. Karena semuanya akan kembali kepada rasa ketakutannya yang pernah gagal dalam berhubungan.

Ditambah lagi alasan kandasnya hubungan kedua ini yang cenderung menyudutkan Valle pada ruang sempit yang membuat tidak dapat bernapas dengan benar.

Namun kini semuanya berubah.

Kedatangan Nolan di dalam hidupnya selain membuat tekanan darahnya menjadi lebih tinggi dari biasanya, ternyata Nolan juga dapat membantunya untuk keluar dari rasa takutnya tadi.

Sampai detik ini, hanya Nolan. Pria itulah yang membuat Valle dapat kembali membuka hatinya lagi. Pria perebut first kiss nya sekaligus pria yang memenangkan hati kakaknya.

Makasih Nolan?

by scndbrr

Kata orang, jika pertemuan yang tidak disengaja terjadi hingga tiga kali itu berarti jodoh. Lantas, apakah kita dapat menyebut perjumpaan Nolan dan Valle juga demikian? Mereka berdua berjodoh?

Entahlah, namun satu hal yang pasti semua yang terjadi di dalam kehidupan mereka berdua sekarang merupakan skenario yang telah disusun dengan Sang Pemilik Semesta ini dengan sedemikian rupa.

Mau tidak mau dan suka tidak suka, baik Nolan dan Valle memang harus menerima bagaimana garis takdir kehidupan yang telah digambar oleh pencipta mereka bukan? Karena sebetulnya mau menolak pun mereka tak bisa.

Kebetulan adalah satu kata yang sangat sering diucapkan oleh orang lain ketika diri mereka mengalami sesuatu hal yang tiba-tiba terjadi begitu saja di dalam kehidupannya. Mungkin, bagi sebagian besar kata itu tidak memiki arti lebih, akan tetapi tidak bagi kedua insan itu.

Nolan dan Valle.

Mereka berdua juga ingin mempercayai bahwa semua hal yang terjadi pada belakangan ini merupakan ketidaksengajaan yang terbentuk begitu saja. Bahkan jika ditanya berapa persentasenya, mereka berdua pun tidak tahu sebab saking tidak mungkinnya.

Namun, sekali lagi mengapa kedua kaki mereka seolah-olah membawa satu sama lain untuk dapat terus berjumpa? Terlebih semuanya terjadi di tempat-tempat yang mereka berdua tidak pernah sangka sebelumnya.

Seperti pada saat ini, Nolan yang terpaksa untuk memeriksakan dirinya ke salah satu dokter umum yang merupakan sahabat karib dari kakak kandungnya itu justru melihat sosok wanita yang tidak asing lagi di matanya?

Nolan kenal betul siapa pemilik senyuman manis yang kini terlihat sedang menunjukkan lengkungan yang tercetak jelas pada bibirnya kepada salah satu anak kecil yang juga berlaku demikian ke arahnya.

Tunggu dulu, apa katanya tadi? Barusan ini, Nolan mengatakan hal yang keramat bukan? Pemilik senyuman manis? Jadi, pria itu mengakui bahwa seorang Vallesha Eleanor memiliki senyuman yang manis di matanya?

Sebetulnya siapapun yang mengetahui keadaan Nolan saat ini akan langsung tahu apa yang sedang terjadi dengan pria itu. Perasaan ragu? Tidak tahu? Sudah jelas-jelas sikapnya pada beberapa hari ini menunjukkan bahwa dirinya tengah... Baiklah, biarkan Nolan sendiri yang mengatakannya jika pria itu sudah siap.

Kembali lagi. Ketika kedua netranya menangkap bayangan wanita yang sedang memenuhi pikirannya itu, entah mengapa timbul rasa yang aneh bagi dirinya sendiri. Rasa itu sangatlah begitu asing.

Karena sangat asingnya perasaan tadi, hingga membuat Nolan secara tidak sadar turut menyunggingkan senyuman tulus. Ini adalah sebuah fenomena yang langka. Sungguh. Sebab dapat dihitung dengan jari berapa kali pria itu mau menarik sudut bibirnya ke atas.

Terlebih lagi, senyuman itu terlihat teduh dan menenangkan untuk kita pandang. Sangat murni dan tulus seakan-akan memang tidak memiliki motif apapun di baliknya.

“Kakak cantik banget ih! Nanti kalau sudah besar aku bisa gak ya secantik kakak?” celetuk seorang anak kecil perempuan yang sedang berbincang dengan Valle.

Valle sengaja sedikit merendahkan tubuhnya menjadi hampir dalam posisi berlutut di lantai untuk dapat menyamakan tingginya dengan anak kecil tadi, “Ya pastinya bisa dong sayang! Bahkan kakak tebak, kamu bakalan lebih berkali-kali lipat cantiknya dari kakak!” jawab Valle dengan semangat.

Anak perempuan tadi sedikit tersipu malu dengan apa yang telah diucapkan oleh Valle barusan kepadanya. Dirinya menutupi berusaha untuk wajahnya dengan kedua tangan kecilnya yang tidak dapat menjangkau seluruh permukaan wajahnya sendiri karena terlampau kecil.

Valle yang melihat hal itu lantas terkekeh karena merasa terlalu gemas dengan sikap dari anak perempuan ini. Tangan kanannya terulur untuk mengusap lembut rambut anak kecil yang kini ada di hadapannya.

“Eh tapi, umur aku bakalan sampe kaya kakak sekarang gak ya?”

Deg.

Tangan Valle refleks berhenti bergerak di kepala anak tadi. Dirinya terkejut bukan main ketika mendengar kalimat pertanyaan yang langsung membuat hatinya berdenyut nyeri begitu rungunya mendengarknya. Dirinya iba kepada anak perempuan ini.

Ketika semua itu masih ditambah lagi dengan raut wajah polos sang anak perempuan yang terpampang jelas di sana, semakin membuat rasa sesak yang ada di dalam dada Valle membuncah. Kedua matanya memanas, tidak tahan untuk dapat segera melepaskan cairan bening yang mulai menggenang di pelupuknya.

Valle mati-matian menahan rasa sedihnya sekuat tenaga. Selain tidak ingin terlihat seperti orang yang cengeng, tentu saja perempuan itu tidak mau membuat perasaan rapuh anak perempuan ini yang sudah mulai putus asa dengan nasibnya melihat hal tersebut.

Tenang saja, Valle dapat menyembunyikan semua rasa sedihnya dengan baik tanpa membuat sang anak perempuan ini menyadarinya. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan sehari-harinya, wanita itu sudah terlatih untuk dapat menyimpan semua lukanya.

Bagi siapapun yang belum mengenal sosok Valle lebih dalam, maka yang akan mereka ketahui dari dirinya adalah sebagai seorang wanita ceria yang hidup dengan bahagia seolah tanpa beban. Namun, mereka semua tidak tahu jika selama ini Valle menggunakan topeng yang begitu tebal.

Drrttt drrtt drrtt.

Suara getar ponsel milik Valle mengalihkan perhatiannya. Sebuah nama yang terlihat jelas di layar membuat dirinya terheran sebab bingung mengapa orang tersebut menghubunginya.

Meskipun masih diliputi oleh rasa bingung yang mengerubunginya, Valle tetap ingin berterima kasih kepada orang ini, sebab karena dirinya lah Valle dapat memiliki alasan untuk pergi dari tempat ini sekarang juga.

Bukan. Bukannya Valle tidak mau meluangkan sedikit waktunya untuk sekedar mengobrol ringan dan melemparkan canda tawa dnegan anak-anak yang dirawat pada bangsal ini. Namun, karena kalimat pertanyan yang tidak mampu Valle jawab barusan, membuat dirinya merasa tidak sanggup lagi jika harus berlama-lama di sini.

Valle sangat tidak tahan dengan hal yang menyangkut tentang kematian. Sebab menurutnya, sudah cukup kehilangan yang dirinya rasakan saat itu. Jangan sampai lagi. Memang tidak mungkin, namun setidaknya biarkan wanita ini pulih dari rasa traumanya terlebih dahulu.

“Maaf, kakak pergi dulu ya. Kakak ternyata udah dicariin sama temen kakak nih,” pamit Valle kepada anak perempuan tadi sambil mengangkat tangannya yang sedang memegang ponselnya untuk memperlihatkan kepada anak itu.

Sang anak perempuan tadi hanya menanggapinya dengan menganggukkan kepalanya saja. Valle yang melihat hal itu langsung segera bergegas pergi dari bangsal anak ini.

Setelah sampai di sebuah taman yang terletak tidak jauh dari tempat tadi, Valle kemudian menggeser tombol hijau yang ada pada ponselnya untuk menjawab panggilan dari orang yang ada di seberang sana.

“Halo, Vall?” “Maaf, kamu lagi sibuk ya? Tumben kok ngangkat telponnya lama.”

“H-halo?” “Iya tadi lagi ada urusan, kakak ngapain nelpon aku?”

”...”

“Kak?” “Kak Morgan, halo?”

“P-pernikahan aku sama Aurora bakal dilaksanain lusa...” “Kamu bisa dateng kan?”

Astaga apalagi kali ini? Mengapa hari ini banyak sekali yang membuat Valle ingin meneteskan air matanya? Pertahanan yang sudah dibangunnya dengan sangat baik di hadapan anak perempuan tadi runtuh begitu saja.

Valle, wanita itu kini tengah menangis.

“Vall?”

Menyadari Valle yang tidak segera menanggapi pertanyannya barusan, Morgan -mantan kekasihnya itu bertanya lagi.

“Kalo kamu gak bisa juga gakpapa kok, aku gak bakalan maksa” “Aku bisa ngertiin perasaan kamu.”

Dengan kamu nelpon aku sekarang dan ngabarin hal ini aja, itu tandanya kamu sama sekali gak ada mikirin aku kak, batin Valle.

“Tenang aja kak, aku pastiin aku bakal dateng ke pernikahan kamu.”

Tut.

Setelah mengatakan hal yang kini membuat dirinya sangat menyesal karena telah berani mengambil tindakan gila tersebut, Valle langsung memutuskan sambungan telponnya dengan Morgan.

Kini wanita itu sedang menarik rambutnya sendiri karena merasa sangat frustasi atas aksi bodohnya barusan. Dirinya mengelap bekas air matanya yang ada di pipi mulusnya itu dengan gerakan yang kasar. Kemudian melenggang pergi meninggalkan rumah sakit tempat sang kakak bekerja.

Valle tidak menyadari sejak dirinya menerima panggilan suara dari mantan kekasihnya itu terdapat orang lain yang mengikutinya secara diam-diam hingga membuat orang tadi juga mendengar jelas perbincangannya di telpon.

Gue rasa gue tau harus gimana, batin orang tersebut.

by scndbrr

Setelah membuat kekacauan yang sukses menyita seluruh perhatian orang banyak, tangan besar Nolan kini masih saja menggenggam erat tangan Valle. Hal itu tentu saja tidak disadari oleh dirinya sendiri.

Valle yang masih saja berusaha untuk melepaskan kaitan tangannya dengan pria asing yang dianggapnya sangat menyebalkan ini hanya dapat berakhir dengan berpasrah diri sebab mau melawan dengan mengerahkan seluruh tenaganya pun kekuatannya tetap tidak sebanding.

Langkah lebar dari kedua kaki jenjang milik Nolan akhirnya membawa dirinya dan juga Valle ke tempat di mana banyak kendaraan berbaris dengan rapi. Karena tersadar akan sesuatu, pria itu langsung menghempaskan tangan wanita yang sejak tadi digenggamnya begitu saja.

“Maksud lo tadi apaan hah?!” sentak Valle begitu tangannya sudah terbebas sekarang. Nolan memandang sejenak wajah menahan amarah yang terpancar dengan jelas dari wanita yang ada di hadapannya.

Namun, bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Valle setelah tindakan gila yang dilakukannya barusan, pria itu justru memilih untuk diam dan mengunci mulutnya rapat-rapat. Seolah memang dirinya tidak merasa harus menjelaskan aksi nekatnya tadi.

Pria itu kini justru dengan santainya tengah merogoh saku celananya untuk mengambil benda persegi panjang yang ada di sana dan menguluarkannya. Jemarinya terlihat lincah menari di atas benda itu setelah Nolan berhasil membuka akses masuknya.

Valle yang merasa kehadirannya diabaikan begitu saja oleh pria itu, bahkan pertanyaannya tadi sama sekali tidak digubis olehnya semakin membuat darah yang mengalir di dalam tubuhnya menjadi mendidih.

Berani sekali pria kurang ajar ini, pikirnya.

Entah dari mana dirinya mendapatkan nyali sebesar itu, Valle tanpa rasa takut mengambil ponsel Nolan secara paksa. Tentu saja hal itu membuat Nolan kemudian memusatkan atensinya kepadanya.

“Balikin,” dengan suara yang begitu rendah pria itu berbicara kepada Valle. “Gue itu nanya sama lo! Maksud lo tadi apaan?!” Valle mengutarakan semua hal yang ada pikirannya kini dengan sangat menggebu-gebu.

Tidak sampai di sana saja, wanita itu memang sengaja menjeda kalimatnya, “LO TAU GAK SIH KALO APA YANG LO LAKUIN TADI ITU SAMA AJA UDAH NGELECEHIN GUE?!” teriak Valle di akhir yang membuat Nolan refleks memejamkan kedua matanya begitu rungunya mendengar suara melengking milik wanita itu.

Nolan mengusak rambutnya dengan kasar, sejujurnya pria itu juga tidak tahu mengapa dirinya sampai berbuat sejauh tadi. Rasanya memang semuanya terjadi begitu saja, tanpa adanya rencana maupun persiapan.

“Emangnya lo ga mau bilang makasih dulu gitu gue?”

Pertanyaan balik yang diberikan kepada Valle membuat gadis itu melongo tidak percaya. Bagaimana bisa pria itu berkata demikian? Mengucapkan kata terima kasih katanya? Setelah perbuatan gilanya tadi? Yang benar saja! Bahkan mungkin semut-smeut yang kini sedang berjalan di dekat mereka pun akan tertawa ketika mendengarnya.

Valle mengernyitkan dahinya heran, wanita itu dengan berani tiba-tiba saja menyentuhkan punggung tangan kanannya dengan dahi mulus milik Nolan yang sedikit tertutupi oleh rambut pria itu sendiri.

“Wah pantes, udah gila beneran ternyata ni orang!” ucap Valle yang membuat kedua bola mata Nolan melotot sempurna. Nolan segera menyingkirkan tangan Valle dari dahinya itu. “Apaan sih!” marahnya karena tidak terima dikatai oleh Valle barusan.

“Ya menurut lo aja coba? Orang mana yang ga gila di saat dia tadi udah ngelakuin hal gila sama orang lain, eh tapi masih bisa-bisanya tuh orang minta diucapin makasih sama orang lain itu?! GILAK LAH ITU NAMANYA, APALAGI KALO BUKAN HAH?!” sentak Valle kembali karena emosinya kini kembali meluap-luap.

Nolan terlihat membuang wajahnya ke arah lain kemudian pria itu berusaha untuk mengatur deru napasnya terlebih dahulu sebelum pada akhirnya menghembuskan napasnya dengan sangat kasar, seperti bersiap untuk sesuatu.

Setelah dirasa dirinya telah siap, Nolan kembali memaku tatap pa kedua manik Valle yang berwarna hitam sedikit kecoklatan itu.

“Kalo gue tadi gak ada, lo mau kaya orang bego berdiri di depan tante-tante freak kaya dia?! Diem aja padahal lo disindir secara langsung?! Sok-sokan kuat padahal hati lo sakit ngeliat cewe lain yang jadi calon istri mantan lo dibangga-banggain sama nyokapnya mantan lo itu?! Iya? Kaya gitu mau lo?! Yaudah kalo emang itu mau lo, sana balik lagi aja ke dalem!!”

Ini adalah rekor dunia.

Baru kali ini pria yang menyandang nama lengkap Nolan Azerio itu mengucapkan kalimat yang sangat panjang. Terlebih lagi kalimat itu mengandung unsur perhatiannya terhadap orang lain yang tersembunyi di dalam kata-kata pedasnya barusan.

Di mana dirinya yang sangat berjiwa anti sosial itu? Di mana dirinya yang tidak pernah menaruh barang sedikit saja rasa empati kepada orang lain yang ada di sekitarnya? Di mana dirinya yang membenci ketika harus membela orang lain dengan mencampuri urusan dari orang tersebut?

Di mana? Di mana Nolan yang biasanya?

Seharusnya papa dan mamanya juga abangnya menyaksinya kejadian ini secara langsung dengan kedua mata kepala mereka sendiri. Mereka bertiga pasti akan tercengang dan sekaligus bangga bukan main ketika mengetahui bahwa tembok tinggi yang dibuat oleh putra bungsu dan adik kecilnya itu kini sudah runtuh.

Valle yang masih terbengong dengan mulutnya yang terbuka lebar membentuk huruf o hingga tangannya refleks terangkat untuk menutupinya.

Dirinya menggeleng tidak percaya. Kedua matanya refleks mengerjap berkali-berkali berusaha untuk mencerna apa yang baru saja ia dengar. Dengan susah payah wanita itu menelan salivanya untuk dapat membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja kering.

“H-hah?” jawab wanita itu tergagap.

Jadi, pria gila jadi-jadinya ini peduli kepadanya? Tidak mungkin, pikirnya.

“Nolan?”

Suara wanita paruh baya yang tidak asing lagi di telinga Nolan maupun Valle itu membuat keduanya kompak menoleh ke arah sang wanita paruh baya tadi yang terlihat sedang berjalan menghampiri keduanya.

“Eh, kamu Valle kan?” tanyanya lagi yang membuat Valle lantas tersadar dari lamunan singkatnya barusan. “Udah aku duga sih kalo pilihan aku itu gak salah. Terbukti kan? Kamu tampil dengan sangat baik tadi, Vall!”

Benar, wanita paruh baya itu adalah Yura Izana. Seorang model terkenal yang memiliki paras bak Dewi Aphrodite. Karirnya seperti puncak Gunung Everest yang sangatlah tinggi. Hal itu diyakini banyak orang karena dirinya masih dapat bertahan pada dunia industri ini meskipun usianya sudah tidak belia lagi.

“Nolan, ini dia yang waktu itu tante bilang ke mama kamu sama kamu. Daripada mama kamu nyari model lain di luar sana yang masih belum pasti, mending pake Valle aja. Tante jamin kerja dia itu bagus.” ucap Yura kepada Nolan yang membuat Valle kembali bingung.

Apa tadi katanya? Tante? Yura Izana mempunyai keponakan gila seperti pria ini?!

Karena tidak kunjung mendapatkan respon dari keduanya Yura akhirnya berbicara kembali, “Kapan-kapan kita makan malam bareng ya, Vall? Sama Nolan juga.”

Suara nada dering yang berasal dari ponsel milik Yura menginterupsi perbincangan mereka bertiga. Ralat, mungkin lebih tepat jika disebut dengan monolog Yura sebab daritadi hanya dirinya sendiri saja yang bersuara.

Setelah mengucapkan salam penutup untuk mengakhiri pembicaraanya dengan orang yang ada di seberang sana. Yura memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya. “Tante lagi ada urusan penting nih, jadi ngobrolnya kita lanjut pas waktu makan malam aja ya. Valle, duluan ya,” pamit Yura kemudian bergegas pergi dari sana untuk segera menyelesaikan urusannya.

Valle dan Nolan memandangi punggung Yura terus yang semakin lama semakin menghilang dari pandangan keduanya. “Lo?” Belum selesai Valle mengucapkan kalimatnya, Nolan langsung memotongnya, “Iya, Yura Izana tante gue,” jelasnya seakan-akan pria itu bahwa wanita yang ada di depannya ini akan bertanya demikian.

Mengapa dunia ini sangatlah sempit sekali? pikir Valle.

Gerakan tangan Nolan yang refleks memegang lengan Valle kemudian sedikit menyeret dengan pelan tubuh wanita itu untuk berada di belakangnya membuat Valle lagi-lagi terkejut. Nolan ini memang suka tiba-tiba membuat Valle kaget ya?

Kedua mata Valle tidak lepas terus memandangi jemari Nolan yang kini melingkar dengan manis pada lengan bawahnya. “Woi bro! Kita cariin, eh malah di sini lo!” suara bass milik Jacob yang terdengar cukup keras membuat Valle mengangkat kepalanya yang tadi sedikit tertunduk.

“Eh, lo model yang terakhir itu kan ya? Va Va? Vall? Vallesha? Bener kan?” tanya Rego yang membuat Nolan merotasikan bola matanya jengah. Sebab pria itu sudah berusaha menyembunyikan keberadaan Valle, namun sayangnya teman-temannya tetap mengetahuinya.

Entah juga apa alasan Nolan sampai dirinya harus membuat Valle tertutupi oleh tubuh besar nan tinggi miliknya sekarang.

“Kalian cabut duluan aja, nanti gue nyusul.”

Satu kalimat yang meluncur dari mulut Nolan itu memang seperti kalimat pada biasanya saja. Namun tidak bagi ketiga temannya yang lain, sebab kalimat itu terdengar seperti ultimatum yang sengaja diberikan olehnya untuk mereka.

Mereka semua tidak ada yang berani untuk melawan Nolan. Hal itu dapat terlihat dengan jelas ketika mereka bertiga langsung menurutinya dan pergi berlalu dari sana meninggalkan Nolan dan Valle berdua.

Namun sebelumnya, Khava sempat curi-curi pandang untuk dapat melihat wajah Valle sebelum dirinya pergi. Dirinya merasakan ada hal yang berbeda ketika tadi sedang melihat Valle saat acara fashion show pada Festival CLF berlangsung.

Rasanya seperti bertemu dengan orang yang selama ini dirinya cari-cari, mungkin? Entahlah tidak ada yang tahu, bahkan Khava sendiri pun juga bingung. Yang pasti, rasa itu bukan rasa biasa ketika dirinya berjumpa dengan wanita-wanita sebelumnya.

Setelah teman-temannya pergi, Nolan kembali bertanya kepada Valle, “Jadi gimana? Lo beneran gak mau bilang makasih dulu ke gue sebelum gue pergi?” Pertanyaan itu lagi. Sumpah demi apapun, Valle muak mendengarnya.

“Lo sendiri gimana? Gak mau minta maaf dulu atas apa yang lo lakuin tadi ke gue?!” Valle mendesak Nolan.

Menurut wanita itu sudah sepatutnya pria gila ini yang mengucapkan kata maaf kepadanya terlebih dahulu bukan? Memang benar jika perbuatannya itu mengandung niat baik untuk dapat membantunya. Namun, Valle kan tidak pernah meminta bantuannya seperti itu?!

“Gue gak akan minta maaf kalo lo belum terima kasih dulu ke gue,” final Nolan yang membuat Valle menjadi geram.

“Gak akan! Gue gak mau bilang makasih ke lo!” seru Valle yang terdengar mantap.

“Ya udah gak apa-apa, lagian gue juga gak mau minta maaf ke lo juga.”

Setelah mengatakan kalimat itu, Nolan membalikkan tubuhnya dan mulai melangkah pergi begitu saja menghiraukan teriakan Valle yang mencaci maki dirinya di belakang.

“DASAR COWO GILA!” “COWO JADI-JADIAN!”

by scndbrr