Dunia Begitu Sempit

Setelah membuat kekacauan yang sukses menyita seluruh perhatian orang banyak, tangan besar Nolan kini masih saja menggenggam erat tangan Valle. Hal itu tentu saja tidak disadari oleh dirinya sendiri.

Valle yang masih saja berusaha untuk melepaskan kaitan tangannya dengan pria asing yang dianggapnya sangat menyebalkan ini hanya dapat berakhir dengan berpasrah diri sebab mau melawan dengan mengerahkan seluruh tenaganya pun kekuatannya tetap tidak sebanding.

Langkah lebar dari kedua kaki jenjang milik Nolan akhirnya membawa dirinya dan juga Valle ke tempat di mana banyak kendaraan berbaris dengan rapi. Karena tersadar akan sesuatu, pria itu langsung menghempaskan tangan wanita yang sejak tadi digenggamnya begitu saja.

“Maksud lo tadi apaan hah?!” sentak Valle begitu tangannya sudah terbebas sekarang. Nolan memandang sejenak wajah menahan amarah yang terpancar dengan jelas dari wanita yang ada di hadapannya.

Namun, bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Valle setelah tindakan gila yang dilakukannya barusan, pria itu justru memilih untuk diam dan mengunci mulutnya rapat-rapat. Seolah memang dirinya tidak merasa harus menjelaskan aksi nekatnya tadi.

Pria itu kini justru dengan santainya tengah merogoh saku celananya untuk mengambil benda persegi panjang yang ada di sana dan menguluarkannya. Jemarinya terlihat lincah menari di atas benda itu setelah Nolan berhasil membuka akses masuknya.

Valle yang merasa kehadirannya diabaikan begitu saja oleh pria itu, bahkan pertanyaannya tadi sama sekali tidak digubis olehnya semakin membuat darah yang mengalir di dalam tubuhnya menjadi mendidih.

Berani sekali pria kurang ajar ini, pikirnya.

Entah dari mana dirinya mendapatkan nyali sebesar itu, Valle tanpa rasa takut mengambil ponsel Nolan secara paksa. Tentu saja hal itu membuat Nolan kemudian memusatkan atensinya kepadanya.

“Balikin,” dengan suara yang begitu rendah pria itu berbicara kepada Valle. “Gue itu nanya sama lo! Maksud lo tadi apaan?!” Valle mengutarakan semua hal yang ada pikirannya kini dengan sangat menggebu-gebu.

Tidak sampai di sana saja, wanita itu memang sengaja menjeda kalimatnya, “LO TAU GAK SIH KALO APA YANG LO LAKUIN TADI ITU SAMA AJA UDAH NGELECEHIN GUE?!” teriak Valle di akhir yang membuat Nolan refleks memejamkan kedua matanya begitu rungunya mendengar suara melengking milik wanita itu.

Nolan mengusak rambutnya dengan kasar, sejujurnya pria itu juga tidak tahu mengapa dirinya sampai berbuat sejauh tadi. Rasanya memang semuanya terjadi begitu saja, tanpa adanya rencana maupun persiapan.

“Emangnya lo ga mau bilang makasih dulu gitu gue?”

Pertanyaan balik yang diberikan kepada Valle membuat gadis itu melongo tidak percaya. Bagaimana bisa pria itu berkata demikian? Mengucapkan kata terima kasih katanya? Setelah perbuatan gilanya tadi? Yang benar saja! Bahkan mungkin semut-smeut yang kini sedang berjalan di dekat mereka pun akan tertawa ketika mendengarnya.

Valle mengernyitkan dahinya heran, wanita itu dengan berani tiba-tiba saja menyentuhkan punggung tangan kanannya dengan dahi mulus milik Nolan yang sedikit tertutupi oleh rambut pria itu sendiri.

“Wah pantes, udah gila beneran ternyata ni orang!” ucap Valle yang membuat kedua bola mata Nolan melotot sempurna. Nolan segera menyingkirkan tangan Valle dari dahinya itu. “Apaan sih!” marahnya karena tidak terima dikatai oleh Valle barusan.

“Ya menurut lo aja coba? Orang mana yang ga gila di saat dia tadi udah ngelakuin hal gila sama orang lain, eh tapi masih bisa-bisanya tuh orang minta diucapin makasih sama orang lain itu?! GILAK LAH ITU NAMANYA, APALAGI KALO BUKAN HAH?!” sentak Valle kembali karena emosinya kini kembali meluap-luap.

Nolan terlihat membuang wajahnya ke arah lain kemudian pria itu berusaha untuk mengatur deru napasnya terlebih dahulu sebelum pada akhirnya menghembuskan napasnya dengan sangat kasar, seperti bersiap untuk sesuatu.

Setelah dirasa dirinya telah siap, Nolan kembali memaku tatap pa kedua manik Valle yang berwarna hitam sedikit kecoklatan itu.

“Kalo gue tadi gak ada, lo mau kaya orang bego berdiri di depan tante-tante freak kaya dia?! Diem aja padahal lo disindir secara langsung?! Sok-sokan kuat padahal hati lo sakit ngeliat cewe lain yang jadi calon istri mantan lo dibangga-banggain sama nyokapnya mantan lo itu?! Iya? Kaya gitu mau lo?! Yaudah kalo emang itu mau lo, sana balik lagi aja ke dalem!!”

Ini adalah rekor dunia.

Baru kali ini pria yang menyandang nama lengkap Nolan Azerio itu mengucapkan kalimat yang sangat panjang. Terlebih lagi kalimat itu mengandung unsur perhatiannya terhadap orang lain yang tersembunyi di dalam kata-kata pedasnya barusan.

Di mana dirinya yang sangat berjiwa anti sosial itu? Di mana dirinya yang tidak pernah menaruh barang sedikit saja rasa empati kepada orang lain yang ada di sekitarnya? Di mana dirinya yang membenci ketika harus membela orang lain dengan mencampuri urusan dari orang tersebut?

Di mana? Di mana Nolan yang biasanya?

Seharusnya papa dan mamanya juga abangnya menyaksinya kejadian ini secara langsung dengan kedua mata kepala mereka sendiri. Mereka bertiga pasti akan tercengang dan sekaligus bangga bukan main ketika mengetahui bahwa tembok tinggi yang dibuat oleh putra bungsu dan adik kecilnya itu kini sudah runtuh.

Valle yang masih terbengong dengan mulutnya yang terbuka lebar membentuk huruf o hingga tangannya refleks terangkat untuk menutupinya.

Dirinya menggeleng tidak percaya. Kedua matanya refleks mengerjap berkali-berkali berusaha untuk mencerna apa yang baru saja ia dengar. Dengan susah payah wanita itu menelan salivanya untuk dapat membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja kering.

“H-hah?” jawab wanita itu tergagap.

Jadi, pria gila jadi-jadinya ini peduli kepadanya? Tidak mungkin, pikirnya.

“Nolan?”

Suara wanita paruh baya yang tidak asing lagi di telinga Nolan maupun Valle itu membuat keduanya kompak menoleh ke arah sang wanita paruh baya tadi yang terlihat sedang berjalan menghampiri keduanya.

“Eh, kamu Valle kan?” tanyanya lagi yang membuat Valle lantas tersadar dari lamunan singkatnya barusan. “Udah aku duga sih kalo pilihan aku itu gak salah. Terbukti kan? Kamu tampil dengan sangat baik tadi, Vall!”

Benar, wanita paruh baya itu adalah Yura Izana. Seorang model terkenal yang memiliki paras bak Dewi Aphrodite. Karirnya seperti puncak Gunung Everest yang sangatlah tinggi. Hal itu diyakini banyak orang karena dirinya masih dapat bertahan pada dunia industri ini meskipun usianya sudah tidak belia lagi.

“Nolan, ini dia yang waktu itu tante bilang ke mama kamu sama kamu. Daripada mama kamu nyari model lain di luar sana yang masih belum pasti, mending pake Valle aja. Tante jamin kerja dia itu bagus.” ucap Yura kepada Nolan yang membuat Valle kembali bingung.

Apa tadi katanya? Tante? Yura Izana mempunyai keponakan gila seperti pria ini?!

Karena tidak kunjung mendapatkan respon dari keduanya Yura akhirnya berbicara kembali, “Kapan-kapan kita makan malam bareng ya, Vall? Sama Nolan juga.”

Suara nada dering yang berasal dari ponsel milik Yura menginterupsi perbincangan mereka bertiga. Ralat, mungkin lebih tepat jika disebut dengan monolog Yura sebab daritadi hanya dirinya sendiri saja yang bersuara.

Setelah mengucapkan salam penutup untuk mengakhiri pembicaraanya dengan orang yang ada di seberang sana. Yura memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya. “Tante lagi ada urusan penting nih, jadi ngobrolnya kita lanjut pas waktu makan malam aja ya. Valle, duluan ya,” pamit Yura kemudian bergegas pergi dari sana untuk segera menyelesaikan urusannya.

Valle dan Nolan memandangi punggung Yura terus yang semakin lama semakin menghilang dari pandangan keduanya. “Lo?” Belum selesai Valle mengucapkan kalimatnya, Nolan langsung memotongnya, “Iya, Yura Izana tante gue,” jelasnya seakan-akan pria itu bahwa wanita yang ada di depannya ini akan bertanya demikian.

Mengapa dunia ini sangatlah sempit sekali? pikir Valle.

Gerakan tangan Nolan yang refleks memegang lengan Valle kemudian sedikit menyeret dengan pelan tubuh wanita itu untuk berada di belakangnya membuat Valle lagi-lagi terkejut. Nolan ini memang suka tiba-tiba membuat Valle kaget ya?

Kedua mata Valle tidak lepas terus memandangi jemari Nolan yang kini melingkar dengan manis pada lengan bawahnya. “Woi bro! Kita cariin, eh malah di sini lo!” suara bass milik Jacob yang terdengar cukup keras membuat Valle mengangkat kepalanya yang tadi sedikit tertunduk.

“Eh, lo model yang terakhir itu kan ya? Va Va? Vall? Vallesha? Bener kan?” tanya Rego yang membuat Nolan merotasikan bola matanya jengah. Sebab pria itu sudah berusaha menyembunyikan keberadaan Valle, namun sayangnya teman-temannya tetap mengetahuinya.

Entah juga apa alasan Nolan sampai dirinya harus membuat Valle tertutupi oleh tubuh besar nan tinggi miliknya sekarang.

“Kalian cabut duluan aja, nanti gue nyusul.”

Satu kalimat yang meluncur dari mulut Nolan itu memang seperti kalimat pada biasanya saja. Namun tidak bagi ketiga temannya yang lain, sebab kalimat itu terdengar seperti ultimatum yang sengaja diberikan olehnya untuk mereka.

Mereka semua tidak ada yang berani untuk melawan Nolan. Hal itu dapat terlihat dengan jelas ketika mereka bertiga langsung menurutinya dan pergi berlalu dari sana meninggalkan Nolan dan Valle berdua.

Namun sebelumnya, Khava sempat curi-curi pandang untuk dapat melihat wajah Valle sebelum dirinya pergi. Dirinya merasakan ada hal yang berbeda ketika tadi sedang melihat Valle saat acara fashion show pada Festival CLF berlangsung.

Rasanya seperti bertemu dengan orang yang selama ini dirinya cari-cari, mungkin? Entahlah tidak ada yang tahu, bahkan Khava sendiri pun juga bingung. Yang pasti, rasa itu bukan rasa biasa ketika dirinya berjumpa dengan wanita-wanita sebelumnya.

Setelah teman-temannya pergi, Nolan kembali bertanya kepada Valle, “Jadi gimana? Lo beneran gak mau bilang makasih dulu ke gue sebelum gue pergi?” Pertanyaan itu lagi. Sumpah demi apapun, Valle muak mendengarnya.

“Lo sendiri gimana? Gak mau minta maaf dulu atas apa yang lo lakuin tadi ke gue?!” Valle mendesak Nolan.

Menurut wanita itu sudah sepatutnya pria gila ini yang mengucapkan kata maaf kepadanya terlebih dahulu bukan? Memang benar jika perbuatannya itu mengandung niat baik untuk dapat membantunya. Namun, Valle kan tidak pernah meminta bantuannya seperti itu?!

“Gue gak akan minta maaf kalo lo belum terima kasih dulu ke gue,” final Nolan yang membuat Valle menjadi geram.

“Gak akan! Gue gak mau bilang makasih ke lo!” seru Valle yang terdengar mantap.

“Ya udah gak apa-apa, lagian gue juga gak mau minta maaf ke lo juga.”

Setelah mengatakan kalimat itu, Nolan membalikkan tubuhnya dan mulai melangkah pergi begitu saja menghiraukan teriakan Valle yang mencaci maki dirinya di belakang.

“DASAR COWO GILA!” “COWO JADI-JADIAN!”

by scndbrr