Kali Pertama, Begitu Tulus.

Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Nolan, Valle bergegas bangkit dari posisi duduknya. Wanita itu berjalan ke arah taman yang berada di belakang vila ini.

Ketika dirinya baru saja melewati dapur, terdengar suara sahabat karibnya yang membuat Valle mau tak mau menghentikan langkahnya, “Vall, lo mau ke mana?”

Itu tadi adalah Syakira.

Syakira mendekat ke arah Valle sambil membawa satu gelas kaca yang berisikan air putih di dalamnya. Sepertinya sahabatnya itu merasa haus dan memutuskan untuk mengambil minum di dapur, pikir Valle.

Valle menatap Syakira dengan tatapan gugup. Entah juga apa alasan wanita itu. Memangnya dirinya habis berbuat kesalahan apa sehingga membuatnya bersikap demikian?

Benar juga. Valle tidak mungkin memberitahukan alasannya yang sebenarnya kepada Syakira. Wanita itu tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya akan menemui Nolan di taman belakang, bukan?

Tapi tunggu dulu, pertanyaannya sekarang adalah menagapa tidak mungkin? Bukankah tanpa diberitahu oleh dirinya pun Syakira juga akan tahu ya?

Maksudnya di sini adalah, Syakira yang mengetahui hubungan antara Valle dan Nolan.

Syakira memang orang yang kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya, atau dalam bahasa gaulnya itu “lemot”. Namun jangan salah, jika urusan seperti ini dirinyalah yang justru paling peka.

Kembali lagi. Ketika Valle masih saja terus memutar otaknya untuk memaksa organ tubuhnya itu memikirkan alasan yang paling logis, kalimat berikutnya yang meluncur begitu saja dari mulut Syakira membuat wanita itu tertegun sejenak.

“Ya udah gih sana buruan, kasian itu si Nolan nungguin lo.”

Valle mengerjapkan matanya berulang kali. Dirinya menatap Syakira yang kini sedang menatapnya juga dengan tatapan jahil.

Valle mengerucutkan bibirnya begitu dirinya melihat sahabatnya ini mengerlingkan mata ke arahnya. Syakira yang melihat hal itu langsung terkekeh karena dirinya telah sukses menangkah basah sahabatnya.

Sebelumnya Syakira pergi dari hadapan Valle, dirinya menyempatkan waktunya untuk menggoda Valle dengan menepuk-nepuk pelan bahu wanita itu kemudian mengucapkan satu kalimat tanpa bersuara.

“Go bestie! go bestie! go! go!!”

Valle menatap sengit ke arah Syakira karena dirinya tahu jika sahabatnya sedang mengolok-ngolok dirinya dengan candaan.

Syakira kemudian berlalu meninggalkan Valle untuk menuju kembali ke ruang tengah, tempat di mana semua orang kini tengah berkumpul.

Jika ditanya apakah dirinya tidak merasa canggung tanpa kehadiran Valle, sahabatnya itu di sisinya. Jawabannya adalah tidak.

Sebab perempuan itu ternyata sudah terlampau dekat dengan Jacob. Ternyata setelah pertemuan pertama kali mereka di acara Festival CLF yang diselenggarakan tempo hari, mereka berdua mulai saling mengenal satu sama lain lebih dekat.

Jacob boleh saja kalah dari Rego dan berakhir dengan dirinya yang tidak dapat mendapatkan baju yang dipakai oleh Syakira waktu itu.

Namun, perihal memikat hati seorang wanita jangan pernah kalian meragukan kemampuan pria ini. Sebab, dirinya bahkan mendapat julukan sebagai “Casanova”.

Untuk lebih jelasnya bagaimana hubungan yang sedang terjalin diantara Jacob dan Syakira, alangkah lebih baiknya jika kalian sendiri yang menanyakan hal tersebut kepada mereka berdua, ya?

Atau justru lebih baik jika kita semua dapat menghargai privasi keduanya dengan menutup mulut dan tidak bertanya yang aneh-aneh.

Setelah sahabatnya tadi sudah menjauh, Valle kembali melangkahkan kedua kakinya untuk meneruskan niatnya yang sempat tertunda.

Menemui Nolan.

Begitu dirinya sudah sampai di ambang batas pintu belakang yang menjadi penghubungan ruangan dapur dengan taman belakang yang dilengkapi oleh fasilitas kolam renang, Valle menyipitkan kedua matanya berusaha untuk menyisir tempat tersebut.

Sebenarnya Valle tidak memiliki masalah apapun dengan matanya, namun jika sudah malam bukankah semua orang juga akan mengalami permasalahan yang sama?

Seperti cosplay menjadi orang yang memiliki rabun jauh misalnya.

Nolan yang dapat melihat dengan jelas bahwa Valle sedang kesulitan untuk dapat menemukan dirinya yang sedang terduduk pada salah satu kursi taman, berinisiatif untuk mengangkat tangan kanannya kemudian memberikan lambaian.

“Sini, Sha!” seru Nolan dengan suara baritonnya yang membuat Valle memalingkan wajahnya ke arah sumber suara tadi.

Valle yang merasa bersalah karena dirinya telah membuat Nolan menunggu terlalu lama langsung berlari ke arah pria itu.

Namun sayangnya karena wanita itu tidak memperhatikan jalanan yang ia lewati, alhasil sekarang dirinya harus tersungkur dan hampir terjorok ke dalam kolam renang.

Meskipun demikian sepertinya sang Dewi Fortuna masih berpihak kepada Valle. Hal itu terbukti dengan tubuhnya yang tidak perlu mencoba dinginnya air pada malam hari ini, atau dengan kata lain wanita itu tidak tercebur ke dalam kolam renang.

“Sha!” pekik Nolan terkejut melihat Valle yang baru saja tersandung.

Rupanya tadi salah satu kaki wanita itu menjerat kakinya sendiri yang lain. Tampaknya kita memang tidak boleh untuk melupakan nama lengkap wanita itu.

Vallesha Ceroboh Eleanor.

Nolan segera bergegas untuk menghampiri Valle yang masih terduduk di atas rumput. Pria itu dengan segera mengulurkan tangannya untuk membantu Valle berdiri.

“B-bentar dulu. Sakit,” lirih Valle yang meringis kesakitan.

Nolan sedikit merendahkan tubuhnya dan berakhir dengan berjingkok tepat di samping Valle.

Pria itu mengusap lutut Valle yang lecet, “Berdarah gini, pasti sakit banget ya?” tanya Nolan tanpa menatap wajah Valle dengan suara lembutnya yang terdengar begitu khawatir.

Valle sedikit tersentak begitu merasakan tiupan ringan yang dilakukan oleh Nolan pada lututnya yang terluka tadi, “Lain kali, hati-hati ya. Sayang kan, badan kamu jadi luka,” nasihat Nolan yang kini menatap lekat kedua netra Valle.

Ada rasa aneh yang membuncah di dalam diri Valle yang sukses membuat suhu tubuh dirinya sekarang menjadi meningkat, “G=gue gapapa kok!” celetuk Valle tiba-tiba yang langsung berdiri.

Valle berjalan dengan sedikit tertatih untuk dapat mendudukkan dirinya di salah satu kursi taman yang terletak tidak jauh dari sana.

Nolan sedikit kebingungan dengan tindakan Valle barusan, namun dirinya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Pria itu mengekori Valle dan berakhir mendudukkan dirinya tepat di samping Valle.

Hening.

Diantara keduanya tidak ada yang berbicara barang satu patah kata pun. Mereka berdua kompak membungkam mulutnya seolah-olah sebelumnya sudah diberikan briefing terlebih dahulu.

Pada awalnya Valle menatap lurus depan. Wanita itu tidak menyadari jika pria yang ada di sisinya sekarang ini tengah memandangi wajahnya sejak tadi.

Ketika Valle menolehkan kepalanya ke arah Nolan, wanita itu berjengit ke belakang karena jarak wajahnya yang begitu dekat dengan Nolan.

“Katanya tadi lo mau ngomong, jadi nggak?” tanya Nolan yang membuat Valle menghadap ke arahnya lagi.

Sebelum berbicara, Valle berdeham singkat dan berusaha untuk membasahi kerongkongannya dengan menela air salivanya sendiri. Entah mengapa, namun tenggorokan wanita itu tiba-tiba terasa sangat kering.

“Soal yang tadi, gue—”

“Jangan. Jangan diterusin,” potong Nolan dengan cepat.

Valle mengernyitkan dahinya bingung dengan maksud Nolan barusan. Sebenarnya apa yang diinginkan oleh pria ini? Bukankah tadi pria itu sudah mempersilahkan dirinya untuk berbicara? Lantas mengapa disela begitu saja?

Nolan yang melihat Valle memahaminya, “Maksud gue jangan diterusin, jangan diterusin apa yang lo mau bilang tadi.”

Pria itu mengubah posisi duduk menjadi sedikit ke samping, ke arah Valle. Hal itu membuat tubuhnya menghadap seluruhnya ke wanita tersebut.

“Mau minta maaf kan?” tanya Nolan yang sengaja menjeda ucapannya.

“Lo gak perlu bilang kata itu. Cewe gak seharusnya bilang kata maaf dengan mudah ke cowo cuma buat hal kecil apalagi kalo itu bukan kesalahannya,” lanjut Nolan.

Pria itu menyugar rambut hitam legamnya ke arah belakang, “Gue bukannya ngajarin lo jadi cewe yang gak tau diri ya. Gue mau bilang kalo gue gak akan buat lo ngucapin kata itu, setidaknya buat gue sendiri aja.”

“Lo gak salah, Sha. Di sini tuh gue yang salah. Gue terlalu gegabah ya?” tanya Nolan lagi yang mengakhiri kalimatnya dengan hembusan napasnya yang berat.

“Maaf,” lirih pria itu sambil memandang ke arah ujung jari-jari kakinya yang terekspos begitu saja lantaran dirinya menggunakan sandal.

Valle menatap lamat-lamat ke arah Nolan. Wanita ini menunggu Nolan untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam isi pikiran dan hati pria itu.

“Gue takut, Sha. Takut banget,” Nolan mengalihkan pandangannya untuk menatap ke arah langit. Malam hari ini langit dipenuhi oleh banyak taburan bintang yang membuatnya menjadi gemerlapan. Sinar rembulan yang tidak begitu menyorot juga menambah kesan yang syahdu.

Nolan menyandarkan punggung tegapnya pada badan kursi taman, “Semuanya baru pertama kali soalnya buat gue Sha,” ucapnya sambil memejamkan kedua matanya.

“Lo orang pertama yang buat gue kaya gini. Jatuh, sejatuh-jatuhnya.”

“Gue gak tau dan bahkan juga gak pernah nyangka kalo gue bisa kaya gini. Tapi, ternyata gue bisa,” Nolan terkekeh menertawai keanehan dalam hidupnya sendiri.

Keanehan yang membuat dirinya melanggar prinsipnya sendiri.

“Sha, gue tau kalo otak lo itu cerdas. Masih bisa berfungsi. Lo gak mungkin jadi perebut suami orang lain kan?” tanya Nolan yang kini sudah kembali membuka kedua matanya dan sedang menatap lurus ke arah manik Valle.

Valle menghindari tatapan yang diberikan oleh Nolan. Wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah samping.

“Tenang aja, Sha. Gak harus gue kok. Lo bisa ngelupain Morgan sama orang lain. Gak harus gue,” tekan Nolan pada setiap kalimatnya.

Kedua tangan Nolan terulur untuk meraih pundak Valle. Tangannya tadi berusaha untuk menghadapkan Valle ke arahnya, “Tapi, gue boleh minta satu hal gak, Sha?”

Valle mengangkat dagunya sebagai respon atas pertanyaan Nolan barusan kepadanya. Gerak tubuhnya tadi seolah-olah menanggapi Nolan untuk menyuruhnya melanjutkan kalimatnya.

“Jangan nyuruh gue berhenti ya? Jangan pernah nyuruh gue buat berhenti.”

“Kita kaya gini aja. Gue mau nyoba berjuang buat lo. Gue mau perjuangin lo sebisa gue. Gue mau buat lo juga bisa ngrasain hal yang lagi gue rasain sekarang.”

“Lo cukup diem aja di sana, Sha. Lo gak perlu ngapa-ngapain. Biar gue yang dateng ke lo.”

“Setidaknya biarin gue kaya gini sampe gue ngrasa capek sendiri, boleh?” tanya Nolan kembali sambil merapikan anak rambut Valle yang sedikit berantakan. Pria itu kemudian mengusap pelan rambut Valle dengan penuh kasih sayang.

Valle memaku tatap pada iris kehitaman milik Nolan. Dirinya menyelami mata indah itu untuk mencari sesuatu. Benar saja, sesuatu yang dicarinya itu terdapat di sana. Bahkan terlihat dengan jelas.

Ketulusan.

Mau berapa kali pun wanita itu mencoba untuk melihatnya. Tetap satu jawaban itulah yang muncul. Di sana, tatapan yang terpancar begitu tulus membuat hati siapapun orang yang melihatnya menjadi menghangat.

Hal baik apa yang dilakukan oleh Valle pada kehidupan lampaunya, sehingga wanita itu dapat berjumpa dengan sosok ciptaaan Tuhan yang begitu tulus ini?

Apa yang membuat sosok tadi dapat menjatuhkan hatinya kepada Valle sampai terlalu dalam, bahkan melebihi dari dalamnya Palung Mariana?

Jika tadi dikatakan bahwa semua ini adalah kali pertama Nolan merasakan terdapat kupu-kupu yang bertebangan di dalam perutnya ketika menghabiskan waktunya dengan Valle, di sisi lain kita mempunyai Valle yang juga baru pertama kali merasakan hal ini.

Perasaan dicintai dengan ketulusan yang begitu mendalam.

Rasanya ingin sekarang juga Valle mengatakan bahwa dirinya siap menerima pria itu.

Rasanya tidak ingin Valle melewatkan kesempatan emas yang telah diberikan oleh pemilik semesta ini kepadanya.

Rasanya ingin segera Valle dapat mengambil tinta dan buku baru untuk menuliskan kembali kisah cintanya dengan cerita yang baru.

Namun sayangnya semuanya tidak semudah ketika kita membalikkan telapak tangan kita begitu saja. Terlalu mudah dan terlalu ringan.

Meskipun Valle terlihat bodoh di mata kalian semua karena masih saja memiliki perasaan yang belum tuntas dengan laki-laki yang jelas-jelas sudah menjadi suami orang, namun nyatanya wanita itu masih memiliki nurani.

Wanita itu tidak mau hanya sekedar melampiaskan kekosongan hatinya kepada Nolan. Dirinya tidak mau Nolan hanya dijadikan sebagai pelarian sesaat.

“Woi!”

“Sianjing! Udah dicariin ke mana-mana juga, eh gataunya malah enak-enakan beduaan di sini!”

Suara teriakan tadi menginterupsi Nolan dan Valle yang tengah saling mengadu tatap. Rupanya orang yang menggangu mereka berdua adalah Jacob.

Pria itu terlihat menahan kesalnya ketika dirinya memandang temannya yang sedang menatap polos ke arahnya, seperti orang yang tak merasa sudah berbuat kesalahan apa pun.

Nolan memutarkan kedua bola matanya jengah karena dirinya merasa terusik dengan kehadiran Jacob di sana, “Apaan sih lu?” tanya Nolan dengan nada sewotnya.

“Apaan-apaan! Noh, anak-anak pada mau main kartu di dalem. Cepetan masuk, biar tembah rame jadinya,” jelas Jacob yang sudah membalikkan badannya hendak berjalan mendahului mereka.

Nolan berdecak sebal, “Nggak ah! Gue gak mau ikut,” serunya yang membuat Jacob menghentikan langkah kakinya dan kembali menghadap ke arah mereka.

“Dih? Yaudah! Vallesha ikut ya, Vall?” mohon Jeno yang kini tengah memasang raut wajah sok imutnya itu membuat Nolan memandanginya dengan tatapan horor.

Valle menganggukkan kepalanya kemudian bangkit berdiri, “Ayo!” Jacob tersenyum lebar begitu dirinya mendapati jawaban dari Valle. Pria itu berjalan di depan sana dengan Valle yang mengekori di belakangnya.

Nolan hanya bisa mendengus kemudian juga turut mengikuti kedua orang tadi. Pria itu berusaha mengambil langkah lebar untuk dapat menyusul Valle.

Tiba-tiba saja Valle merasakan tubuhnya terbalut oleh potongan kain tebal yang diyakini dirinya sendiri itu merupakan sebuah jaket.

“Dingin. Biar lo gak masuk angin,” ucap Nolan pelaku yang baru saja memasangkan jaket pada tubuh Valle.

Nolan?!

by scndbrr