Pembuka Hati

Setelah mendapatkan pesan dari orang yang akan menjemputnya hari ini, maka Valle bergegas untuk segera keluar dari rumahnya dan menghampiri orang tersebut.

Ketika wanita itu baru saja menginjakkan kakinya di lantai dasar rumahnya karena memang kamar miliknya berada di lantai dua, Valle dikejutkan oleh kehadiran kakak perempuannya tepat di hadapannya.

“Mau ke mana kamu?”

Satu kalimat pertanyaan yang meluncur dari mulut Yumna membuat Valle gelagapan. Wanita itu bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan kakaknya barusan. Karena dirinya sangat tahu jika mengatakan alasan yang sebenarnya dirinya keluar rumah saat ini akan membuat Yumna menjadi naik pitam.

Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban atas pertanyaannya dari lawan bicaranya ini, maka Yumna kembali bertanya lagi kepada adiknya, “Lee? Kakak tanya, kamu mau ke mana?”

Pandangan Valle yang sempat kosong dan pikirannya yang tiba-tiba blank membuat dirinya terlihat seperti orang linglung sekarang ini. Valle menelan ludahnya dengan susah payah memikirkan alasan yang dapat membuat kakaknya meloloskan dirinya.

“Kamu mau ke pernikahan-”

Ting tong Ting Tong.

Suara bel rumah yang berbunyi dengan begitu nyaring mengalihkan perhatian kakak-beradik itu. Tidak mau membuat tamu yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya itu menunggu lama, maka Yumna langsung menuju ke depan untuk membukakan pintu.

Valle yang kini ikut mengekori Yumna merasakan panas dingin sebab dirinya tahu betul siapa tamu itu. Membayangkan pria di depan sana harus berhadapan dengan kakaknya sekarang membuat perutnya menjadi mulas.

“Siapa ya?” ucap Yumna bertanya kepada sosok yang begitu asing di hadapannya begitu dirinya sudah membuka pintu yang menjadi sekat antara dirinya dan orang tadi.

Tidak dapat dipungkiri Nolan sedikit terkejut begitu melihat Yumna yang menyambutnya, bukan seorang wanita yang telah dipikirkannya sejak semalam. Hal itu terlihat jelas dari raut wajah pria itu.

Namun ketika Nolan menangkap bayangan Valle yang berdiri di belakang orang yang baru saja membukakan pintu bagi dirinya itu, seolah-olah membuat pria ini menjadi paham akan situasi yang sedang terjadi sekarang.

Nolan menyunggingkan senyuman tipisnya ke arah Yumna kemudian mengulurkan tangan kanannya berniat untuk menjabat tangan Yumna, “Selamat pagi kak, kenalin saya Nolan. Pacarnya Valle.”

Deg.

Gila adalah kata yang memenuhi otak Valle sekarang ini begitu indera pendengarannya mencerna kalimat yang keluar dengan mulus dari mulut Nolan.

Sepertinya julukan yang diberikan Valle kepada pria itu memang sesuai. Pria gila. Karena sungguh, Nolan sepertinya belum lama ini mendapatkan cedera pada kepalanya yang membuatnya menjadi tidak waras sekarang.

Bagaimana bisa pria itu berkata demikian dengan begitu santai? Padahal tadi ketika Valle telah sedikit memberikan kode melalui matanya dan pria itu tampak memahami keadaannya Valle dapat sedikit bernapas lega.

Namun, begitu kalimat tadi yang sampai saat ini masih terngiang-ngiang di kepala Valle terlontar maka harapannya langsung runtuh luluh lantak tak tersisa begitu saja.

Memang pemilik semesta ini seakan-akan memberikan tanda kepada Valle melalui kejadian hari ini bahwa dirinya tidak diperbolehkan untuk menghadiri acara ikrar janji suci mantan kekasihnya.

Valle sangat mengenal sosok Yumna kakaknya itu. Dapat dikatakan Yumna lebih overprotektive kepada Valle dibandingkan dengan ayah dan bundanya sendiri. Hal itu memang Yumna lakukan atas dasar rasa kasih sayangnya sebagai seorang saudari kepada adiknya.

Sebetulnya Valle sangat senang dan merasa beruntung karena memiliki seorang kakak seperti Yumna, kakak yang siap melakukan apapun untuknya demi melindungi dirinya. Namun, di sisi lain terkadang sikap Yumna membuat Valle seperti tinggal di dalam sebuah sangkar.

Bahkan ketika Valle ketahuan telah menjalin hubungan secara diam-diam dengan Morgan ketika dirinya masih mengenyam pendidikannya di perguruan tinggi membuat Yumna tidak menyukai kehadiran Morgan.

Maka dari itu Valle tahu betul jika kakaknya akan marah besar kepada Nolan yang pada hari ini terang-terangan mengaku sebagai kekasihnya. Padahal faktanya Valle pun sangat enggan berjumpa lagi dengan pria jadi-jadian ini.

Yumna terlihat sedang memandangi Nolan dengan tatapan yang sulit diartikan. Kedua bola matanya seakan-akan mengeluarkan laser untuk memindai Nolan dari ujung rambutnya hingga ke ujung kaki pria itu.

Setelah mengangguk-anggukkan kepalanya, Yumna menatap lurus ke arah mata Nolan yang juga dibalas dengan Nolan. Pria itu tidak terlihat gelisah dan berusaha untuk menghindari tatapan yang bagi orang lain terlihat sangat mematikan.

“Oh pacarnya Valle ya?” tanya Yumna kembali untuk memastikan sekali lagi. Nolan kembali tersenyum dan sedikit mengangguk ke arah Yumna, “Iya kak, betul. Saya pacarnya Valle.”

“Terus sekarang mau ngapain kamu ke sini?” tanya Yumna lagi. Nolan sedikit melirik Valle yang masih setia untuk menundukkan kepalanya karena takut jika kakaknya mengusir Nolan begitu saja. “Mau kondangan ke mantannya Valle, kak. Ke pernikahannya Morgan.”

Valle mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk dan menatap Nolan tidak percaya. Bagaimana bisa pria itu mengatakan alasan yang sebenarnya di saat dirinya sendiri tadi bersusah payah memikirkan berbagai alasan masuk akan yang lain untuk dapat dikatakan kepada kakaknya?

“Kondangan? Mantannya Valle? Morgan maksud kamu?” pertanyaan-pertanyaan terus keluar dari mulut Yumna karena dirinya sedikit terkejut dengan jawaban dari pria yang mengaku sebagai kekasih adiknya.

Yumna sempat berpikir jika pria ini akan mengatakan kepada dirinya bahwa dia akan membawa Valle jalan-jalan menikmati akhir pekan ini dengan berkencan.

Sebetulnya Yumna juga sudah mengetahui ke mana mereka berdua akan pergi karena terlihat jelas dari dress code yang digunakan. Namun, Yumna pikir kekasih adiknya akan memilih berbohong kepadanya untuk membuat semuanya menjadi lebih mudah.

Namun ternyata tidak. Nolan memilih untuk berkata jujur apa adanya kepada dirinya tanpa menyembunyikan apapun. Entah mengapa timbul rasa percaya yang membuat Yumna memberikan point plus kepada Nolan.

“Oke kalau gitu, kondangannya gak sampai malam kan?” tanya Yumna pada akhirnya yang memberikan izin kepada Nolan untuk membawa pergi Valle.

“Enggak kak, paling sebentar doang kok,” jawab Nolan dengan mantap. Terbesit rasa bangga ketika dirinya berhasil meluluhkan Yumna meskipun keringan dingin sudah menghiasi pelipisnya.

“Ya udah sana berangkat nanti telat,” ucap Yumna sambil menarik pelan tangan Valle yang berdiri di belakangnya kemudian sedikit mendorong tubuh adiknya itu ke arah luar.

“Kita berdua pamit pergi dulu ya kak,” pamit Nolan sebelum melangkahkan kakinya keluar dari dalam rumah besar yang bernuansa monokrom ini.

“Hati-hati di jalan, kamu nyetir mobilnya yang bener,” ingat Yumna kepada Nolan yang dibalas acungan kedua jempol tangan dari pria itu, “Siap kak, makasih kak.”


Valle duduk di kursi penumpang yang ada di depan tepat di samping Nolan yang sedang mengemudikan mobilnya. Wanita itu menatap kosong ke depan dan pikirannya masih memutar kejadian yang baru saja dialami olehnya.

Tidak mungkin, pikirnya.

Bagaimana bisa kakaknya itu mengizinkannya pergi dengan semudah ini? Bukankah tadi terlihat jelas aura menyeramkan yang bersiap untuk menghadang dirinya ketika mengatakan akan pergi untuk datang ke acara orang yang kakaknya itu tidak sukai?

Namun, mengapa Nolan dapat denga mudah mendapatkan izin dari sang kakak dan membuat dirinya dan pria itu duduk bersebelahan untuk menuju ke tempat tujuan mereka berdua pada pagi hari ini?

Menurut Valle, semua hal yang terjadi masih sangat janggal. Itu sebabnya dirinya tidak menyadari Nolan yang sempat beberapa kali curi-curi pandang ke arahnya sekarang ini.

Nolan, pria itu sebetulnya tahu apa alasan Valle menjadi pendiam di dalam mobil ini. Bukan karena wanita itu merasa canggung dengan dirinya, namun jika tidak salah tebak menurutnya Valle masih memikirkan kejadian tadi.

Karena tidak mau mengganggu waktu Valle yang terlihat butuh ketenangan tanpa ada yang mengusik dirinya, Nolan memilih untuk fokus menyetir mobilnya saja agar dapat segera sampai.

Itu adalah hal yang diinginkan oleh Nolan, namun sayangnya paras cantik dari seorang Vallesha Eleanor mampu mengalihkan segalanya dari pria itu.

Berulang kali Nolan menggelengkan kepalanya untuk dapat mengusir wajah cantik Valle yang hanya dirias dengan menggunakan make up yang tipis pada benaknya.

Nolan tidak mampu menghempaskan bayang-bayang Valle ketika orang yang sedang memenuhi pikirannya itu berada tepat di samping dirinya sendiri.

Sepertinya hari ini prinsip pria itu akan kembali patah kembali.


Setelah melewati perjalan yang dapat dikatakan cukup memakan waktu yang lama, akhirnya mereka berdua telah sampai di Hotel Sanjaya tempat Morgan dan Aurora melangsungkan acara resepsi pernikahan keduanya.

Ketika mereka berdua baru saja memasuki ruangan yang merupakan tempat acara digelar, tiba-tiba saja Nolan berdiri tepat di depan Valle membuat badannya yang tinggi nan tegap itu menghalangi pandangan Valle.

Suara riuh tepuk tangan dan siulan meledek yang terdengar dari orang-orang yang terdapat di gedung ini membuat dahi Valle mengernyit kebingungan sebab dirinya tidak tahu di depan sana terjadi hal apa.

Semuanya tentu karena Nolan. Jika saja pria itu tidak berada di depannya seperti pada sekarang ini, pastilah Valle juga sudah mengetahui hal yang membuat orang-orang tadi berbuat demikian.

“Lo ngapain sih? Minggir anjir!” kesal Valle karena memang mood wanita itu sedang tidak bagus. Tentu saja begitu, sebab siapa yang akan memiliki mood yang bagus ketika datang ke pernikahan mantan?

“Bentar dulu,” jawab Nolan sekenanya.

Valle berdecak kesal, kesabaran wanita itu sedang diuji oleh tingkah menyebalkan Nolan yang menurutnya sudah kelewatan. “Gue bilang awas gak?!” geram Valle yang sedikit meninggikan nada bicaranya.

Valle berniat untuk melewati tubuh Nolan karena pria yang menghalangi pandangannya ini tidak kunjung mau menyingkir.

Namun hal itu tidak dapat dilakukan oleh Valle ketika Nolan tiba-tiba saja menarik pergelangan tangannya untuk menghentikan niat Valle kemudian beralih untuk memegangi pundak wanita itu.

“Gue mohon, tunggu sebentar aja, please.”

Kedua netra yang berwarna hitam pekat milik Nolan memancarkan ketulusan yang dapat dilihat dengan jelas oleh Valle. Seolah-olah terhipnotis, Valle mengangguk ragu mengiyakan permintaan dari Nolan barusan.

Mereka berdua saling mengadu tatap dalam waktu yang cukup lama. Sepertinya mereka lupa jika sekarang mereka berada di tempat terbuka yang penuh dengan manusia-manusia lain.

Namun biarkanlah, lagipula semua orang yang ada di sini juga sedang terlihat antusias dengan hal lain yang tentunya bukan mereka berdua. Hal itu adalah yang membuat Nolan berbuat demikian kepada Valle.

Apa yang sedang terjadi di depan sana membuat Nolan ingin sekali rasanya membawa Valle keluar dari tempat ini secepatnya. Namun hal itu terlalu beresiko dan justru dapat membuat Valle melihatnya secara langsung.

Sejujurnya Nolan juga tidak tahu mengapa dirinya melakukan hal ini. Seolah-olah dikomando oleh otak dan anggota tubuhnya lain, pria itu mendadak ingin berlaku demikian.

Perasaan ini bukan seperti pada waktu pertama kali dirinya melakukannya. Bukan atas dasar rasa kasihan kepada wanita ini. Hanya saja karena rasa khawatir dan rasa takut wanita ini merasakan perasaan sakit ketika melihatnya.

Nolan setidak mau itu melihat Valle menahan tangis seperti pada tempo hari. Entah mengapa hati dan pikirannya bekerja sama dengan sebaik mungkin untuk dapat mencegah hal itu terjadi lagi.

Karena menurutnya, ketika melihat Valle sakit, di situ dia juga akan merasakan hal yang sama. Sakit juga.

Di depan sana sepasang suami-istri yang baru saja meresmikan hubungan mereka terlihat sedang saling menyalurkan rasa cinta mereka melalui pagutan lembut yang diberikan oleh keduanya.

Itu adalah yang tidak ingin Nolan perlihatkan kepada Valle. Nolan tahu jika mungkin saja Valle akan merasa biasa saja. Namun, Nolan tidak dapat menjamin di belakang nanti Valle akan seperti apa.

Maka dari itu, lebih baik mencegah daripada mengobati adalah prinsip Nolan saat ini.

Ketika kedua belah bibir pasangan di depan sana telah berhenti saling menjelajah. Nolan pun menurunkan tangannya dari pundak Valle dan menyingkirkan tubuhnya begitu saja.

“Kita salaman sama pengantinnya aja terus langsung pulang ya?” tanya Nolan dengan suaranya yang begitu lembut membuat Valle sedikit terkesima.

Valle mau melangkah duluan namun Nolan tiba-tiba saja meraih tangan Valle dan melingkarkannya pada lengan miliknya sendiri. Hal itu membuat Valle berhenti dan terdiam sejenak hingga suara Nolan kembali menginterupsinya.

“Ayo.”

Kepala wanita itu mengangguk dengan terpatah-patah dan dirinya terpaksa mengikuti ke mana arah kedua kaki jenjang Nolan membawanya sebab tangan mereka kini saling bertaut.

Akhirnya tibalah Valle tepat di hadapan Morgan -mantan kekasihnya itu. Ada sedikit rasa nyeri yang menyerang hatinya ketika melihat bagaiman Morgan menggenggam tangan istrinya dengan begitu erat.

“Vall?” panggil Morgan yang menyadarkan Valle dari lamunannya. Morgankembali bertanya kepada Valle lantaran dirinya penasaran dengan sosok yang diajak oleh Valle ke sini, “Ini siapa Vall?”

Ketika Valle ingin menjawab pertanyaan Morgan, Nolan langsung menyelanya begitu saja, “Gue Nolan, calonnya Valle,” ucapnya dengan tegas yang membuat Morgan menatapnya tidak percaya.

“K-kamu udah punya pacar? Sejak kapan, Vall?” tanya Morgan lagi yang tidak menggubris uluran tangan Nolan. Pria yang baru saja mengganti statusnya menjadi suami orang itu memusatkan seluruh atensinya kepada Valle. Dirinya tidak sabar menunggu jawaban Valle.

Valle yang notabenenya memang belum mempunyai tambatan hati lagi setelah memutuskan hubungannya dengan Morgan enam bulan yang lalu menjadi bingung harus menjawab pertanyaan Morgan sekarang ini.

Nolan yang sadar akan gerak-gerik Valle yang sedikit gelisah kembali membuka mulutnya untuk bersuara, “Gak lama setelah Esha putus dari lo. Btw, makasih ya bro, makasih karna lo udah ngelepasin Esha buat gue.”

Setelah mengatakan hal itu Nolan membawa Valle pergi dari sana tanpa berbasa-basi lebih lama lagi meninggalkan Morgan yang menatap nanar kedua punggung mereka yang kian menjauh.

Ini adalah pertama kalinya ada yang mengatakan dengan sangat gamblang, bahwa bukan Valle yang ditinggalkan melainkan Valle yang meninggalkan.

Mungkin bagi segelintir orang, ketika kata perpisahan menjadi perhentian akhir dari pelayaran sebuah kisah cinta, maka tidaklah terlalu penting siapa yang mengakhirinya.

Namun pada kasus Valle, baik antara Valle dan Morgan memang tidak ada yang saling mengucapkan kata berhenti. Namun, seolah-olah mengikuti hukum alam yang berlaku mereka berdua hanya tetap terus melanjutkan hidupnya masing-masing dengan jalan pilihannya masing-masing juga.

Sehingga sampai sekarang tidak jelas siapa yang meninggalkan dan siapa yang ditinggalkan.

Akan tetapi kebanyakan orang akan mengira bahwa Valle adalah pihak yang ditinggalkan karena banyaknya kekurangan yang ada pada dirinya.

Hal itu membuat Valle kehilangan kepercayaan dirinya untuk dapat membangun sebuah hubungan baru, menuliskan cerita kasihnya pada buku yang baru pula. Karena semuanya akan kembali kepada rasa ketakutannya yang pernah gagal dalam berhubungan.

Ditambah lagi alasan kandasnya hubungan kedua ini yang cenderung menyudutkan Valle pada ruang sempit yang membuat tidak dapat bernapas dengan benar.

Namun kini semuanya berubah.

Kedatangan Nolan di dalam hidupnya selain membuat tekanan darahnya menjadi lebih tinggi dari biasanya, ternyata Nolan juga dapat membantunya untuk keluar dari rasa takutnya tadi.

Sampai detik ini, hanya Nolan. Pria itulah yang membuat Valle dapat kembali membuka hatinya lagi. Pria perebut first kiss nya sekaligus pria yang memenangkan hati kakaknya.

Makasih ya, Nolan?

by scndbrr