Tempat Ajaib

Sepertinya kedua anak manusia ini telah melupakan bagaimana pertemuan pertama mereka yang begitu tidak mengenakkan. Terlihat dengan jelas bahwa keduanya kini telah bersahabat dengan baik.

Bagaimana tidak?

Jika tadi pagi Valle terus saja terdiam ketika dirinya berada di dalam kendaraan roda empat milik Nolan yang membawanya menuju ke tempat acara sang mantan, justru kini Valle terus berbicara dengan topik yang random kepada pria yang duduk pada kursi kemudi di sampingnya.

“Sumpah anjrit! Gue kira tuh ya kalo yang namanya hujan tokek, berarti nanti langitnya jatuhin banyak tokek ke tanah. Makanya dulu pas panas kok tiba-tiba hujan gue langsung ngibrit buat neduh takut kejatuhan tokek!” seru Valle yang terlihat sangat bersemangat untuk bercerita dengan Nolan.

Nolan terkekeh dan tidak mampu untuk menyembunyikan senyum yang terbit dari bibirnya itu. Pria itu merasakan sisi lain dari Valle pada hari. Ternyata wanita itu bukan hanya aneh, tetapi aneh sekali pikirnya.

Mobil Nolan terus berjalan tak tentu arah untuk menyusuri jalanan yang sangat sepi pada tengah malam ini. Sebetulnya memang dari awal baik Nolan maupun Valle tidak mempunya tempat yang menjadi tujuan pemberhentian mereka. Keduanya hanya ingin menikmati perjalanan di dalam mobil di malam hari.

Namun, tiba-tiba saja terlintas satu tempat di benak Nolan yang membuatnya sangat ingin membawa Valle ke tempat tersebut. “Gue punya tempat spesial yang ajaib,” celetuk Nolan tiba-tiba setelah Valle dan dirinya berhenti tertawa.

Terbentuk lipatan pada dahi Valle yang menggambarkan bahwa wanita itu tidak tahu maksud dari kalimat Nolan barusan ini. Seakan-akan paham dengan raut wajah Valle yang mengisyaratkan dirinya untuk lanjut menjelaskannya maka Nolan kembali berbicara, “Gue sebut tempat itu ajaib, karena dia bisa main sulap.”

Bukannya menjadi lebih paham, Valle justru semakin kebingungan dengan ucapan Nolan. Wanita itu mengangkat dagunya untuk meminta Nolan kembali menjelaskannya dengan bahasa yang mudah dipahami.

“Lo mau tau tempat itu gak? Kalo mau, gue anterin ke sana sekarang,” tawar Nolan yang mendapat balasan anggukan mantap dari Valle. Valle itu adalah orang yang suka mengeksplor hal baru. Ketika dirinya dibuat penasaran oleh sesuatu, maka dia tak segan-segan untuk mencari tahu hal tersebut lebih dalam lagi.

Setelah mendapat jawaban dari Valle akhirnya Nolan memutarbalikkan stirnya dan menancap pedal gasnya untuk dapat segera sampai di tempat yang dirinya maksud tadi.

Tenang saja, Nolan tahu jika sekarang ini dirinya membawa anak orang bepergian, maka laju dari mobilnya pun masih dalam ambang batas yang aman.


Ketika mesin kendaraannya sudah dimatikan, Nolan lantas membuka seat beltnya dan langsung keluar dari mobil begitu saja. Valle yang mendadak ragu untuk turun masih terdiam duduk di kursi penumpang.

Ternyata Nolan yang turuan duluan tanpa mengucapkan barang satu patah kata pun berjalan memutari bagian depan mobilnya dan berhenti tepat di samping pintu pada sisi Valle duduk.

Tanpa berlama-lama lagi, Nolan membukakan pintu tersebut dan tangan kanannya terulur berniat untuk menjadi pegangan bagi Valle, “Udah sampe. Ini beneran tempatnya kok. Tenang aja gue gak bohong, gak akan macem-macem juga.”

Perasaan ragu yang sempat hinggap di pikiran Valle akhirnya dapat terusir begitu saja setelah dirinya mendengar kalimat Nolan. Wanita itu langsung bangkit berdiri dan keluar dari mobil, namun tanpa meraih tangan Nolan.

Nolan yang melihat itu tidak merasa masalah, dirinya mengalihkan tangannya tadi untuk menutupi bagian atas mobil berniat supaya kepala Valle tidak terkantuk di sana.

Setelah Valle sudah keluar, Nolan lantas berjalan di depan untuk menunjukkan jalan kepada wanita tersebut, “Lewat sini,” ucapnya. Meskipun pria itu jalan terlebih dahulu, namun Nolan tetap selalu memperhatikan Valle yang mengekorinya.

“Lo ngapain ngajak gue ke tempat beginian deh?” tanya Valle yang sudah tidak tahan untuk mengutarakan hal ini sejak tadi. Pasalnya wanita itu sudah menahannya hingga dirinya telah memasuki tempat ini.

Nolan menoleh ke belakang melihat Valle yang menghentikan langkahnya, “Ini stadion punya gue. Lebih tepatnya punya keluarga gue sih,” jelas Nolan yang diakhiri dengan kekehan singkatnya.

Kalimat yang memang sengaja dijeda oleh pria itu kini dia lanjutkan kembali setelah dirinya telah berhenti terkekeh, “Semua orang mungkin ngeliat gue dengan tatapan iri. Mereka iri karena gue punya segalanya...” Nolan berjalan pelan yang membuat Valle mau tidak mau kembali mengikutinya.

“Tapi mereka semua gak ada yang tahu kalo apa yang mereka lihat itu bukan semuanya,” lanjut Nolan yang membuat Valle tidak mengerti ke mana arah pembicaraan pria itu.

Nolan tiba-tiba berhenti dan membalikkan tubuhnya untuk dapat menghadap Valle, “Gue setuju banget sama idiom Bahasa Inggris yang satu ini. Don't judge a book by it's cover. Karena itu relate sama keadaan gue.”

Valle memaku tatap hanya pada Nolan yang sedang berbicara di depannya, “Jadi anak dari orang penting gak gampang. Gue bahkan selalu dituntut untuk jadi sempurna di mata orang-orang. Tapi sayangnya, mereka gak mau tahu perasaan gue yang sebenernya di balik itu semua.”

Sepertinya Valle mulai memahami alur dari perbincangan ini. Sebagai orang yang sering dijadikan tempat curhat dengan banyak orang, mendengarkan Nolan berbicara demikian membuat dirinya dapat segera menyesuaikan sikapnya.

“Mereka kira gue gak pernah ngerasain yang namanya sedih kali ya? Gak pernah tahu apa itu rasa kecewa. Bahkan mungkin mereka pikir gue gak pernah mengalami sebuah kegagalan di dalam hidup gue,” lanjut Nolan yang membuat jantung Valle merasakan sesak pada dadanya.

Nolan tersenyum kecut ke arah Valle, “Sering. Bukan pernah lagi. Bukan cuma satu atau dua kali aja. Tapi gue sering ngerasain semua rasa itu bahkan sampai gak terhitung banyaknya.” Jantung Valle mencelos mendengar penuturan Nolan barusan.

Pria itu berjalan mendekat ke arah Valle kemudian berhenti tepat di depan wanita tersebut. Jarak diantara keduanya hanyalah terpaut tipis, tubuh mereka sangat bahkan hampir berhimpitan.

Karena tinggi badan mereka berdua cukup jauh berbeda, hal itu membuat Valle harus sedikit mendongakkan kepalanya untuk dapat melihat wajah Nolan. Sebab, jika dirinya tidak berlaku demikian maka wanita itu hanya dapat melihat dada bidang pria tersebut.

“Gue emang belum terlalu kenal lo. Kita juga sama sekali gak deket. Tapi gue tahu, sejak kita pulang dari tempat itu lo jadi beda.”

Kalimat yang meluncur dengan mulus dari mulut Nolan membuat Valle terhenyak. Wanita itu seakan-akan tertampar keras dengan kalimat tadi. Karena kalimat itu memang benar adanya.

Valle langsung memutus kontak matanya dengan Nolan dan berusaha untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wanita ini sedang menghindari tatapan lurus yang diberikan oleh Nolan tepat pada kedua netranya.

Nolan yang menyadari hal itu mengulurkan tangan kanannya dan menumpangkan tangan tersebut tepat di atas kepala Valle yang sedang bertoleh ke arah samping.

Wanita itu sedikit tersentak lantaran terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Nolan. Valle kembali menatap kedua mata Nolan seolah-olah tahu bahwa pria itu ingin berbicara lagi kepadanya.

“Gapapa.” “Lo boleh keliatan kenapa-kenapa.” “Gapapa, Sha.”

Nolan, pria itu mengucapkan kata demi kata tadi sambil mengusap lembut rambut Valle. Tatapan teduh yang dipancarkan oleh netra yang berwarna hitam pekat milik Nolan mampu membuat Valle merasakan kehangatan.

“Gue gak tahu mekanisme koping lo gimana, tapi kalo lo tanya gue. Gue biasanya suka lari tengah malem terus teriak sepuas-puasnya sampai gue bisa ngerasa lega,” ucap Nolan dengan suara lembutnya.

Nolan sedikit memundurkan tubuhnya dan membalikkan tubuhnya lagi ke arah yang berlawanan dari Valle. Pria itu merentangkan kedua tangannya lebar-lebar kemudian kembali berkata, “Metode itu tadi ampuh banget di gue. Lo coba deh.”

Valle masih saja terdiam mematung menatap Nolan dengan gurat kebingungan yang tercetak jelas pada wajah cantiknya. Tubuh wanita itu sedikit terhunyung begitu Nolan menarik tangannya dan secara tidak langsung memaksa tubuhnya untuk mengikuti pria tersebut.

Nolan mengajak Valle untuk berlari bersama.

“Ini namanya bukan lari dari kenyataan. Kita berdua lagi sama-sama lari buat jemput kebahagian kita yang lainnya. Tuhan udah nyiapin banyak hal buat kita kok. Kalo sekarang lo lagi dapet hal yang ga bagus, gapapa. Itu bukan berarti hal bagus gak bakal dateng kan?”

Nolan masih saja setia untuk terus menggenggam tangan Valle. Pria itu sengaja berlari dengan kecepatan yang tidak biasanya ia terapkan. Sebab dirinya tahu jika saat ini sedang bersama seorang wanita. Nolan berusaha untuk menyeimbangkannya dengan Valle.

“Mulai sekarang tempat ini bukan cuma tempat ajaib buat gue ngehilangin perasaan sedih dan kecewa gue. Tapi tempat ini punya lo juga, Sha. Lo bebas mau pakai tempat ini kapanpun yang lo mau.”

Valle tersenyum manis ke arah Nolan yang membuat Nolan juga tidak dapat menahan kedua sudut bibirnya untuk ikut terangkat ke atas. Mereka berdua terus berlari dengan kedua tangannya yang saling menggenggam.

Jujur saja, Valle tidak tahu mengapa pria yang sedang berlari tepat di samping sekarang ini dapat mengetahui bahwa dirinya memang sedang tidak baik-baik saja.

Ternyata memutuskan untuk pergi ke acara pernikahan Morgan sepertinya bukanlah pilihan yang tepat untuk Valle pilih. Sebab bukannya wanita itu lantas dapat berlapang dada mengikhlaskan mantan kekasihnya bersanding dengan wanita lain. Justru hati Valle terasa seperti sedang teriris-iris.

Wanita itu berusaha untuk bersikap biasa saja. Bahkan ketika sedang masih di mobil tadi, cerita random yang dia ceritakan kepada Nolan merupakan pengalihan saja. Dirinya tidak mau terlihat menyedihkan di depan Nolan, pria yang belum terlalu ia kenal.

Namun, siapa sangka jika karena cerita random yang Valle ucapkan untuk membuat topeng yang menutupi kesedihannya tadi justru menjadi sebuah sinyal bagi Nolan supaya pria itu membawanya ke tempat ini?

Benar, sudah dikatakan jika Nolan tidak memiliki tempat tujuan ketika sedang menyetir kendaraan roda empat miliknya. Pria itu berencana hanya akan menyusuri jalanan kemudian mengembalikan Valle ke rumahnya.

Semuanya rencananya tadi langsung berubah dalam sekejap begitu menemukan kejanggalan begitu mendengar cerita Valle yang mungkin bagi sebagian orang yang mendengarkan akan menganggap itu hanya merupakan cerita jenaka yang tidak berarti.

Cerita jenaka dan suara riang Valle yang menyampaikannya kepada Nolan dengan bersemangat justru membuat Nolan merasakan bahwa wanita yang sedang bersamanya kini sedang tidak baik-baik saja.

Valle, wanita itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja.

Nolan sangat banyak berubah pada hari-hari belakangan ini. Tempat pribadinya yang bahkan dirinya tidak pernah mau membaginya dengan siapapun termasuk keluarga dan sahabat karibnya itu, kini sudah dia bagikan dengan Valle.

Tempat ajaib yang sejak kecil sudah menjadi tempat ternyaman bagi dirinya untuk meluapkan seluruh emosi yang dimiliki oleh pria itu kini akan menjadi wadah bagi rasa sedih dan kecewa milik orang lain juga.

Mungkin memang terdengar aneh ketika Nolan menyebutkannya dengan sebutan tempat ajaib. Namun percayalah, pria itu bukan hanya sembarang memberikan nama begitu saja. Tempat ini memang tempat ajaib, setidaknya bagi Nolan sendiri.

Atau justru sudah tidak untuk dirinya sendiri? Bukankah sekarang tempat ini juga menjadi kepunyaan Valle?

Awalnya memang Nolan pergi ke tempat ini ketika dirinya sedang merasakan gusar akan suatu hal ataupu dirinya sedang dilanda rasa sakit pada hati dan pikirannya.

Namun, mengapa setelah membawa Valle ke tempat ini justru Nolan berharap bahwa tempat ini akan menjadi tempat yang akan selalu dikunjunginya dengan Valle ketika salah satu atau mereka berdua sedang merasakan kebahagiaan?

Entahlah, tidak ada yang tahu perasaan Nolan sejak pria itu berjumpa dengan wanita yag memiliki nama lengkap Vallesha Eleanor.

by scndbrr