Which One of Them?
Ramai, adalah kata yang cocok untuk menginpretasikan bagaimana situasi dan kondisi kamar rawat inap Grena. Setelah tadi kedatangan teman-temannya, kini harus ditambah lagi oleh kedatangan teman-teman dari Jevano.
Beruntung, ini adalah ruangan VVIP yang luas dan cukup untuk menampung delapan orang tamu yang di dalamnya belum termasuk Grena dan Jevano.
Jujur saja, dengan kedatangan teman-teman Jevano barusan, membuat suasana dingin pada tempat ini sudah tidak seperti pada puncak Gunung Everest lagi. Pasalnya, sejak Jevano kembali, teman-teman Grena menjadi sungkan untuk membuka mulut bahkan sekedar untuk bergeser dari posisi duduknya barang 1 cm saja.
Sekaku itu memang.
“Halo ibu negara, gimana nih udah enakan belom?” suara berat milik Taka menarik perhatian Grena yang sedang sibuk mengupas kulit jeruk.
Jevano yang melihat tubuh Grena sedikit berjengit kemudian mengambil alih jeruk tadi dan melanjutkannya hingga jeruk tersebut sudah terlepas dari kulitnya dan kini siap untuk disantap.
“Eh? E-eh iya kak, udah udah enakan kok hehe,” jawab Grena sedikit gelagapan. Wanita itu terperangah dengan tindakan kecil Jevano barusan.
Sebelumnya biar aku jelaskan bagaimana posisi duduk mereka semua pada ruangan itu.
Grena dalam keadaan setengah berbaring, karena dirinya tidak diperbolehkan oleh Jevano untuk duduk. Jadilah wanita itu tiduran, tetapi punggung sempitnya menyandar pada kepala brankar. Kemudian Jevano duduk pada kursi yang berada di sisi brankar Grena. Pria itu memusatkan seluruh pandangannya ke arah istrinya.
Di sisi lain, teman-teman Grena yang memang sudah hadir duluan ketimbang teman-teman Jevano, duduk di sofa yang cukup panjang setidaknya muat untuk diduduki oleh mereka berempat. Urutannya adalah yang paling ujung kanan ada Hilmy, Nasa, Juna, dan terakhir paling pojok kiri ada Raja.
Sedangkan teman-teman Jevano yang baru datang, membuat Jevano harus meminta tambahan sofa dari pihak rumah sakit untuk tempat mereka semua duduk. Sofa itu diletakkan tepat di sebelah sofa yang memang sudah ada di kamar ini.
Urutan duduk mereka dimulai dari ujung kanan yang artinya berada di samping Raja, ada Darrel, Taka, Yarsa, kemudian yang paling ujung dekat pintu masuk ada Johan.
Mari kita kembali lagi.
Meskipun sedang dalam kondisi yang tidak vit, hal itu tidak membuat seorang model cantik Agrena Khanzanaya terlihat kucel. Dengan hanya bermodalkan cuci muka saja, wajahnya kini terlihat paling bersinar di antara semua orang yang ada di sana.
“Gren, lo ga kenal si Darrel sama Yarsa ya?” tanya Johan sambil mengambil satu potong pizza yang tersaji pada meja yang ada di depannya.
“Iya kak, gue belum kenal,” jawab Grena jujur sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Hehh lo berdua kenalan dulu sono,” ujar Taka yang mulutnya penuh dengan cairan hitam berasa pahit hingga ada beberapa tetes yang muncrat ke mana-mana.
“Muncrat bego!” seru Darrel yang jengah melihat tingkah sahabatnya.
Melihat hal itu, Grena sedikit terkekeh dan kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya hingga pandangannya menangkap kedua netra lain yang tengah menatapnya dengan datar. Buru-buru Grena memutus kontak matanya dengan pria itu dan kembali memperhatikan para tamu yang masih melontarkan candaan.
“Panggil gue Yarsa aja. Dulu FKT jurusan Mesin.”
“Kalo gue Darrel. Dulu SMA Putra Bangsa.”
Semua orang mengrenyit bingung ketika mendengar penuturan perkenalan yang keluar dari mulut seorang Darrel.
Ya, memang tidak ada yang menentukan format perkenalan kali ini. Dan tidak dilarang juga untuk menyebutkan almamater sekolah menengahnya ketimbang almamater sekolah tingginya. Namun, tetap saja aneh.
Seseorang sedang berusaha mengendalikan suara debaran jantungnya yang menjadi semakin cepat begitu mendengarkan Darrel tadi berbicara.
“Bang lo pada tau ga sih? Dulu nih ya gue paling males kalo jalan sama Grena. Mau ke kantin kek, ke perpus kek, ke mana aja dah selama masih di lingkungan kampus.”
“Mang napa Hil?”
“Gue kayaknya tau nih hahaha.”
“Iya Nas, baru aja mau ngelangkah nih eh udah ada aja cowo yang ngadang. Ngasih coklat lah, kalo ga bunga, ampe boneka juga tuh. Terus kalo bukan itu, dia minta nomernya si Grena atau ga malah ngajakin buat jalan. Hadeh susah sahabatan ama demi kampus.”
“Hilmy lo apaan deh,” kedua pipi putih Grena bersemu dan berubah warna menjadi sedikit kemerahan
“Hilmy li ipiin dih,” nyinyir Hilmy dengan muka tengilnya.
“Eh anjing lo pada tau ga kalo dulu tuh si Grena incerannya Johan, ya kan Jo?” ledek Taka sambil mengerlingkan salah satu matanya ke arah Johan.
“Taka lo pulang sendiri ya nanti,” ancam Johan tidak serius.
“Lah nyett kan tadi yang jemput lo gue, gimana sih?
“Oh ya lupa, ga jadi ngambek deh.”
Ga ada yang bener emang.
Semua orang di kamar rawat inap itu tertawa terbahak-bahak menyisakan tiga orang yang hanya terdiam dengan raut wajah yang tidak santai sama sekali.
© scndbrr