Tuai Pujian

“Oke cut!!” seru pak Tian selaku sang sutradara.

Setelahnya terdengar suara ricuh yang dihasilkan dari tepuk tangan para staff dan juga kru film di sana.

“Hebat kalian.” “Emosi kalian berdua tadi dapet banget,” ucap pak Tian bangga.

Aretha dan Jenan saling berpandangan sebentar, kemudian mereka sama-sama menarik kedua sudut bibirnya ke atas untuk menyunggingkan senyuman.

“Keren banget ya tadi Aretha acting nangisnya.”

“Iya, mata gue aja sampe ikutan berkaca-kaca nih.”

“Kalo kata gue mah kelihatan natural banget, ga kaya dibuat-buat gitu.”

“Eh iya bener banget, jadi ngefeel ya.”

Jantung Aretha rasanya ingin lompat ke perut saja setelah mendengar pujian-pujian yang dilontarkan oleh orang-orang di sana.

Tidak hanya untuk Aretha tentunya, Jenan pun tak kalah mendapat pujian mengingat ini adalah pertama kalinya ia terjun ke dunia acting.

“Jenan tadi pas marah, terus natap karakter Jegra udah kaya mau ngebunuh tu orang aja perasaan.”

“Iya, pas nahan emosinya itu keliatan kaya emang beneran emosi gitu.”

“Kayaknya sih kedepannya dia bakal banjir tawaran film sama series nih.”

“Pastinya.”

Setelah pak Tian tadi mengumumkan untuk beristirahat sejenak, Jenan dan Aretha segera bergegas untuk pergi ke ruang tunggu mereka masing-masing.

Aretha memasuki ruangan itu dengan wajahnya yang terlihat berseri-seri.

Bagaimana tidak?

Saat pengambilan beberapa scene tadi, tidak ada pengulangan sama sekali.

Itu artinya baik acting Aretha maupun Jenan, keduanya sama-sama bagus dan sudah memenuhi harapan dari pak Tian sang sutradara.

Namun jika kalian semua tahu, Jenan dan Aretha ketika melakukan sandiwara tadi juga merasakan hal yang sama.

Jantung mereka berdebar dengan keras.

© scndbrr