Tidak Akan Rela

Tanpa berlama-lama lagi, Fino langsung menyambar kunci motornya yang tergeletak begitu saja di atas meja cafe. Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Rayyan barusan, laki-laki itu rasanya ingin bergegas bertemu dengan sahabatnya itu.

Laki-laki itu terlihat tergesa-gesa keluar dari cafe tempatnya dan Najla tengah menikmati waktu weekend mereka berdua. Bahkan, Fino pun telah melupakan eksistensi Najla di sana dengan pergi tanpa berpamitan dengannya.

Najla yang sejak tadi terus saja meneriaki nama Fino akhirnya menyerah setelah laki-laki itu perlahan mulai menghilang dari pandangan kedua matanya.

“Sialan!” gerutu Najla tak kuasa untuk menahan umpatannya.

Entah mengapa, namun perasaan perempuan licik itu menjadi tidak enak. Pasalnya Najla sesungguhnya sudah tahu alasan dari ketidakfokusan Fino ketika sedang bersamanya tadi.

Notifikasi pesan yang dikirimkan oleh Brina melalui fitur dm twitter kepada Fino tidak sengaja terlihat oleh dirinya.

Najla berusaha untuk tetap tenang, karena perempuan itu tahu jika Fino masih belum mendapatkan ingatannya yang hilang. Sehingga menurutnya dia tidak perlu menjadi terlalu ketakutan seperti sekarang.

Meskipun demikian, tetap saja masih terbesit rasa gundah ketika memikirkan kebohongan yang telah dirancang dengan apik olehnya akan runtuh begitu saja. Tentu ini semua hanyalah masalah waktu saja.

Najla tahu betul akan hal itu.

Perempuan itu mencengkeram kuat-kuat rambutnya sendiri lantas menghempaskan dengan kasar pada detik yang berikutnya.

Jemari lentiknya bergerak untuk mengambil ponselnya yang berada di dalam sling bagnya, kemudian dirinya mencari kontak seseorang di sana dan melakukan panggilan dengan orang tersebut.

M.

“Ngapain lo telfon gue?” suara bass milik laki-laki yang ada di seberang sana menyambut indera pendengaran Najla begitu panggilan darinya dijawab oleh sang penerima.

Najla meneguk salivanya dengan susah payah. Lidahnya tiba-tiba menjadi kelu untuk mengutarakan rangkaian kata-kata yang sudah tersusun rapi di dalam otaknya.

“Halo? Na, halo? Lo ada di sana ga sih?” cerca laki-laki itu karena dirinya tidak kunjung mendapat jawaban dari Najla.

Laki-laki itu berdecak sebal karena merasa waktu berharganya telah terbuang sia-sia begitu saja, “Kalo lo ga mau ngomong apa-apa gue tutup ya?” tanyanya sekali lagi kepada Najla untuk sekedar memastikan.

Lagi-lagi, karena tidak ada suara dari perempuan yang tiba-tiba saja menghubunginya, laki-laki itu berniat untuk memutuskan panggilan ini sepihak sebelum suara lirih Najla sukses menghentikan aksinya.

“Gue rasa kita bakal gagal...

Laki-laki yang ada di seberang sana hanya terdiam, menunggu Najla untuk melanjutkan perkataannya yang sengaja ia jeda.

...Fino jatuh lagi sama Brina.”

Tut.

Setelah mengatakan kalimat yang membuat Najla harus mengumpulkan seluruh keberaniannya dulu baru dapat ia ucapkan, dirinya kemudian memilih untuk memutuskan panggilan terlebih dahulu, menyisakan laki-laki yang itu diliputi oleh rasa bingung.

Mendengar perkataan Najla barusan membuat darah yang ada di dalam tubuh laki-laki itu seakan-akan bergejolak hingga mendidih.

Karena telah tersulut emosi, laki-laki itu membanting ponselnya ke lantai dengan kuat hingga menimbulkan suara benturan dengan yang keras.

Dengan wajah memerah seperti sedang kesetanan, dirinya lantas melayangkan pukulannya untuk meninju kaca yang ada di hadapannya sekarang.

“ARGHHH ANJING!!!”

Laki-laki itu tampak tidak peduli dengan darah segar yang secara perlahan mulai mengalir dari kulit buku-buku tangan kanannya.

Dirinya menatap nyalang ke arah depan dan mengetatkan rahangnya sambil membayangkan wajah bahagia Fino tempo lalu yang sedang bersama dengan Brina.

Tidak.

Laki-laki itu tidak akan rela sampai kapanpun jika Fino mendapatkan kebahagiannya dengan Brina begitu saja.

Tekadnya untuk menghancurkan dunianya Fino sudah bulat. Dirinya tidak dapat membiarkan teman lamanya itu untuk meraih kenikmatan hidup selamanya.

Setidaknya tidak mulai sekarang.

Jika laki-laki itu harus merasakan rasa sepi dan kehilangan yang masih terus saja menggerogoti tubuhnya hingga detik ini, maka Fino juga tidak boleh berbahagia dengan orang yang dikasihi olehnya.

Begitulah pemikiran darinya, pembuat semua kekacauan ini dimulai.

by scndbrr