Teman Baru

Seorang gadis sedang duduk pada bangku yang terletak di sudut taman sebuah rumah sakit. Pandangan yang dipancarkan oleh netranya yang bewarna kecoklatan itu terlihat kosong. Setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh dokter yang bertugas sebagai penanggung jawab ibunya tadi, dirinya menjadi seperti orang linglung yang tak tahu arah.

“Sel kanker masih terus-menerus menggerogoti tubuh pasien.” “Semua metode pengobatan yang dapat dilakukan sudah kami coba tempuh. Namun, sangat disayangkan semua hal itu tidak berbuah baik kepada beliau.” “Dimohon saudara untuk selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa dan berserah diri kepada-Nya.” “Persiapkan juga untuk kemungkinan-kemungkinan terburuknya...”

Rangkaian kata yang keluar dari mulut sang dokter mampu membuat hati Starla mencelos saat itu juga. Tidak, gadis muda itu belum siap apabila ia harus ditinggalkan oleh sosok yang selama 21 tahun ia hidup ini telah menjadi dunianya. Dirinya terlampau takut karena hanya ibunya seorang lah yang ia miliki saat ini.

Ketika sedang larut dalam pikirannya yang tengah berkecamuk dan mulai mengalir bulir bening dari kedua sudut matanya, Starla tersentak kaget saat tiba-tiba ada seorang gadis muda lain yang duduk di sebelahnya dan mulai bersuara menginterupsi.

“Hi!” “Ih lo cantik banget tau, tapi kok lagi nangis?” “Kenapa? lo lagi ada masalah ya? “Yah walaupun ada jangan sedih dong.” “Itu muka lo jadi jelek tau gara-gara basah kena air mata.” “Oh iya nama lo siapa deh? gue pengen kenalan.” “Kalo nama gue Bella.”

Wajah Starla terlihat sangat kebingungan melihat gadis muda itu yang terus saja nyerocos mengutarakan apa yang ada di isi kepalanya. Namun karena dirinya merasa tidak enak hati apabila tidak menjawab pertanyaan gadis tadi, lantas dirinya mulai menjawabnya satu per satu.

“Ha-halo juga? nama saya Starla, Starla Zeanetta lengkapnya. Saya takut kehilangan ibu saya, ibu saya sedang sakit parah dan kini beliau dirawat di rumah sakit ini.”

“Wah cantik banget nama lo, sama kayak lo sih hahaha” “Jangan takut La... Gue juga lagi sakit, bahkan para dokter di sini aja juga udah pada angkat tangan sama keadaan gue. Tapi coba deh lo liat, gue tetep optimis kan? Tau nggak kenapa?”

Starla yang sedang menyimak penuturan Bela dengan seksama itu hanya menggelengkan kepalanya pelan.

“Karena gue yakin, yakin banget kalo Tuhan itu bakal ngasih kita jalan yang terbaik. Semuanya itu udah digariskan sama Tuhan. Jadi, ya kita tinggal nerima dan jalanin semuanya dengan lapang dada.” setelah mengakhiri perkataannya sendiri, Bela lantas menyunggingkan sebuah senyuman manis kepada Starla.

“Terima kasih banyak ya, Bel? Kamu udah buat saya merasa sedikit lega dan terhibur.”

“Sama-sama, La.” “Eits ada bayarannya loh... Nggak bisa gratis gitu aja dong abis dengerin sesinya Bela Teguh.”

“Hahaha ada-ada saja kamu ini. Memangnya bayarannya apa?”

“Jadi temen gue ya, La? Please... please... lo mau kan?”

“Tapi saya belum pernah punya teman sebelumnya. Kamu tidak masalah, Bel?”

Bukannya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Starla kepadanya, Bela justru memajukan tubuhnya dan langsung memeluk erat tubuh Starla.

“Mulai sekarang kita temenan yeay!!” “Lo harus banyak cerita tentang diri lo ke gue. Jangan dipendem sendirian kalo lagi ada masalah tuh, ntar jadi penyakit aja baru tau rasa lo!”

“Iya, iya. Kamu juga ya? Kalo lagi kesakitan, kamu boleh panggil aku.”

Kedua gadis itu melengkungkan bibir, tersenyum bahagia dibawah indahnya langit sore di taman rooftop rumah sakit. Mereka akhirnya mendapatkan seorang teman yang nantinya akan selalu ada untuk mereka masing-masing. Semoga saja demikian untuk selamanya.

©scndbrr