Siapa Pelakunya?
“Ja, ini kita mau ke mana? Bukannya kalo mau ke panti tuh harusnya ambil kanan ya tadi?” tanya Grena dengan suaranya yang sedikit bergetar menandakan bahwa wanita itu sedang gugup.
Raja hanya menolehkan kepalanya ke samping untuk melihat raut wajah Grena sekilas kemudian membentuk seringaian tipis pada bibirnya, “Lo mau tau siapa pelakunya kan Gren? Ini gue bakal ngasih tau lo.”
Laki-laki itu kemudian memusatkan seluruh atensinya untuk dapat segera mencapai tempat tujuannya. Dirinya memandang lurus ke depan dan melajukan kendaraan roda empat miliknya untuk membelah jalanan yang tidak terlalu padat pada petang hari ini.
Lain halnya dengan Grena. Wanita itu tampak bergerak tidak nyaman karena dirinya merasa gelisah. Grena takut apabila sahabat laki-lakinya ini akan berbuat sesuatu yang tidak-tidak kepadanya. Parahnya lagi, ponsel miliknya kini sudah mati karena kehilangan daya baterainya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu, akhirnya mereka berdua kini telah sampai di kediaman lama milik keluarga Permana. Karena sudah hampir dua dekade tempat tersebut tidak dirawat, maka kenampakan dari rumah itu sekarang jauh dari kata layak.
Deru nafas Raja terdengar sedikit memburu dan pelipisnya mulai bermunculan buliran air sebesar biji jagung. Laki-laki itu memejamkan kedua matanya sambil meremat stir dengan kedua tangannya kuat-kuat. Kini Raja terlihat sedang sibuk berulang kali mengambil dan menghembuskan nafasnya sendiri. Ketika dirasa dirinya sudah lebih tenang, laki-laki itu melepaskan seatbeltnya dan membuka pintu mobil.
Grena yang melihat gelagat dari sahabatnya barusan sedikit mengerutkan dahinya. Di dalam benak wanita itu timbul tanda tanya mengenai apa yang dilakukan oleh Raja. Mengapa laki-laki itu terlihat sedang tidak baik-baik saja sekarang? Dirinya terlihat seperti orang yang sedang ketakutan.
“Ayo Gren, turun.” Suara berat milik Raja menyadarkan Grena yang sedang terlarut di dalam lamunannya sendiri. “I-iya, Ja.” Karena tidak mau membuat Raja menunggu, Grena bergegas untuk menghampiri Raja yang tengah berdiri di depan pintu masuk rumah. Wanita meningatkan kewaspadaannya begitu pintu rumah teah terbuka karena memang sebelumnya tidak terkunci.
Grena mengekori Raja yang melangkahkan kedua kaki jenjangnya untuk berjalan duluan di depannya. Baik Grena maupun Raja memiliki sedikit rasa was-was begitu memasuki rumah ini. Namun milik keduanya tidaklah sama, melainkan sangat berbeda jauh.
“Agrena Khanzanaya.” Atmosfer ruangan yang awalnya sudah tidak bersahabat kini semakin menjadi lebih menyeramkan begitu Raja memecahkan keheningan dengan mulai bersuara kembali. “Tujuh tahun yang lalu, di dapur panti asuhan Kasih Ibu lo ngapain di sana? Lontaran kalimat pertanyaan dari Raja barusan membuat tubuh Grena seketika menegang.
“Yang bakar panti itu, lo kan Gren?”
Memori tentang hari itu terputar kembali bagai kaset rusak di kepala Grena. Hal itu sukses membuat kepalanya menjadi pening dan berdenyut nyeri. Kedua tangannya terulur untuk memegangi kepalanya yang dirasa akan pecah saat ini juga. Wajah Mima yang sedang menangis dan meneriakkan namanya terlihat sangat jelas. Tidak hanya itu, kini Grena juga dapat mengenali wajah laki-laki yang juga ada di sana. Benar, itu adalah Raja.
“Ahhkkk!!”
Grena berteriak karena merasa tidak kuat melihat kilas balik dari kejadian yang membuat seseorang yang sudah dirinya anggap sebagai adik kandung sendiri berpulang. Wanita itu melihat bagaimana tersiksanya Mima yang tubuhnya dilahap oleh si jago merah. Gadis lugu itu masih sempat-sempatnya tersenyum ke arahnya dengan kedua bola mata yang telah berlinangan air mata.
Ingatan Grena tentang kejadian itu bertambah. Tidak seperti apa yang biasanya singgah pada bunga tidurnya, kepingan-kepingan yang awalnya terlihat buram, kini sudah dapat terlihat dengan sangat jelas. Satu momen yang membuat cairan bening yang sudah menumpuk pada pelupuk mata Grena lolos begitu saja. Ternyata harusnya dirinya sudah tidak ada di dunia ini lagi. Mima, gadis itu mendorong tubuh Grena dan menggantikan dirinya tertimpa oleh balok kayu penyangga bangunan yang juga sudah terbakar.
“MIMAA!!!”
Senyum kemenangan milik Raja tiba-tiba luntur begitu melihat keadaan Grena yang tampak sangat kacau. Bukan ini maksud laki-laki itu. Dirinya hanya ingin menyadarkan Grena atas apa yang wanita itu telah perbuat. Namun, ketika melihat Grena yang menangis sambil berteriak dengan histeris membuat dirinya menyadari sesuatu. Bukan Grena pelaku dari kejadian kebakaran panti waktu itu.
Ya, Raja yang memang tidak berada di lokasi dari awal mengira pelaku dari peristiwa pembakaran panti asuhan itu adalah Grena. Hal ini dikarenakan laki-laki itu melihat dengan kedua mata kepalanya sendiri bahwa Grena sedang memegang jeriken putih. Dirinya mengira isi dari jeriken itu adalah bensin. Tentu saja itu tidak benar. Karena isi dari jeriken putih hanyalah air biasa yang Grena gunakan untuk dapat mematikan api yang telah merambat ke seluruh bagian dapur.
Jevano dan Darrel yang sudah sampai di lokasi tempat Raja dan Grena sekarang berada langsung dapat menemukan mereka berdua. Jevano dalam keterkejutannya bergegas untuk menghampiri istrinya. Dirinya mendekap Grena dengan hati-hati dan penuh kasih sayang. Di sisi lain, Darrel juga tampak menenangkan Raja adiknya yang raut wajahnya mendadak terlihat cemas.
“M-masih ada satu lagi orang lain...” “D-dia pelakunya,” ucap Grena secara tiba-tiba dengan suara lirihnya yang membuat ketiga laki-laki di sana seketika langsung menoleh ke arahnya.
© scndbrr