Retak?

Nolan hari ini terlihat sangat bahagia. Pria itu mengemudikan kendaraan roda empatnya sambil bersenandung kecil.

Rupanya dirinya tidak sabar untuk dapat segera bertemu dengan sang tambatan hati. Kepadatan jadwal kantornya membuat dirinya menjadi jarang bertemu dengan Valle.

Benar, meskipun perusahaan tempat di mana pria itu bekerja merupakan perusahaan milik papanya sendiri, namun Nolan memegang teguh prinsip profesionalitas pada profesi yang digelutinya sekarang.

Dirinya tidak mau dianggap sebagai anak seorang pemimpin perusahaan yang bertindak seenak jidatnya saja ketika sedang bekerja. Nolan juga menolak segala bentu perlakuan istimewayang terkadang ia dapati dari beberapa karyawan di sana.

Menurutnya ketika bekerja, semua orang di perusahaan itu sama. Tidak ada yang kedudukannya lebih tinggi karena dia memiliki hubungan darah dengan sang pemilik perusahaan atau sebagainya.

Sikap Nolan yang demikian sering kali menuai pujian dari para karwayan yang ada di sana. Terlebih lagi tim yang bekerja langsung dengan Nolan untuk menghadapi sebuah proyek-proyek.

Dari kesaksian para karyawan itu, menurut mereka Nolan adalah seorang yang pekerja keras dan tidak pernah membedakan orang lain berdasarkan jabatannya.

Salah satu dari mereka semua mengatakan bahwa Nolan pernah bilang seperti ni, “Tidak peduli jabatan kalian apa, kalau kalian mempunyai performa yang baik ketika sedang bekerja, maka kedudukan kalian akan menjadi lebih tinggi.”

Bekerja sama dengan Nolan merupakan hal terbaik yang dapat dirasakan oleh para karwayan perusahaan papanya ini.

Kembali lagi kini bersama Nolan yang sudah tidak tahan untuk dapat segera melepas rindu dengan sang kekasih, Valle.

Ternyata tidak berjumpa dengan wajah cantik dan senyuman menenangkan milik wanita itu mampu membuat Nolan merasakan pening pada kepalanya.

Pria itu merasakan ada yang kurang di dalam hari-harinya saat dirinya tidak memiliki waktu untuk mengobrol santai dengan pacarnya.

Sesibuk itulah Nolan hingga yang paling memungkinkan adalah pria itu hanya dapat bertukar pesan dengan kekasihnya.

Sebenarnya bukan hanya Nolan saja di sini yang memiliki jadwal padat sepadat orang terpenting di dunia. Namun, Valle pun juga demikian.

Jika Nolan memiliki waktu senggang di malam hari, Valle justru sudah terlelap ke alam mimpinya sebab kelelahan dari pagi hingga malam wanita itu pemotretan.

Sebaliknya, terkadang jika Valle memiliki waktu luang di pagi atau siang hari ketika dirinya terdapat har libur tanpa adanya pemotretan, sayangnya Nolan lah yang memiliki jadwal meeting yang berlapis-lapis.

Itulah sebabnya kedua sejoli ini sudah tidak bertatap muka dalam beberapa hari belakangan ini. Cukup lama juga sesungguhnya.

Meskipun demikian mereka berdua sama-sama percaya dengan pasangannya masing-masing.

Valle yakin jika prianya itu kini memang sedang sibuk mengurusi perusahaan dan begitu juga dengan Nolan yang percaya bahwa wanitanya sedang sibuk kembali merintis karirnya yang sempat berada di ujung tanduk.

Mereka berdua saling percaya, setidaknya hingga detik ini.


Nolan yang baru sampai di tempat lokasi pemotretan Valle sedang berusaha untuk memarkirkan mobilnya pada tempat yang telah tersedia di sana.

Setelah memastika semua barang bawaan, beberapa macam makanan favorit Valle sudah dirinya bawa, maka pria itu bergegas untuk keluar dari mobil dan mencari keberadaan kekasihnya.

Kedua manik milik Nolan menelisik seluruh bagian tempat ini untuk dapat menemukan batang hidung Valle, “Sayang!” panggilnya dengan suara yang sedikit keras agar kekasihnya dapat mendengarnya.

Rungu Valle yang mampu menangkap suara khas milik seseorang yang sudah tidak asing lagi baginya itu langsung menolehkan kepalanya ke sana dan kemari untuk dapat menemukan sumber suara tadi.

Senyuman lebar langsung terpatri begitu saja setelah wanita itu melihat lambaian tangan seseorang yang kini juga sedang menyunggingkan senyuman manisnya.

Nolan melangkahkan kedua kaki jenjangnya untuk dapat menghampiri Valle. Pria itu mengusap lembut surai kekasihnya begitu dirinya sudah sampai di hadapan Valle.

“Hai! Aku dateng,” ucap Nolan yang tidak berhenti menatap Valle dengan sorot mata yang seperti biasanya, penuh dengan ketulusan.

Valle yang tadinya berada dalam posisi terduduk pada sebuah kursi langsung beranjak berdiri dan dirinya melingkarkan tangannya pada leher Nolan. Wanita itu memeluk kekasinya.

“Kangen...” lirih Valle dengan suara yang amat kecil namun masih bisa didengar oleh Nolan.

Nolan membalas pelukan dari Valle. Pria itu melingkarkan kedua tangan besarnya pada pinggang ramping milik Valle, “Sama, aku juga.”

Tenang saja, kali ini kedua pasangan muda-mudi itu tidak sedang memamerkan kemesraan mereka berdua di tempat yang terbuka. Mereka sedang berada di dalam ruang tunggu Valle.

Sudah dirasa cukup puas kedua sejoli itu menyalurkan rasa rindu mereka masing-masing, Nolan kini sedikit melonggarkan pelukannya dan menatap tepat pada kedua manik Valle.

“Mau ice cream? Aku bawain nih, tapi kali ini gak sama trucknya.”

Bukannya menjawab tawaran Nolan barusan, Valle justru terkekeh sambil melayangkan pukulan-pukulan ringan pada dada bidang kekasihnya.

Ceklek.

Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan seorang pria dengan perawakan tubuh besar semampai di depan sana.

Dia, Joshua.

“Eh sorry sorry gue gak tau ada orang lain di dalem sini,” ucap Joshua dengan muka pura-pura bersalahnya.

“Jadi kalau Esha lagi sendirian lo gapapa gitu?” batin Nolan tidak suka.

Valle tersenyum canggung ke arah Joshua setelah melihat perubahan raut wajah Nolan yang menjadi tidak bersahabat saat ini, “H-halo kak Josh! Ada apa nih?” tanya Valle ingin dapat sedikit mencairkan suasanan yang tiba-tiba menjadi tegang.

“Ini gue mau ngasih sedikit briefing buat nanti Vall,” jawab Joshua jujur.

Sebelum menjawab, Valle melirik Nolan dengan ekor matanya. Wanita itu kemudian mengangguk mantap, “Oh ya udah gapapa kak, ayo langsung aja jelasin sekarang. Ini cowo gue yang pernah gue ceritain, gapapa kan kalo dia di sini?”

Nolan sedikit terkejut dengan penuturan Valle barusan. Pria itu tidak menyangka jika wanitanya ini akan berterus terang seperti tadi. Dirinya pikir Valle akan memintanya keluar dari sini.

“O-oh iya iya gapapa kok gapapa, santai.”

Joshua mengulurkan tangannya berniat untuk menjabat tangan Nolan, “Kenalin, gue Joshua.”

Nolan meraih uluran tangan Joshua, “Nolan. Pacarnya Vallesha,” ucap Nolan dengan sedikit menekankan kalimatnya.

Valle menatap ke arah Nolan dan Joshua secara berhantian, wanita itu kemudian langsung membuka mulutnya, “Kak Josh, tadi mau ngasih briefing gimana?” tanyanya berusaha untuk mengalihkan Joshua dan Nolan yang tadi sedang bertatapan dengan sengit.

Joshua memusatkan perhatiannya kini hanya pada Valle. Pria itu kemudian memberikan arahan-arahan kepada modelnya.

Tidak mau mengganggu kekasihnya yang memang sedang bekerja, Nolan akhirnya mengalah dan memilih untuk duduk di salah satu sofa single yang terletak di sudut ruangan.

Terbesit pikiran licik oleh Joshua.

Pria itu dengan sengaja mendekatkan tubuhnya hingga hampir rapat tidak ada celah lagi dengan Valle. Sesekali juga, tangannya dengan kurang ajar menyentuh pundak Valle.

Nolan yang melihat hal itu menjadi geram dan hampir bangkir berdiri untuk menarik paksa Joshua dari sana.

Namun kode yang diberikan kepadanya melalui mata cantik dan gelengan lemah dari wanitanya membuat pria itu berusaha untuk dapat mengendalikan dirinya.

Paham dengan maksud sang kekasih. Nolan tahu jika kali ini dirinya bertindak gegabah, maka karir Valle akan kembali menjadi taruhannya.


Dari belakang, Nolan memperhatikan Valle yang sedang melakukan pemotretan di depan sana.

Sejak tadi pria itu sudah mengepalkan kedua tangannya karena melihat tingkah Joshua yang semakin menjadi-jadi.

Mungkin bagia segilintir orang yang melihat apa yang dilakukan oleh pria brengsek itu akan merasa biasa saja. Namun, bebeda untuk Nolan.

Nolan dapat melihat dengan jelas wajah Joshua yang memancarkan aura mesum dan bejatnya ketika memandang tubuh Valle yang saat ini sedikit terekspos karena bajunya yang bermodel sedikit terbuka.

Valle berusaha untuk tersenyum untuk dapat menenangkan Nolan yang sedang kebakaran jenggot di belakang sana. Anggukan pelan dari Valle membuat Nolan mau tidak mau kembali menurutinya.

Sebenarnya Valle juga merasa tidak nyaman dengan sikap Joshua saat ini, Dirinya juga merasakan keanehan pada fotografer itu. Namun mau bagaimana lagi? Inilah kerasnya dunia permodelan.

Memang toxic.

Rupanya stok kesabaran Nolan sudah habis begitu kedua bola matanya melihat tangan Joshua yang menyentuk pinggang Valle dengan sengaja.

Bahkan pria kurang ajar itu melakukan sedikit gerakan meremas di sana.

Cerdik, adalah kata yang pas untuk dapat menggambarkan sosok dari Joshua Salttero.

Pria itu menutupi aksinya dengan tubuhnya yang besar, namun kegiatannya masih dapat dilihat dengan jelas oleh Nolan.

Sebab ini adalah tujuannya dari awal.

Nolan langsung berlari ke arah Joshua, mencengkeram kerah baju pria itu untuk menariknya ke belakang, kemudian langsung melayangkan bogeman mentah tepat pada pipi kanan Joshua.

Bugh.

“Brengsek lo!”

Tidak berhenti sampai di sana, Nolan masih terus melayangkan pukulan bertubi-tubi hingga membuat wajah Joshua menjadi babak belur.

“Lo kurang ajar, anjing!”

Nolan melakukan itu karena kedua matanya melihat Joshua yang sedang meneringai ke arah dirinya. Pria itu mengejek Nolan.

Perbuatan Nolan tidak luput dari penglihatan orang-orang yang ada di tempat ini. Mereka semua terkejut dengan aksi Nolan, tak terkecuali dengan Valle sendiri.

Orang-orang di sana mulai berbisik-bisik menggunjingkan Nolan. Valle yang mendengar hal itu langsung menarik tubuh Nolan yang sedang menindih tubuh Joshua dan masih terus saja melayangkan tinjuannya.

“U-udah Lan,” pinta Valle dengan suaranya yang sedikit bergetar. Kedua tangan mungilnya berusaha untuk memegangi lengan Nolan.

Jujur saja, wanita itu sedikit ketakutan melihat Nolan yang sedang membabi buta memukuli Joshua.

Nolan tidak menggubris sama seklai permintaan Valle.

Dirinya masih setia untuk memukuli wajah Joshua yang sudah membengkak dan dipenuhi oleh darah segar yang mengalir dari beberapa bagian di wajahnya.

“AKU BILANG BERHENTI NOLAN!!” teriak Valle untuk menyadarkan Nolan yang sekarang keadaannya seperti sedang kerasukan setan.

Nolan tersadar dan pasrah begitu saja ketika dirinya diseret paksa oleh Valle untuk menjauh dari sana.


“Kamu tuh apa-apaan sih tadi?!” bentak Valle dengan suara yang meninggi ke arah Nolan.

Nolan memejamkan kedua matanya dan memalingkan wajahnya ke arah lain.

Tangan Valle terulur untuk kembali menghadapkan Nolan ke arah dirinya, “Aku lagi nanya sama kamu Nolan, JAWAB!!” teriak Valle lagi.

“DIA NGELECEHIN KAMU, SHA!!!” bentak Nolan dengan suaranya yang menggelegar membuat Valle berjengit dan sedikit memundurkan tubuhnya ke arah belakang.

Ini, adalah pertama kalinya Nolan membentak dirinya.

“Aku lagi ngomong sama kamu, Sha. Kenapa diem aja sekarang?”

Valle masih terdiam mematung menatap ke kosong ke arah Nolan. Wanita itu juga tahu jika barusan dirinya telah pendapat pelecehan. Namun rasanya sulit untuk mengakui hal itu.

“Oh, aku tahu. Kamu suka ya digituin sama cowo brengsek itu tadi? IYA KAYA GITU?!”

Kalimat yang meluncur dengan mulus dari mulut Nolan membuat Valle menatap kedua iris sehitam jelaga milik Nolan dengan tatapan tidak percaya.

Bagaimana bisa kekasihnya mengatakan hal itu?

“Harusnya waktu itu threadnya bukan tentang lo yang jual diri ke anak pengusaha batu bara. TAPI LO JUAL BADAN LO KE FOTOGRAFER LO SENDIRI!!”

Deg.

Jantung mencelos begitu mendengar ucapan Nolan barusan. Rasa nyeri mendera hatinya mendengarkan kekasihnya berucap hal demikian.

“Iya kan, Sha? Gue bener kan? JAWAB GUE ESHA JANGAN DIEM AJA!!”

Serendah itukah dirinya? Sehina itukah dirinya? Setidak percaya itukah kekasihnya?

Apakah Nolan tidak mengetahui niat baik yang ingin Valle lakukan untuk dirinya?

Apakah Nolan tidak tahu jika maksud Valle menghentikan Nolan memukuli Joshua untuk menyelamatkan citra pria itu?

Apakah Nolan tidak tidak tahu jika Valle tidak mau orang-orang memiliki kesan buruk dengan dirinya?

Ya. Jawabannya memang Nolan tidak tahu.

Yang terdapat di dalam isi pikiran pria itu sekarang ini hanyalah api kecemburuan yang sedang berkobar-kobar membakar hatinya.

Pria itu begitu menyayangi wanita yang baru saja meloloskan air matanya ini. Dirinya hanya tidak ingin hal buruk terjadi kepada kekasihnya.

Hanya itu saja.

Namun rupanya caranya kali ini salah ya? Caranya kali ini membuat wanitanya justru menangis ya? Caranya kali ini menyakiti orang yang paling disayanginya ya?

Nolan tidak tahan melihat Valle yang sedang menangis tanpa suara di hadapannya sekarang.

Ingin rasanya pria itu merengkuh tubuh kecil Valle yang bergetar hebat.

Namun sulit, tubuhnya seolah-olah tidak dapat digerakkan sesuai dengan kemauannya sendiri.

Rupanya ego pria itu yang menjadikan dirinya sebagai orang yang angkuh dan tidak memliki empati kembali lagi.

Nolan, kembali pada dirinya yang dulu.

Lagi.

Pria itu pergi dari sana meninggalkan Valle yang masih menutupi kedua matanya dengan tangannya.

Setelah dirasa cukup jauh dari Valle, Nolan menghentikan langkahnya.

Pria itu tiba-tiba bergerak untuk memukul tembok yang ada di sisi tubuhnya, hingga buku-buku tangan kanannnya mengeluarkan darah segar.

“Goblok! Lo tolol banget Nolan!!”

Bugh.

“Bangsat! Kenapa tadi lo ngomong kaya gitu ke Esha?!”

Bugh.

“Lo bajingan, Lan!!”

Bugh.

Nolan terus melayangkan tinjuan ke tembok tak bersalah itu sambil memaki dirinya sendiri karena merasa telah melakukan hal terbodoh di dalam hidupnya.

Berkata kasar dengan wanitanya, adalah hal yang yang tidak pernah ada dan tidak boleh sampai terjadi di dalam pikiran pria itu.

Dirinya berusaha untuk hanya selalu mengucapkan kata-kata indah kepada kekasihnya, bukannya kata hinaan keji seperti tadi.

Namun, Nolan gagal.

Pria itu telah melukai wanitanya sendiri, dengan ucapannya sendiri.

Maaf, Sha...

by scndbrr