Perihal Melupakan
Jevano mengurungkan niatnya untuk membawa Grena pulang ke rumah setelah panggilan masuk dari Windra menginterupsi kegiatan menyetirnya.
Ketika Grena dirawat di rumah sakit, Jevano sempat memanfaatkan koneksi yang dirinya miliki untuk mengetahui keadaan Grena lebih lanjut. Pria itu merasa aneh ketika Grena tidak dapat mengenali orang itu ketika frekuensi wantu pertemuan mereka sangat sering.
Dengan berbekal mempunyai hubungan persahabatan eratnya dengan Windra, direktur rumah sakit itu, maka Jevano meminta tolong kepadanya untuk melakukan beberapa tes guna mejawab semua teka-teki yang sudah bersarang di kepalanya dalam waktu yang cukup lama.
Dan sekarang, Windra menghubunginya dengan alasan yang membuat Jevano semakin penasaran hingga langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi di atas rata-rata menuju ke rumah sakit itu.
“Hasil tesnya Grena udah keluar.”
Satu kalimat yang dibawakan oleh suara berat milik seorang pria di seberang sana tadi masuk ke dalam rungu Jevano dengan sangat gamblang. Hal itu sukses membuat debaran jantungnya meningkat dua kali lipat. Dirinya meremat kuat-kuat stir hingga urat-urat yang ada di tangannya mulai bermunculan.
“Akhirnya, batin pria itu.”
Setelah memastikan bahwa istrinya kini sudah mendapatkan penanganan yang intensif, pria itu mulai melangkahkan kedua kaki jenjangnya dengan cepat menuju ke ruangan direktur rumah sakit. Jevano memasuki ruangan yang cukup luas itu dengan perasaan yang berkecamuk.
Setelah mempersilahkan Jevano untuk duduk, Windra bangkit dari kursi kerjanya dan mengambil satu map coklat kemudian berjalan ke arah dimana sahabatnya itu tengah menunggunya. Windra mendudukkan dirinya di sofa single dan menatap kedua manik Jevano lurus, seolah memberitahunya bahwa permasalahan ini cukup serius.
“Jadi gimana?” tanya Jevano langsung karena tidak sabar mendengar apa yang akan diungkap oleh Windra.
“Sesuai dugaan sementara awal gue waktu itu,” jawab Windra yang kini mengalihkan perhatiannya untuk membuka map coklat yang ada di tangannya.
Jevano mengernyitkan dahinya begitu mendengar penuturan dari Windra barusan. Pasalnya pria itu tidak memberitahukan dugaan apa-apa baik itu yang sifatnya masih sementara kepada dirinya. Windra yang mengetahui kebingungan yang terpancar dengan jelas dari raut wajah Jevano langsung melanjutkan kalimatnya yang sempat ia penggal.
“Istri lo itu amnesia.”
”...”
Jevano membelalakkan kedua bola matanya hingga hampir keluar dari tempatnya. Mulutnya terbuka menganga karena tidak dapat mempercayai perkataan Windra. Tidak, pria itu tidak pernah memikirkan kemungkinan yang menjadi penyebab Grena lupa adalah alasan ini.
“Setelah gue ngelakuin berbagai tes ke Grena sesuai sama prosedur yang ada, gue bisa ngasih diagnosis kalo Grena itu ngalamin cedera otak pada bagian limbiknya. Penyebab cedera itu berasal dari benturan yang keras sama benda tumpul.”
“Gak mungkin. Tesnya salah kali.”
“Emang gini hasilnya Jev, ga mungkin salah.”
“Jangan bercanda dong, Win. Ini gue lagi serius.”
“Ya gue juga serius, Jev. Dan satu lagi, gue rasa Grena cuma ga bisa inget sama beberapa kejadian aja, mungkin satu dua doang yang terlupakan. Jadi, dia masih bisa kalo buat inget sama kejadian lainnya dengan intensitas yang lebih banyak.”
Jevano mulai mau mendengarkan pemaparan perihal keadaan Grena dengan seksama, meskipun di dalam otak dan hatinya terus saja menyangkal pernyatan mutlak yang diultimatumkan oleh Windra.
“Tapi sayangnya, kejadian yang mungkin dia lupain itu adalah peristiwa yang paling penting di dalam hidupnya. Yang pasti bukan peristiwa yang menyenangkan disini. Selain karena kerusakan yang ada di otaknya, dia ngelupain hal itu sebagai bentuk dari mekanisme perlindungan dirinya sendiri atas trauma berat yang pernah dia alami.
Tubuh Jevano mematung begitu mendengar kalimat terakhir yang meluncur dengan mulus dari mulut Windra. Kalimat itu berhasil membuat Jevano menegang dengan aliran darah yang mendidih pada sekujur tubuhnya.
“Trauma berat.”
Deg
© scndbrr