Penyakit Itu
Sejak tadi Kinan berusaha untuk berpikiran jernih dan melarang otaknya untuk melalang buana ke mana-mana. Rasa khawatir yang timbul begitu saja ketika dirinya mendapatkan panggilan dari salah satu pengajar Raja di sekolahan. Rentetan kata yang ia dengarkan seksama melalui gagang telfon rumahnya membuat kedua bola matanya bergerak gelisah ke arah kanan dan kiri. Tanpa disadari buliran air sebesar biji jagung muncul pada sekitar area dahinya.
“Selamat siang Ibu Kinan. Perkenalkan saya Luna, guru BK Raja. Saya mewakili dari pihak SMP Satu Nusa memohon dengan sangat supaya Ibu datang ke sekolahan sekarang juga. Raja, baru saja membuat masalah yang cukup serius, Bu.”
Deg
“Masalah yang cukup serius?
Tidak, tidak mungkin. Kinan sangat mengenali putra bungsunya itu dengan baik. Lantas masalah serius apa yang dimaksud oleh gurunya?
Karena rasa gelisah yang meliputi dirinya, wanita itu segera bersiap-siap untuk pergi ke tempat putranya menimba ilmu. Dirinya menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja kecil yang ada di depan kamarnya. Dengan terburu-buru Kinan mengeluarkan kendaraan roda empat miliknya yang baru saja ia masukkan ke dalam garasi.
Benar kata orang. Bagi seorang ibu, anak adalah segala-galanya bagi dirinya. Dia adalah dunia, dia adalah bahagia, dan dia juga adalah obat pelibur lara. Apalagi bagi Kinan. Setelah mengukir kisah buruk bersama Gatan, mantan suaminya yang cukup membekas di hati wanita itu, kini dirinya bersumpah tidak akan mempedulikan apapun lagi selain kedua putra yang amat ia sayangi.
Benar. Kinan akhirnya memutuskan untuk memutskan ikatan pernikahan yang pernah dijalin oleh dirinya dengan Gatan. Wanita itu juga membawa kasus kekerasan fisik yang telah dirinya terima selama ini ke meja hijau. Jadi kini Kinan hanya tinggal bertiga dengan Raja dan Darrel yang selalu ada di sisinya. Mereka bertiga hidup dalam kedamaian setidaknya hingga saat ini.
Degan pikiran yang kalut, Kinan berusaha untuk mencapai sekolahan putra bungsunya itu dengan segera. Alhasil membuat dirinya mau tidak mau melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Berulang kali dirinya diperingati oleh para pengeudi lain yang merasa terganggu dengan cara mengemudi Kinan yang terkesan ugal-ugalan. Namun dengan acuh, itu semua dihiraukan oleh Kinan begitu saja.
Berjalan di lorong yang akan membawanya menuju ke sebuah ruangan yang sering dijuluki tempat-tempat anak yang bermasalah sukses membuat jantung Kinan berdegup secara tidak beraturan. Tidak, wanita itu tidak memiliki penyakit jantung. Mungkin jantungnya itu telah mewakilkan seluruh perasaan yang sedang dirasakan oleh dirinya.
Ada keraguan ketika Kinan telah berdiri tepat di depan ruangan yang di depan pintunya terdapat sebuah papan yang bertuliskan “Ruangan BK”. Berulang kali wanita itu berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa tidak terjadi sesuatu yang buruk kepada putra bungsunya. Semuanya baik-baik saja. Namun sayangnya berulang kali Kinan mengucapkan kalimat “Semuanya akan baik-baik saja” di dalam hatinya, sebanyak itulah juga otaknya terus mengatakan “Semuanya tidak akan baik-baik saja”.
Ceklek
Bukan. Bukan Kinan yang membuka pintu ruangan itu. Dirinya masih terus saja menghilangkan kegugupan yang menyelimuti hatinya. Yang baru saja membuat sekat antara lorong dengan sebuah ruangan yang ukurannya tidak terlalu besar itu adalah, Raja. Ya, Raja putranya sendiri. Kinan menatap lurus tepat ke arah iris kecoklatan yang dimiliki oleh putranya. Dirinya menatapnya dengan lamat-lamat hingga tanpa sadar justru tenggelam pada dunianya sendiri.
Mata kamu indah sekali nak, sangat persis dengan milik papamu.”
“Mah? Mamah? Mah jangan ngelamun!” suara milik seseorang yang amat dirinya jaga dengan sepenuh hati itu mengalun dan memasuki gendang telinganya. Kinan tersadar dari ketertergunannya sejenak. “Eh iya-iya, maafin mamah hehe,” jawab Kinan kepada Raja dengan suara canggung yang terdengar sedikit gelagapan. “Ibu Kinan ya? Silahkan masuk bu,” suara lembut milik seorang wanita lain mengalihkan atensi Kinan yang sedang berusat kepada putranya.
Kinan mendudukkan dirinya di salah satu sofa single yang ada di ruangan berwarna putih gading itu begitu dipersilahkan oleh Luna. Setelah di awal melakukan perkenalan singkat mengenai identitas diri mereka masing-masing, kini ruangan ini dipenuhi oleh aura yang dingin. Sebenarnya tidak. Hanya saja Kinan yang merasa seolah-seolah seperti begitu.
“Saya langsung saja bu,” ucap Luna yang membuat Kinan menganggukkan kepalanya dengan gerakan patah-patah. “Saat jam istirahat tadi, Raja hampir saja mencelakai salah satu teman kelasnya. Anak ibu berusaha untuk mendorong temannya dari di atas rooftop.”
Kedua pupil mata Kinan melebar begitu mendengarkan penuturan yang baru saja dikatakan oleh Luna. Mulutnya menganga, terbuka dengan cukup lebar, hingga dirinya refleks menutupnya dengan menggunakan telapak tangannya. Semua gerakan yang dilakukan tubuhnya itu menandakan dengan jelas bahwa dirinya kini tengah shock dan tidak percaya atas apa yang rungunya tangkap.
Tidak. Tidak mungkin benar kan? Apa yang baru saja ia dengar itu pasti salah kan? Otak Kinan kini ia paksa bekerja lebih ekstra untuk dapat mencerna kata-kata itu, “mencelakai”, “mendorong”. Jika memang benar faktanya begitu, apakah anaknya ini hampir membunuh seseorang? Oh tidak, tolong jangan sampai membuat Kinan pingsan di tempat ini sekarang juga.
Setelah kejadian itu, Kinan menjadi lebih sering dipanggil ke sekolahan Raja. Dan tentu saja yang menghubunginya adalah Luna, guru BK Raja. Sudah dapat dipastikan semua panggilan yang Kinan terima dikarenakan putra bungsunya yang berulah di sekolahnya.
Berbagai cara pendekatan telah Kinan upayakan untuk dapat memahami sebenarnya ada apa dengan putra bungsunya itu? Namun sayangnya, Raja kini berubah menjadi pribadi yang lebih tertutup dari sebelumnya. Hal itu tentu saja menyulitkan Kinan untuk dapat mengetahui alasan di balik perilaku aneh yang ia lihat dari Raja belakangan ini.
Karena Kinan merupakan seorang wanita yang cerdas, dirinya berusaha untuk memikirkan segala kemungkinan yang dapat menjadi jawaban atas teka-tekinya terhadap putranya itu. Hingga terdapat satu dugaan yang terus saja bersarang di otak Kinan, yang membuat wanita itu dengan berat hati harus membawa Raja ke tempat itu.
Mari yakinkan Kinan bahwa apa yang ia pikirkan itu salah. Jangan sampai benar. Karena jika memang itu alasannya, mungkin Kinan akan merasa bahwa dirinya telah gagal menjadi orang tua bagi Raja. Memikirkan hal itu saja sudah membuat Kinan merasakan hatinya berdenyut nyeri, apalagi hingga hal itu sungguhan terjadi.
Kepala wanita itu terus saja tertunduk ke bawah sejak dirinya memasuki ruangan yang memiliki aroma yang khas ini. Dirinya duduk dengan perasaan yang berkecamuk di dalam otaknya. Kedua telapak tangannya ia biarkan tertaut di atas meja yang ada di hadapannya. Karena jika tidak begitu, ujung baju yang dikenakan olehnya akan menjadi kusut lantaran terus saja ia remat untuk menahan kegusarannya.
“Ibu Kinan, setelah kami melakukan berbagai tes yang diperlukan untuk mengetahui kondisi dari putra ibu, maka dengan sangat berat hati saya harus menyampaikan hal ini. Raja, putra ibu memiliki penyakit mental yang ia derita akibat dari trauma yang ia punya ketika masa kanak-kanaknya. Dissociative Identity Disorder (DID) atau yang lebih dikenal dengan sebutan kepribadian ganda, saya menemukan itu pada Raja.
Jujur saja Kinan merasa sangat tidak setuju ketika melihat serial kesayangannya di televisi menampilkan gambar kilatan petir beserta suaranya yang menggelegar begitu sang tokoh yang ada di dalam sana mendapatkan suatu kabar buruk. Menurutnya hal itu terlalu dramatisir dan dibuat-buat, “bagaimana mungkin bisa ada kilatan petir di siangan bolong?” pikirnya. Namun pada detik ini juga, Kinan merasakan hal itu sendiri betulan nyata adanya.
Ibu dari dua orang putra itu tampak memperhatikan dengan seksama ketika seorang pria tua yang mengenakan jas putih dan menggunakan kacamata yang telah turun hingga ke ujung batang hidungnya mulai memaparkan diagnosisnya mengenai keadaan Raja, putra bungsunya.
“Pada kasus ini, biasanya para pasien membuat beberapa kepribadian atau karakter baru di dalam dirinya. Untuk jumlahnya sendiri itu bervariasi, ada yang hanya satu, dua, ada juga yang sampai lebih dari sepuluh. Karakter yang muncul biasanya dibentuk oleh mereka untuk membuat versi lebih baik dari karakter aslinya. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan akan muncul karakter yang justru bersifat jahat dan ingin melenyapkan karakter asli dari sang pemilik tubuh.
“Raja, membentuk dua karakter baru di dalam dirinya. Saya tahu bahwa sifat asli Raja adalah anak yang cuek dan tidak terlalu peka terhadap lingkungan sekitar. Namun dirinya akan berjuang mati-matian untuk dapat melindungi orang maupun barang yang menurutnya sangat berharga bagi dirinya. Bersyukur, karena sifat asli Raja masih dapat bertahan hingga sekarang.”
“Karakter pertama yang dibentuk oleh Raja adalah karakter yang selalu pasrah akan apa yang dilakukan oleh orang lain kepada dirinya, termasuk perundungan. Hal ini mungkin disebabkan karena dirinya pernah melihat seseorang yang terlihat tidak pernah melawan ketika disakiti oleh orang lain. Karakter itu sebenarnya terbentuk karena ingatan akan hal itu terlalu kuat hingga membekas dan tidak dapat dirinya hilangkan padahal sudah berusaha dengan sekuat tenaga. Saya dapat pastikan bahwa Raja juga membenci karakter barunya yang ini.”
“Untuk karakter kedua, Raja membentuk karakter yang merupakan sosok tangguh, kuat, dan tak terkalahkan oleh siapapun. Dirinya membentuk karakter ini untuk dapat melindungi karakter dirinya yang begitu lemah. Sebenarnya karakter ini cukup membantu Raja untuk dapat survive ketika dirinya mendapat perundungan atau semacamnya. Namun sayangnya, karakter ini juga dapat menjadi boomerang yang sangat berbahaya bagi karakter asli Raja. Bahkan, karakter ini sedang berusaha untuk memenangkan tubuh Raja dengan menghilangkan karakter asli yang dimiliki olehnya.
Kinan tidak menyangka jika dirinya dapat menjadi penyebab tas penyakit mental yang diderita oleh putranya. Dirinya tidak pernah berpikiran bahwa apa yang selama ini terjadi kepada dirinya akan memberikan dampak yang buruk juga bagi putranya itu. Kinan kira, hanya dirinyalah yang akan merasakan trauma akibat perbuatan gila yang dilakukan oleh suaminya, Gatan. Namun pada kenyataannya, Raja juga harus menjadi korban di sini.
© scndbrr