Pengakuan
Sesuai dengan apa yang telah dijanjikan laki-laki pemilik kulit eksotis itu. Sekarang, dirinya ditemani oleh seorang perempuan cantik untuk pergi ke tempat tujuan mereka berdua.
Panti Asuhan Mutiara Ibu, yang terletak di daerah pinggir dari kota metropolitan ini.
Hilarius telah membulatkan tekadnya sebelum dirinya memutuskan untuk melajukan kendaraan roda empatnya menjemput Oryza.
Sejak semalam, perasaan Oryza tidak karuan.
Bagaimana bisa dirinya terlihat biasa saja ketika diajak oleh sang idola untuk menghadiri konsernya secara langsung?
Bukankah ini yang sering dikatakan orang-orang sebagai “kekuatan orang dalam”?
Bahkan orang dalam pada kasusnya sekarang bukan sembarang orang dalam biasa.
Mungkin hal ini dapat dikatakan seperti mendapatkan golden ticket untuk maju ke babak selanjutnya ketika sedang mengikuti kompetisi ajang menyanyi yang sering perempuan itu saksikan pada di televisi miliknya.
Karena itulah, Oryza banyak melakukan persiapan sebelum dirinya berjumpa dengan sang idola yang telah mengisi hatinya tiga tahun ke belakang ini hingga membuat perempuan ini menutup pintu hatinya rapat-rapat untuk lelaki manapun yang berniat untuk mengetuk dan memasukinya.
Persiapan Oryza sukses membuat Ellena yang berstatus sebagai sahabat dekatnya geleng-geleng kepala melihat tingkah bestienya itu.
Mulai dari memilih pakaian yang akan dikenakan olehnya besok, memilih tas jinjing yang warnanya senada dengan dress yang dipakai, memilih sepatu dengan jenis yang cocok dengan tempat yang akan dikunjunginya esok hari, hingga harus menentukan model rambut dan juga polesan make-up apa yang yang akan membuat wajah cantiknya itu akan terlihat berkali-kali lipat terlihat cantik di mata Hilarius.
Banyak sekali bukan persiapan yang dilakukan olehnya?
Kebiasaan buruk Oryza adalah ketika dirinya meminta pendapat dari orang lain tentang suatu hal, namun pada akhirnya perempuan itu akan memilih pilihan pertamanya.
Entahlah, menurut dirinya pilihan pertama itu selalu yang terbaik. Lantas kalau begitu, mengapa dirinya harus repot-repot bertanya kepada Ellena? Memang aneh.
Setelah sempat membuat kegaduhan pada pagi hari ini dengan kelimpungan mencari keberadaan parfum varian favoritenya, akhirnya Oryza kini telah duduk manis tepat di samping Hilarius yang sedang fokus menyetir.
Saat pertama kali memasuki mobil keluaran negara Bunga Sakura ini, perempuan itu merasa sedikit canggung. Bahkan dirinya pun lupa tidak menyapa manusia lain yang ada di dalamnya selain dirinya.
Hilarius yang menyadari jika Oryza tidak berani menatap langsung pada kedua matanya, terkekeh pelan tanpa mengeluarkan suara. Menurutnya perempuan ini sangat menggemaskan.
Hilarius sesekali melirik ke arah kaca yang terdapat di bagian atas untuk melihat perempuan di sampingnya ini dari ekor matanya.
Laki-laki itu mampu menangkap bayangan tangan Oryza yang tertaut antara satu dengan yang lainnya kemudian dirinya melakukan gerakan meremas di sana.
Gugup.
Perempuan itu terlihat sangat jelas sedang berusaha untuk menekan rasa gugupnya.
Hilarius yang peka akan keadaan di sekitarnya pun menjulurkan tangan kirinya untuk memutar lagu.
Dirinya berharap hal ini akan membuat perempuan yang ada di sebelahnya menjadi sedikit lebih rileks.
“Nyalain lagu, gapapa kan?” tanyanya tanpa menoleh kea rah Oryza sebab dirinya harus tetap fokus memandang jalanan di depannya.
Suara bass milik Hilarius yang masuk ke dalam gendang telingan Oryza dengan sopan sontak mengundang atensi dari perempuan itu.
Karena tak ingin membuat idolanya itu menunggu jawabannya terlalu lama, Oryza langsung menyahutinya, “I-iya, gapapa kok,” ucapnya dengan sedikit terbata karena tiba-tiba saja kerongkongannya menjadi kering sehingga suaranya seperti tercekattidak mau keluar.
Keadaan dirinya yang gugup harus bertambah lantaran kedua netranya melihat seorang Hilarius Kalandra memegang kendali stir mobil hanya dengan menggunakan satu tangan saja.
Laki-laki itu terlihat sangat ber-damage.
Hilarius menyunggingkan senyuman manisnya dengan tipis membuat Oryza harus meremat dress yang digunakan olehnya.
Manis banget senyumannya, batinnya.
Karena tidak terletak di tengah kota, maka mereka berdua membutuhkan kurang lebih 2 jam perjalanan untuk dapat bertemu dengan anak-anak kecil yang ada di Panti Asuhan Mutiara Ibu.
Setelah melewati suasana canggung pada 30 menit ke belakang, akhirnya Oryza terlihat mulai merasa nyaman dan tidak kaku lagi.
Itu semua berkat Hilarius yang tiada hentinya melempari topik pembiacaraan kepada perempuan itu. Sehingga mau tidak mau Oryza harus menanggapinya.
Namun, siapa sangka hal itu justru dapat membuat mereka berdua kini dapat tertawa hingga terbahah-bahak padahal benang merah yang sedang dibicarakan oleh mereka berdua hanyalah perihal hewan monyet.
“Eh sumpah lo juga pernah ketipu?” tanya Hilarius yang langsung mendapatkan anggukan mantap dari Oryza.
“Iya gila! Gue kan awalnya ga mau tuh ya, soalnya kaya ngapain aja gitu segala foto sama monyet, maksud gue kan bisa monyetnya aja yang kita foto,” jelas Oryza sambil mengerutu dan memperlihatkan wajahnya yang benar-benar terlihat kesal ketika mengingat kejadian itu.
“Terus, terus gimana? Lanjutin dong, gue mau tau modusnya pegawai di sana sama pa engga ke setiap pengunjungnya,” balas Hilarius dengan sorot matanya yang terlihat sangat berbinar-binar tidak sabar mendengarkan kelanjutan kisah dari perempuan yang duduk di samping itu.
“Ya pokoknya gue kaya dikasih makanannya si monkey itu, terus tiba-tiba bapaknya bilang gini, ‘Hadap ke kamera sini mbak, 1 2 3, cekrek, udah deh kefoto, terus langsung dibilangin disuruh nebus pas di pintu keluarnya,” jelas Oryza sambil mempraktekkan secara langsung dengan gerakan tubuhnya yang semakin membuat ceritanya barusan terdengar sangat nyata bagi Hilarus.
Pria itu bahkan dapat membayangkannya sekarang.
“Wah iya? Parah, parah sama persis njir kaya gue dulu.” Suara cekikikan yang keluar dari mulur dua insan itu memenuhi setiap sudut ruangan pada mobil ini.
Tanpa Oryza sadari ternyata kendaraan yang dinaikinya baru saja terpakir dengan manis di sebuah pekarangan yang tidak luas yang dikelilingi oleh berbagai macam jenis tanaman yang membuat tempat ini terlihat asri dan terasa sangat sejuk.
“Yuk turun, kita udah sampe,” ajak Hilarius menyadarkan lamunan Oryza barusan yang sedang mengagumi pemandangan di sisi kaca sebelahnya.
Perempuan itu lantas bergegas untuk melepas sabuk pengaman yang melekat pada tubuh depannya, kemudian beranjak keluar dari mobil mengekori Hilarius yang berjalan di depannya.
Laki-laki itu tampaknya menyadari ketertinggalan Oryza di belakangnya dikarenakan Langkah besar yang diambil oleh dirinya.
Hilarius berhenti sejenak hingga membuat Oryza menatapnya dengan tatapan bingung sambil mengerutkan keningnya menyiratkan dirinya bertanya menagapa laki-laki itu tiba-tiba berhenti.
Tanpa berbasa-basi lagi, Hilarius mengambil tangan kanan Oryza yang menganggur dan menggenggamnya dengan pelan. Laki-laki mempersempit Langkah kaki jenjangnya berusaha untuk mengimbangi Langkah perempuan yang ada di sebelahnya.
Jantung Oryza rasanya sudah mau lompat ke perut. Debarannya organ inti kehidupannya berdebar begitu keras ketika merasakan kehangatan yang mejalar pada telapak tangannya.
Perempuan itu tidak dapat menyembunyikan semburat merah muda yang merona begitu saja pada kedua pipinya.
Dirinya mengulum bibirnya ke dalam menahan bibirnya agar ujungnya tidak tertarik ke atas dan menghasilkan lengkungan manis yang terpatri di sana.
Kehadiran Hilarius dan Oryza disambut dengan ramah oleh ibu pengurus panti asuhan ini dan juga oleh anak-anak di sini.
Anak-anak ini tampaknya sudah sangat akrab dengan Hilarius terbukti dengan mereka yang tidak segan-segan merentangkan kedua tangannya dan langsung mendekap tubuh Hilarius begitu saja.
Hal itu membuat tautan pada tangan mereka berdua terlepas.
“Kak Hil, perempuan itu siapa?” tanya dari seorang bocah laki-laki yang kini sedang digendong oleh Hilarius.
Kedua netra laki-laki itu mengikuti arah tunjuk dari bocah tadi yang diketahui beranama Bastian. “Dia?” tanya Hilarius kepada Batian untuk memastikan pertanyaan bocah itu.
Bastian menganggukkan kepala berkali-kali untuk menjawab pertanyaan dari Hilarius.
“Kakak itu namanya kak Oryza… …calon pacar kak Hilar,”
Deg.
Apa?
Bisa diulangi sekali lagi?
Hilarius tidak sedang salah bicara kan?
Oryza mengerjapkan kedua matanya berkali-kali dengan lucu dan tiba-tiba saja perempuan itu mengalami cegukan.
Hilarius yang menatapnya buru-buru memalingkan wajahnya ke arah lain lantaran merasa teralu gemas dengan perempuan itu.
Kegiatan Hilarius di panti asuhan pada hari ini berjalan dengan lancar. Ditambah lagi dengan kehadiran Oryza di sisinya membuat semuanya menjadi sempurna.
Apalagi jika laki-laki melihat kembali kilas balik kejadian yang baru saja dialaminya.
Flashback beberapa jam yang lalu.
Di depan sana, Hilarius sedang memainkan gitar akustik. Tangannya terlihat lincah dan tidak kesulitan memetik dawai yang terbentang pada badan gitar hingga memunculkan harmonisasi yang apik.
Laki-laki itu memadukan suara merdunya dengan permainan gitarnya yang sukses menghibur semua anak-anak yang ada di sini.
Ketika telah selesai membawakan lagu permintaan salah satu dari anak panti, suara riuh yang dihasilkan dari benturan antar kulit telapak tangan penonton terdengar meriah.
“KEREN!”
“KAK HIL HEBAT BANGET!!”
“MANTAP, GA ADA OBAT DAH KAKAK KITA SEMUA!!!”
Begitulah kira-kira suara-suara dari penonton yang melontarkan berbagai pujian atas penampilan Hilarius.
Hilarius beristirahat sejenak sambil meneguk air mineral untuk membasasi kengkongannya yang terasa kering itu. Kedua netranya tidak terlepas mengamati setiap pergerakan yang dilakukan Oryza.
Oryza tahu jika permainan itu adalah permainan terakhir Hilarius di sini. Dirinya bersiap untuk membereskan barang-barang pribadinya karena tadi laki-laki berkata akan pulang setelah mempersembahkan penampilannya di sini.
“Aku mau bawain satu lagu lagi,” celetuk Hilarius tiba-tiba membuat Oryza kembali memusatkan perhatiannya kepada pria itu.
Hilarius tersenyum singkat lalu kembali duduk dan mengambil gitarnya.
Hilarius memilih lagu Better Than Better Could Ever Be – Stephen Jerzak & Cady Groves.
”...Girl, you’re my sun shiny day, you’d take my life away, if you ever wanted to go...”
Kalimat itu dengan sengaja Hilarius berikan penekanan di sana. Dirinya berharap perempuan yang disukainya menyadari maksud dari perasaan yang terpendam di dalam dirinya itu.
by scndbrr