Panti Asuhan “Kasih Ibu”

Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas ini, kini dipenuhi oleh tawa riang dari makhluk kecil yang masih polos dan tak berdosa.

Bagaimana tidak demikian? Pasalnya di depan mereka semua ada dua orang laki-laki dewasa yang sedang membagikan hadiah yang beraneka ragam macamnya.

Yang paling dinanti-nantikan oleh anak-anak adalah peralatan sekolah baru yang terdiri dari tas, sepatu, buku-buku, lengkap hingga alat tulisnya. Namun, selain itu juga terdapat berbagai snack seperti coklat, biskuit, permen.

Anak-anak yang ada di sana terlihat sangat excited pada waktu pagi menjelang siang pada hari ini.

Grena, wanita itu hanya menyaksikan semua hal yang tengah dilakukan dilakukan oleh suami dan juga temannya. Tanpa sadar, Grena mengukir sebuah senyuman yang sangat terlihat tulus pada bibir ranumnya ketika melihat seorang anak perempuan yang diperkiraka usianya baru menginjak 4 tahun itu.

“Long, tolong, tolongin aku,” racau dari anak perempuan tadi.

“Ah anak itu sedang kesulitan membuka plastik yang membungkus biskuit di tangannya itu,” pikir Grena.

Tanpa berlama-lama lagi, Grena langsung mengambil biskuit itu dan membukakan bungkus plastiknya kemudian mengembalikannya kepada anak perempuan itu.

“Terima kasih,” ucap anak perempuan tadi.

“Sama-sama sayang,” balas Grena sambil mengusap surai anak itu dengan lembut.

Di sisi lain, Jevano yang melihat interaksi yang terjadi diantara Grena dan anak perempuan yang meminta bantuan kepadanya barusan merasakan sesuatu yang hangat mengalir di darahnya hingga membuat kedua matanya memanas.

“Topeng kamu tebal sekali, Agrena.”


Setelah selesai membagikan aneka bingkisan natal kepada anak-anak dan juga sempat bermain bersama mereka, kini semua orang berada di ruang makan untuk menyantap hidangan makan siang bersama-sama.

Posisi duduk Grena ada di samping kanan persis dari Jevano. Mereka berdua terlihat seperti pasangan suami-istri yang sangat serasi.

“Semoga ibu Grena dapat segera dikaruniai seorang malaikat kecil ya,” celetuk ibu panti yang entah sejak kapan sudah berdiri di sisi Grena.

Grena yang sedang menghancurkan makanan yang ada di dalam mulutnya pun tersedak hingga terbatuk-batuk karena sangat terkejut akan ungkapan mendadak yang dituturkan oleh Ibu Gabriella barusan.

Di hadapan wanita itu kini terdapat dua uluran tangan yang menyodorkan gelas berisi air putih. Kedua gelas tadi berasal dari dua orang pria yang berbeda, Jevano dan Darrel.

Karena tidak ingin menahan sesak lebih lama di bagian dadanya, akhirnya Grena segera mengambil uluran gelas dari Jevano dan meneguk airnya hingga tersisa sebagian.

Acara makan siang pun berlanjut dengan suasana kikuk yang meliputi meja lingkaran itu. Karena tidak tahan, Grena berlalu ke belakang dengan alasan ingin pergi ke toilet sebentar.

Tindakan Grena barusan membuat Jevano mengernyitkan dahinya dengan cukup dalam. Bukannya tadi wanita itu berkata dia tidak pernah ke panti asuhan ini? Lalu mengapa dirinya dapat berlalu begitu saja tanpa menanyakan letak dari tempat tujuannya?

Ceroboh, adalah kata yang cocok untuk menggambarkan perilaku Grena. Wanita itu menyadarinya. Karena setelah dirinya menghilang dari pandangan Jevano, Grena langsung merutuki kebodohannya sendiri. Sia-sia sudah kebohongan dan acting yang telah dilakukannya.

Niat hati ingin ke toilet, namun kedua kakinya justru membawa langkah Grena ke arah tempat yang digunakan untuk membuat dan mengolah makanan yang dikonsumsi oleh anak-anak di sini pada setiap harinya.

“Hm... semuanya masih sama persis,” gumam Grena sambil memperhatikan sekeliling.

Tiba-tiba bayangan akan bunga tidurnya memenuhi isi kepalanya. Grena memegangi kepalanya yang terasa berdenyut dengan kedua tangannya. Kedua kakinya mendadak jadi lemas dan tidak sanggup untuk menopang tubuh rampingnya. Wanita itu kini terduduk di bawah lantai dapur dengan getaran hebat yang menguasainya.

Tidak, Grena tidak berteriak atau bahkan bersuara sama sekali. Suaranya tidak dapat ia keluarkan lantaran tercekat di kerongkongan keringnya.

Nafas Grena tersengal-sengal, raut wajahnya berubah menjadi kemerahan, buliran bening sudah keluar meninggalkan jejak pada pipinya, dan peluh membasahi sekujur tubuhnya. Kedua tangannya yang masih memegangi kepalanya itu beralih untuk mengepal kuat-kuat hingga kuku-kuku panjangnya melukai telapak tangannya sendiri.

Semua bayangan mimpi itu membawakan rasa sakit yang luar biasa bagi Grena sekarang ini. Wanita itu berusaha untuk memejamkan kedua matanya dan mencoba melihat wajah dari seorang laki-laki yang ada di sana.

Ketika hampir mendapatkan sebuah gambaran yang jelas sebuah rengkuhan hangat membuatnya tersentak dan membuka kedua kelopak matanya dengan perlahan.

Dia Jevano, suaminya.

Jevano mendekap punggung sempit Grena hingga tenggelam oleh perawakan tubuh besarnya. Pelukan itu sangat erat, namun anehnya justru membuat Grena merasakan rasa nyaman dan aman dari sana.

Grena tidak tahu bahwa kedua mata pria itu sedang berkaca-kaca ketika menemukannya dalam kondisi yang menyedihkan seperti ini.

© scndbrr