Memperbaiki yang Retak

Flashback.

Grena adalah wanita yang hidup dengan prinsip yang telah dibuat oleh dirinya sendiri. Dirinya berpendirian kuat, dan sampai kapanpun hal itu tidak akan dapat dipatahkan oleh siapapun. Namun, siapa sangka jika semua keteguhannya tadi dapat dirobohkan oleh sosok pria yang masih berstatus sebagai suaminya?

Jevano Adelard, adalah orang pertama yang mampu menembus ke dalam pertahanan yang telah dibentuk oleh Grena. Pria itu mampu menyihir Grena untuk menjadi seseorang wanita bodoh yang mau bertekuk lutut di hadapannya.

Katakan saja jika Grena adalah wanita tidak waras, yang masih mau untuk mempertahankan rumah tangganya bersama Jevano, yang jelas-jelas tidak layak untuk diperjuangkan. Namun, kita semua di sini tidak berhak atas kehidupan Grena. Jadi, biarlah wanita itu sendiri yang memutuskan mau bagaimana dirinya menjalani hidupnya.

Setelah mengatakan dengan gamblang kepada Jevano bahwa dirinya ingin berpisah dengan membatalkan janji pernikahannya, Grena benar-benar pergi angkat kaki dari rumah yang ia tinggali selama kurang lebih hampir enam bulan itu. Ia menghilang begitu saja dari jangkauan Jevano bagaikan ditelan bumi.

Jevano masih berusaha untuk terus mencari wanitanya. Dirinya bertanya kepada teman-teman terdekat Grena, mengunjungi apartemen istrinya itu setiap hari, bahkan sampai mencari tahu jadwal pemotretan Grena yang memang sudah berpindah ke perusahaan lain.

Sayangnya, semua kerja kerasnya untuk dapat bertemu kembali dengan wajah cantik milik wanita itu berujung pada kekecewaan yang besar. Pasalnya, Jevano tidak dapat menemukan Grena di mana pun meski sudah mengerahkan seluruh kemampuannya.

Kalian semua ingin tahu bagaimana keadaan Jevano setelah Grena pergi dari kehidupannya? Hancur, kacau, dan berantakan mungkin dapat mendeskripsikannya dengan baik. Dirinya menjadi seperi orang yang kehilangan semangat hidup. Menjadi orang yang kehilangan akal untuk dapat berpikir dengan jernih lagi.

Sungguh memprihatinkan. Pria itu bahkan selalu bolos bekerja hanya untuk bermalas-malasan dengan merebahkan tubuhnya pada kasur Grena. Ya, selama Grena pergi dirinya tidur di kamar tamu yang menjadi kamar Grena selama ini. Jevano seperti orang yang baru saja ditinggal pulang untuk selamanya oleh belahan jiwanya.

Pada malam hari, dirinya selalu mengajak sahabat-sahabatnya untuk mabuk-mabukan di salah satu bar yang sudah menjadi tempat langganan mereka. Di sana, Jevano akan menenggak banyak gelas minuman, hingga jika diperhitungkan dapat menghabiskan beberapa botol.

Siklusnya adalah biasanya pria itu akan bercerita bagaimana Grenanya pada saat kuliah dulu. Dirinya dengan bangga mengatakan bahwa istrinya itu adalah dewi kampus yang menjadi incaran banyak mahasiswa. Selain cantiik, dirinya juga menceritakan kecantikan attitude Grena yang selalu membantu orang lain.

Kemudian Jevano akan melanjutkan ceritanya mengapa dirinya harus membuat kontrak pernikahan dengan Grena. Bagaimana ia memperlakukan Grena selama ini. Hingga hari di mana tragedi menegerikan itu terjadi. Pada saat Jevano dengan teganya menyuruh Margo untuk menyiksa Grena di depan matanya sendiri.

Jika diingat-ingat kembali, segala rintihan kesakitan dan suara Grena yang terdengar sudah sangat putus asa ketika berteriak meminta tolong kepadanya itu membuat hatinya berdenyut nyeri. Tidak munafik, Jevano tahu bahwa kesalahannya yang satu itu memang tidak pantas untuk mendapatkan maaf dari Grena.

Namun, bukankan bukan Jevano sendiri yang menyentuh Grena pada saat itu? Meskipun bukan berarti Jevano dapat lepas dari tanggung jawab, hanya saja bukankah berlebihan jika dirinya disalahkan atas hla tersebut? Kemudian, saat itu Jevano juga masih diselimuti oleh kabut balas dendam yang membara. Jadi, bagaimana bisa dirinya berpikir dengan menggunakan kepala yang dingin?

Sekali lagi, itu semua bukanlah pembenaran yang dapat Jevano gunakan sebagai tameng untuk melindungi dirinya sendiri. Hanya saja, bisakah kalian juga melihat beban penderitaan yang selama ini dpikul pada kedua bahu tegapnya? Mungkin bahu itu selalu dapat terlihat kokoh dan kuat. Namun, apakah kalian semua pernah memikirkan apa yang sebenarnya dirasakan oleh pria itu ketika harus menanggung ini semua?

Bukan hanya Grena yang hidupnya dipenuhi oleh lika-liku, batu terjal, bahkan rintangan yang selalu siap untuk menghadangnya. Jevano juga. Meskipun berbeda, namun Jevano juga memiliki kisah pahit dan pilu di dalam kehidupannya. Mungkin jika ada alat yang dapat untuk me-reset kehidupannya, maka dirinyalah yang akan mengajukan diri pertama kali untuk melakukannya.

Apakah kematian Mima, adik perempuannya itu kemudian menjadi akhir dari segalanya? Jawabannya tentu tidak. Karena bahkan dirinya tidak dapat mengatakan siswi SMA yang terbunuh oleh Yarsa, yang dimaksud oleh penyiar berita di televisi itu adalah adik kandungnya sendiri.

Jangan lupakan juga soal om, tante, dan sepupu-sepupunya yang menjadi dalang dari kasus itu. Ya, Jevano dan keluarganya sudah tahu. Namun mereka tidak dapat berbuat lebih, sebab percuma juga karena tidak ada bukti kuat yang dapat mendukung pernyataan mereka.

Yarsa? Memang benar Jevano tahu semuanya dari mulut Yarsa. Meskipun tidak langsung, melainkan melalui perantaraan orang ain yaitu Jayden. Namun, dirinya tetap sudah mengetahui fakta asli dibalik hilangnya hingga berujung kematian yang menimpa adiknya. Yarsa dan oraganisai “Vero Uomo” tidak dapat membeberkan detail klien atau bahkan memberikan bukti transaksinya kepada Jevano.

Taraka yang hafal sekali dengan cerita yang sudah diutarakan oleh Jevano barangkali ada sampai jumlahnya puluhan kali itu dapat memastikan bahwa sebentar lagi sahabatnya akan tumbang. Dan benar saja, tidak sampai dirinya menghitung hingga angka lima, tubuh Jevano sudah limbung ke arah dirinya.

Sudah terhitung hampir tiga bulan lamanya Grena menghilang begitu saja. Dan selama itu juga penampilan Jevano juga telah berubah menjadi seperti gelandangan yang tidak terawat. Rambutnya yang sudah memanjang hingga menyentuh pundaknya sendiri. Kumis dan janggut tipis pun juga tidak dapat dihndari untuk tumbuh pada areanya karena Jevano terlalu malas untuk sekedar menggunakan pisau cukur.

Pada suatu hari Taraka, Johan, Darrel dan Jevano memiliki rencana untuk berlibur ke luar kota. Ini semua adalah ide brilian dari Johan yang memiliki niat untuk membuat Jevano dapat mengikhlaskan kepergian Grena. Bukankah Jevano juga harus tetap melanjutkan hidupnya sendiri? Lihat, padahal dirinya tidak sedang ditinggal mati seseorang, namun mengapa bahasanya menjadi seperti demikian?

Entahlah. Yang pasti ketiga temannya sudah siap sejak tiga puluh menit yang lalu. Mereka bertiga hanya tinggal menunggu kehadiran Jevano saja kemudian langsung dapat berangkat menuju ke bandara. Namun, hingga hampir waktunya untuk segera berangkat supaya tidak tertinggal pesawat mereka, Jevano belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Tarakan yang panik dan memiliki firasat buruk kepada salah satu sahabatnya itu langsung memberikan komando kepada yang lain untuk mengunjungi rumah Jevano pada saat itu juga. Benar saja apa yang tadi dipikirkan oleh Taraka tadi. Jevano mereka temukan dalam keadaan sekarat setelah menenggelamkan dirinya pada bathup. Sudah gila nampaknya pria itu.

Johan yang sudah tidak tahan lagi dengan kondisi mengenaskan sahabatnya itu langsung mengambil inisiatif untuk menghubungi Grena. Beruntung Johan memang sudah mengenal Grena, jadi dirinya juga memiliki nomor ponsel wanita itu. Johan langsung menjelaskan keadaan Jevano selama dirinya absen di rumah begitu panggilannya diterima oleh Grena.

Terdengar helaan nafas berat dan juga suara gemetar karena khawatir Grena di ujung sana. Hal itu sukses membuat Johan tersenyum kecil karena sudah tidak dapat lagi menahan kedua ujung bibirnya yang terus saja mendesak untuk merentangkan diri mereka ke arah kanan dan kiri. Ternyata istri sahabatnya itu masih peduli, pikirnya.

Grena yang pada saat itu menginap di salah satu vila miliki Nasa langsung bergegas untuk pulang menuju ke rumah Jevano. Dirinya yang sangat begitu panik sampai tidak sadar menggunakan alas kaki yang berbeda pasangannya. Surainya juga terlihat berantakan dan sedikit kusut akibat dari dirinya yang lebih memilih untuk menggunakan ojek online. Menurutnya kendaraan roda dua itu akan dapat membawanya lebih cepat sampai ke tujuan.

Sesampainya Grena di sana, membuat sahabat-sahabat Jevano pamit undur diri untuk dapat memberikan ruang kepada pasutri itu. Jevano yang belum kunjung membuka kedua kelopak matanya menimbulkan rasa risau di hati Grena. Wanita itu terlihat takut akan kehilangan dunianya.

Dunianya. Jevano sudah mampu menyabet gelar itu. Dirinya telah mendapatkan sematan yang diidam-idamkan oleh pria-pria lain di luar sana. Karena pada akhirnya, Grena telah menjatuhkan hatinya sejatuh-jatuhnya untuk pria yang di mata orang brengsek, yang pernah membuatkan menangis hingga menjerit kesakitan.

© scndbrr