Ketenangan

Sebenarnya kehadiran Brina di taman ini karena adanya rasa terpaksa dalam dirinya.

Dengan berat hati, gadis itu menuruti kemauan Fino untuk bertemu lantaran rasa khawatirnya yang mampu mengalahkan egonya sendiri.

Memang begitulah Brina. Jika hal tersebut menyangkut dengan Fino, maka dirinya tidak akan pernah berpikir dua kali untuk segera bertindak.

Di sinilah Brina dan Fino kini berada. Pada sebuah taman yang ukurannya memang tidaklah terlalu luas, namun tempat itu memiliki sejuta kenangan bagi kedua muda-mudi ini.

Taman yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berdua dahulu menimba ilmu ketika masih mengenyam pendidikan pada sekolah dasar.

Taman yang selalu menjadi tempat pelarian bagi mereka berdua ketika suasana hati mereka sedang baik ataupun sebaliknya.

Taman yang menjadi saksi bisu atas kebahagian yang bersemi dan juga sekaligus atas kesedihan mereka berdua yang mendalam.

Mungkin jika ditanya, mereka berdua akan kompak menjawab bahwa taman ini telah menjadi rumah kedua bagi mereka berdua. Atau bahkan justru menjadi rumah pertama mereka?

Setelah hampir lima tahun lebih tidak pernah berkunjung ke taman ini, rasanya ada banyak perubahan yang terjadi di sini.

Mulai dari beberapa fasilitas umum di taman ini yang telah diperbaiki dan dibangun, hingga juga beberapa tata letak bagiannya yang berubah.

Meskipun demikian, namun bagi Brina dan Fino tempat ini masih menjadi tempat ternyaman bagi mereka berdua.

Brina tiba-tiba saja teringat kilas balik memori yang terputar pada otaknya begitu saja, mengingat masa-masa indahnya dengan Fino dulu ketika mereka menghabiskan waktu di taman ini.

Menunggu sang surya yang menenggelamkan dirinya di barat adalah momen favorit mereka berdua.

Jika ditanya mengapa? Dan bukankah saat itu mereka berdua masih terlampau kecil untuk pulang ketika menjelang petang hari.

Jawabannya adalah, karena mereka berdua memiliki satu alasan yang sama. Yaitu, mereka tidak ingin berada di rumah mereka berdua masing-masing.

Karena di dalam bangunan luas tempat tinggal mereka hanya terdapat kesunyian.

Mereka sama-sama kesepian.

Mungkin bagi sebagian orang itu adalah masalah sepele, namun tidak bagi mereka berdua.

Ketika sedang terlarut di dalam lamunannya sendiri, Brina sedikit tersentak lantaran terkejut akan tindakan Fino yang dilakukan secara tiba-tiba.

Laki-laki itu meraih tangan Brina, memiliki tujuan untuk menggenggamya.

Entah mengapa, rasanya dirinya membutuhkan hal itu sekarang. Setidaknya hanya untuk kali ini saja.

Brina menghentakkan tangannya dengan kasar dan langsung menarik tangannya dengan cepat.

Gadis itu berdeham singkat untuk mencairkan suasana yang langsung berubah canggung akibat ulahnya barusan.

Tapi tunggu dulu, bukankah tindakan tiba-tiba Fino tadi yang justru menjadi asal muasalnya?

“Brin,” panggil Fino dengan suara yang terdengar parau.

Gadis yang namanya dipanggil itu menoleh kemudian menatap tepat pada kedua netra Fino yang memancarkan tatapan sendu.

Brina menatap lamat-lamat wajah Fino yang menurutnya menjadi lebih tirus. Dirinya yakin bahwa laki-laki di hadapannya kini telah kehilangan banyak berat badannya.

Tidak hanya itu, Brina juga memperhatikan kantung mata milik Fino yang terlihat membesar dan berwarna hitam. Jika laki-laki itu disandingkan dengan panda, mungkin mereka berdua tidak ada bedanya.

Fino terlihat lelah.

Sangat lelah.

Bukannya mau bersikap sok tahu, namun sepertinya Brina tahu mengapa laki-laki ini begitu bersikeras untuk menemuinya sekarang.

Pasti ini semua ada hubungannya sama keluarganya, batin gadis itu.

“Aku boleh pinjem tangan kamu sebentar nggak?” tanya Fino dengan lembut.

Brina menghela napas pelan kemudian mengulurkan tangannya dan membiarkan laki-laki itu untuk melakukan hal yang diinginkannya.

Posisi mereka berdua sekarang adalah sama-sama sedang duduk pada kursi panjang taman yang terletak di dekat air mancur dan di samping pohon besar dan lampu taman.

Fino menundukkan kepalanya dan tangan kanannya masih setia untuk menggenggam tangan kanan Brina.

Gadis itu tahu bahwa laki-laki ini sedang tidak baik-baik saja.

Dengan ragu-ragu Brina lantas membawa tubuh besar Fino ke dalam dekapannya. Dia berharap pelukan hangatnya dapat membuat laki-laki itu menjadi lebih baik.

Fino sedikit terkejut dan tidak menyangka juka Brina akan mau melakukan hal ini untuknya. Perlakuan yang memang sudah biasanya ia peroleh dari Brina ketika dulu.

Ternyata, Brinanya masih sama.

Dia tidak pernah berubah.

Seketika Fino teringat akan perilaku buruknya belakangan ini yang berbuat semena-mena kepada Brina.

Memang benar jika semuanya dikarenakan kecelakaan tempo lalu, namun tetap saja dirinya sudah menyakiti orang yang sangat ia sayangi.

Posisi wajah Fino yang berada pada ceruk leher Brina membuat gadis itu dapat merasakan hembusan napas hangat dari sana.

Genggaman tangan Fino pada tangan Brina terlepas karena laki-laki itu kini telah melingkarkan kedua tangannya pada pinggang kecil Brina, memeluknya dengan posesif.

Bukanlah baru kali ini Fino dikecewakan oleh ayahnya. Karena mungkin jika dirunut, bisa jadi kali ini mendapat nomor antrean yang ke seratus sekian.

Namun, rasanya masih saja tetap sakit. Fino merasa dirinya tidak dianggap sebagai seorang anak di keluarganya sendiri.

Silahkan jika kalian ingin menyebut Fino sebagai laki-laki lemah yang mentalnya langsung jatuh ketika menghadapi perkara begitu saja.

Semua orang berhak untuk berpendapat bukan?

Mungkin kalian memang tidak tahu apa yang sebenarnya dialami oleh Fino.

Hidup di dalam sebuah keluarga yang selalu dipandang harmonis oleh semua orang bahkan selalu dijadikan keluarga panutan bagi beberapa orang.

Cukup.

Sudah, Fino muak akan semua drama ini.

Beruntungnya, laki-laki itu memiliki sandaran terbaik di dunia ini. Sandaran yang ada untuk menyalurkan ketenangan untuknya. Sandaran yang tidak pernah menyudutkan atau menghakiminya begitu saja.

Dia, bunda Nananya.

Rasanya nyaman sekali ketika dirinya merasakan usapan lembut pada surai miliknya.

Ini yang sangat disukai oleh Fino.

Ini juga lah yang menjadi alasan kuatnya menjadikan Brina sebagai wanita pujaan hatinya.

Perempuan itu, selalu dapat memberikan ketenangan untuknya.

Dimanapun dan kapanpun itu.

Makasih banyak, Na. Aku sayang kamu.

by scndbrr