Gelap Mata
Arjuna bersungguh-sungguh dengan ucapannya pada waktu itu. Ia meninggalkan rumah dan memutuskan kontak dengan kedua orang tuanya.
Bahkan dengan Sebastian pun ia juga sudah tidak pernah berkomunikasi lagi.
Kini dirinya hidup dalam rumah kecil nan sempit yang sederhana bersama Marina.
Meskipun demikian ia merasakan kebahagiaan yang tiada tara sebab dapat bersatu dengan wanita yang sangat ia cintai.
Arjuna merupakan lulusan sarjana dari universitas yang bergengsi, namun hal itu tidak membuatnya gentar dan malu ketika harus mencari nafkah dengan bekerja sebagai kuli bangunan.
Rumah kediaman keluarga Adiwangga itu tampak suram. Setelah kepergian Arjuna, anak semata wayangnya itu, Mahendra dan Anastasia menjadi sangat terpukul.
Mereka tidak menyangka bahwa Arjuna akan bersungguh-sungguh dengan ucapannya tempo hari.
Setiap hari mereka menunggu putranya itu kembali dan menampakkan batang hidungnya atau mungkin hanya sekedar sebuah panggilan masuk saja.
Namun hasilnya nihil. Putranya itu tidak pernah memberi kabar hingga detik ini.
Sebastian sudah menikah dengan Yura belum lama ini. Ia masih menunggu Mahendra untuk segera lengser dari jabatannya sebagai pemimpin perusahaan dan berharap dirinya ditunjuk untuk menjadi penerusnya.
Sangat disayangkan karena Mahendra sebetulnya tidak memiliki niat sedikit pun untuk memberikan perusahaannya itu kepada Sebastian, sebab dirinya tetap akan memberikannya kepada Arjuna, anak kandungnya.
“Mas, bujuk Arjuna supaya pulang mas, aku kangen banget sama dia.” “Aku nggak masalah kalau nanti Arjuna bawa istrinya ke sini, aku akan perlakukan istrinya dengan baik.”
“Iya Nas sama, aku juga kangen sama putraku. Tapi aku nggak tau dia ada di mana sekarang. Kalau nanti sudah tau, aku sendiri yang akan menjemput dia untuk pulang ke sini.”
Kurang ajar. Gak, gak bisa. Enak aja, lah saya disini buat apa?
tw // car accident tw // blood
Sebastian melajukan mobilnya itu dengan kecepatan penuh. Ia membelah jalan raya dengan meginjak pedal gas seperti orang yang kesetanan.
Setelah mendapatkan alamat rumah Arjuna dan Marina, dirinya bergegas untuk menuju ke sana sebelum Arjuna dijemput oleh Mahendra.
Ketika sampai di depan sebuah rumah kecil berpagarkan besi yang sudah berkarat itu, Sebastian mematikan mesin mobilnya.
Ia masih duduk pada kursi kemudi dengan kedua telapak tangannya mencengkeram kuat stir. Dalam keheningan, suara napas yang berderu dan debaran jantung yang sangat cepat terdengar dengan jelas.
Di depan sana, sosok laki-laki yang kini sangat Sebastian benci sedang berjalan dengan tangan kanannya yang membawa kantung plastik berwarna putih. Dapat ia tebak, itu adalah makanan untuk istrinya.
Suasana pada gang yang tidak terlalu lebar namun juga tidak sempit itu sangatlah sunyi. Karena sudah larut malam, tidak ada lagi orang-orang yang berlalu-lalang di sana.
Entah dapat bisikan setan dari mana, Sebastian dengan tiba-tiba menyalakan mesin mobilnya kembali, dan menginjak pedal gas kuat-kuat hingga menghantam tubuh Arjuna.
Arjuna yang belum siap pun tidak dapat menghindar ketika ada sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arahnya.
Dirinya terpelanting jauh setelah dihantam dengan keras oleh bagian depan mobil.
Suara napas terengah-engah Sebastian dan seseorang menggema di dalam mobil.
Dirinya tidak sendirian di dalam sana, melainkan ada Yura juga, istrinya.
Yura memejamkan matanya ketika suaminya itu mengambil tindakan nekat kepada adik iparnya.
Setelah cukup tenang, ia memberanikan diri untuk turun dari dan melihat keadaan Arjuna.
Kini Arjuna terbaring lemah di aspal yang kasar dengan bersimbah darah di bagian kepalanya.
Sebastian langsung mengecek nadi dan napas Arjuna, memastikan sekali lagi bahwa adiknya itu sudah meninggal.
Selamat jalan, adik kecilku.
©scndbrr