“Ga cuma hidup lo doang yang menyedihkan”
Semburat oranye memberikan kesan cantik pada langit sore hari ini mampu membuat siapapun yang melihatnya secara langsung menjadi takjub seketika. Seorang gadis muda tengah menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya hingga membuat surainya yang tergerai bertebangan tak tentu arah.
Di sini, pada jembatan besar di pinggir jalan raya inilah gadis muda itu terbiasa untuk menjadikannya sebagai tempat peraduannya. Berkeluh kesah dan mencurahkan segala problematika tentang kehidupan yang tidak pernah membuatnya hidup itu.
Terkadang ia tertawa terbahak-bahak seperti orang gila, kemudian termenung melamun berdiam diri dengan tatapan yang kosong, hingga menangis meraung-raung seperti orang yang baru saja kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi dirinya.
Pada hari ini, tampaknya keadaan gadis muda itu sedang tidak baik-baik saja. Pasalnya terdengar isakan lirih yang tertahan dari mulutnya, kemudian terlihat kedua pundaknya yang sedang naik turun, serta wajahnya telah basah dengan cairan bening yang terus saja mengalir dengan deras, tidak mau berhenti dari kedua bola matanya.
Ketika masih terlarut di dalam kesedihannya sendiri, ekor mata gadis muda itu tanpa disengaja menangkap sekilas bayangan orang yang sedang berusaha untuk memanjat pagar pembatas jembatan ini. Orang itu tampak seumuran dengannya karena masih menggunakan seragam putih abu-abu, sama seperti dengan gadis muda itu.
Awalnya gadis muda itu tidak mau ambil pusing dengan ikut campur urusan orang lain, namun ketika mengingat bahwa hanya dirinyalah dan pemuda itu yang ada di sini, maka hati nuraninya tergerak untuk menghentikan aksi konyol sang pemuda yang dapat membuat dirinya harus datang ke kantor polisi nanti sebagai seorang saksi.
Karena hanya akan ada satu kemungkinan yang paling logis untuk dapat dicerna oleh otak kita ketika terdapat seseorang yang berusaha untuk berdiri di atas pagar pembatas sebuah jembatan bukan? Ya, apalagi jika dirinya bukan berniat untuk mengakhiri hidupnya sendiri? Hei, ayolah jangan buat masalah gadis muda itu bertambah lagi.
“Heh! Lo mau ngapain?!” teriak gadis muda itu yang tak mau terlambat barang satu detik saja untuk menghentikan aksi sang pemuda. Padahal gadis muda itu memiliki niat yang baik untuk menyelamatkan hidupnya, namun sayangnya ternyata tidak mendapat gubrisan apapun dari sang pemuda.
“Woi! Lo bisa denger gue kan? Lo ngerti bahasa Indonesia kan?” gadis muda itu sudah tampak geram karena ucapannya yang tadi dihiraukan begitu saja oleh pemuda itu. “Oke, sekarang gue tanya lagi, lo mau ngapain hah?! Jangan bunuh diri di sini elah, katanya ga enak tau kalo meninggal karena tenggelam!” tambah gadis muda itu dengan suaranya yang ia buat terdengar meyakinkan.
Masih saja pemuda itu acuh dengan rentetan kata yang telah keluar dari belah bibir sang gadis. Dirinya kini justru memilih untuk memejamkan kedua matanya. Raut wajahnya terlihat sangat damai dan tenang. Kedua telapak tangannya mengepal kuat-kuat hingga urat-urat nadi yang ada di sana keluar memunculkan kehadirannya.
Karena gadis muda itu sudah terlampau gemas dengan pemuda itu, maka dirinya tanpa berpikir dua kali lagi langsung menarik salah satu lengan sang pemuda hingga membuat mereka jatuh dengan posisi yang saling menindih tubuh satu sama lain.
Hening, tidak lagi terdengar kalimat-kalimat interupsi yang sangat menggangu bagi dirinya. Pemuda itu tampak memperhatikan wajah sang gadis dengan seksama. Kedua netranya menatap kedua iris kecoklatan miliknya dengan lamat-lamat. “Cantik,” batinnya.
“B-bangun, berat tau!” gadis muda itu akhirnya kembali bersuara untuk menyadarkan sang pemuda yang masih saja terdiam dengan posisinya yang masih seperti tadi. Bukannya apa-apa tapi ini masih di pinggir jalan raya, jadi dapat dipastikan mereka berdua tengah menjadi pertunjukkan yang menarik bagi para pengendara yang melewati jembatan ini.
Kedua muda-mudi itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke salah satu minimarket terdekat yang ada di sana. Sebenarnya bukan mereka berdua, lebih tepatnya karena ajakan gadis muda itu saja terhadap pemuda tadi. Dan bukannya tidak mau menolaknya, namun sang gadis langsung menyeret ujung seragamnya, jadi dirinya tidak mempunyai pilihan lain selain mengekorinya dari belakang.
Gadis muda itu menyuruh pemuda tadi untuk menunggunya duduk di depan minimarket, sedangkan dirinya masuk ke dalam minimarket tersebut untuk membeli minuman. Setelah mendapatkan minumannya dan tak lupa juga membelikan untuk pemuda tadi, gadis muda itu bergegas keluar dan duduk di hadapan pemuda itu.
“Nih, diminum.” gadis muda itu menyodorkan satu cup susu coklat yang masih terasa panas ketika kulitnya tidak sengaja bersentuhan dengan cup tersebut. Awalnya pemuda itu tampak menolak dan ingin mengembalikannya, namun ia urungkan sebab sang gadis melepaskan begitu saja cup susu tadi. Jadilah ia harus menerimanya, karena jika tidak pasti akan tumpah dan mengenai sepatu sekolahnya sendiri.
“Kenalin gue Grena, Agrena Khanzanaya. Kalo nama lo siapa?” ucap gadis muda itu sambil megulurkan tangan kanannya berniat untuk menjabat tangan sang pemuda tadi. “Raja. Raja Dewara,” balas pemuda tadi sambil meraih tangan Grena untuk memberikan salaman perkenalan.
“Oke, Raja. Lo mau ngapain deh tadi manjat jembatan kaya gitu? Mau bunuh diri lo?!” tanya Grena to the point kepada Raja. Grena memang terkenal sebagai seseorang yang tidak suka berbasa-basi dengan orang lain, dirinya akan berbicara secara berterus terang kepada lawan bicaranya.
“Hm,” Raja hanya mejawabnya dengan dehaman malas. Tentu saja hal itu sukses membuat Grena geleng-geleng kepala tidak percaya dengan jawaban orang yang sedang duduk di hadapannya ini. ” 'Hm', artinya iya, bukan? Wah sudah gila rupanya orang ini”, pikir Grena.
“Kenapa? Apa alasan lo sampe berbuat nekat kaya gitu?” Ada apa dengan gadis ini? Tidak biasanya ia mau mencampuri urusan orang lain bahkan menanyakan alasan seseorang atas tindakan yang dilakukannya. Dan satu lagi, bukannya tadi dirinya merutuki kebodohan pemuda itu di dalam hati? Lantas kenapa justru sekarang Grena terdengar bersimpati kepadanya?
“Gue sakit.”
“Sakit apa? Parah?
“Sakit yang bikin orang di sekitar gue juga ikutan sakit. Termasuk keluarga gue yang paling gue sayang.”
“Udah coba diobatin belum? Kalo lo berobat, pasti nanti sembuh”
“Ga akan bisa sembuh, selamanya.”
“Terus kalo ga bisa sembuh, lo mutusin buat ngakhirin hidup lo sendiri?”
“Iya. Buat apa hidup, kalo kehidupan yang gue jalanin menyedihkan?”
“Ga cuma hidup lo doang yang menyedihkan.”
“Tapi nyatanya emang kehidupan gue semenyedihkan itu.”
“Ayo semangat buat jalanin hidup lo. Gue bakal selalu ada di sisi lo kalo lo lagi susah. Mulai sekarang kita temenan.”
Raja merasakan hatinya menghangat begitu mendengar penuturan Grena barusan.
© scndbrr