Demi Dia

Hari ini Jenan bangun pagi-pagi buta. Bahkan sebelum dering alarm ponselnya itu berbunyi dengan nyaring, dirinya sudah membuka mata terlebih dahulu.

Setelah mengerjapkan matanya sejenak dan mengumpulkan seluruh jiwanya, Jenan kemudian menyingkap selimut tebal yang menutupi sebagian tubuhnya.

Jenan melangkahkan kedua kaki jenjangnya menuju kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.

Setelah membersihkan diri, Jenan berlalu memilih setelan yang akan dirinya gunakan.

Bukan Jenan sekali sebetulnya menggunakan kemeja berkerah dan juga jas yang rapi, dirinya lebih suka menggunakan kaos bertema monokrom yang polos dan celana ripped jeans.

Namun, entah mengapa, pada hari ini ia memutuskan untuk mengenakan pakaian yang sama sekali tidak sesuai dengan style-nya itu.

Sekali lagi,

Kini Jenan sedang memakaikan gel rambut dengan merk cukup ternama pada helai-demi helai rambut halusnya yang berwarna hitam legam itu.

Pada hari selasa ini mengapa laki-laki itu dari tadi terus saja melakukan hal-hal yang bukan menginpretasikan dirinya sendiri.

Yang tahu jawabannya adalah Jenan dan sang pencipta sendiri.


Setelah rapi dengan penampilannya, Jenan yang sudah duduk di kursi kemudi mobil pribadi miliknya mulai melajukan kendaraan roda empat itu dengan kecepatan yang sedang.

Mobil pajero sport warna putih yang dikendarai oleh Jenan mulai memasuki basement parkiran bawah tanah dari salah satu apartemen mewah yang ada di kota ini.

Tangannya terulur untuk menekan tombol lift dan setelah terbuka ia pun segara memasukinya, kemudian ia menekan tombol angka lantai yang dirinya akan tuju.

Ketika pintu lift terbuka dan itu artinya Jenan sudah berada di lantai yang tepat, maka dengan percaya diri Jenan berjalan menuju salah satu unit di sana.

Berdiri di depan pintu unit apartemen nomor 441 cukup lama, akhirnya Jenan memberanikan diri untuk menekan bel agar penghuni unit itu segera membukakan pintunya.

Ting tong

. . .

“Ya?” suara laki-laki paruh baya terdengar dan pintu berwarna abu-abu tua itupun segera terbuka hingga menampilkan sosok yang menjadi tujuan Jenan pada hari ini

Tian Anderson.

“Loh Jenan?” “Kamu ngapain ke sini?” “Kamu belum buat janji kan? atau saya yang lupa ya?” ucap Tian.

“Belum pak, saya belum buat janji dengan bapak.” “Tapi saya punya hal penting untuk dibicarakan dengan bapak.” jawab Jenan.

Tanpa berlama-lama lagi, Tian mempersilahkan Jenan untuk memasuki unit apartemen kepunyaannya itu.

“Ada apa ini Jen?” tanya Tian lagi.

“Saya dengar dari bang Theo manajer saya, katanya aktris utama film ini akan diganti ya pak?” balas Jenan to the point.

“Oh ternyata soal itu.” “Iya betul,” jawab Tian dengan santai dan hal itu membuat Jenan mengerutkan dahinya cukup dalam.

“Kenapa pak?” “Apa karena soal skandalnya Aretha dengan anak konglomerat itu?” tanya Jenan lagi.

“Ya iya karena itu.” “Apalagi?” jawab Tian dengan remeh.

“Tapi itu semua kan belum tentu benar adanya pak?” “Apakah bapak sudah memeriksa faktanya lebih lanjut?” Jenan tidak menyerah untuk bertanya kepada Tian.

“Gini ya Jen, dari awal memang ketika dilakukan pemilihan cast untuk film ini, saya sudah berencana untuk memilih kamu sebagai aktor utamanya.” “Karena saya rasa karakter ini sangat cocok dengan kamu. Saya mendengar bahwa sifat kamu memang hampir mirip, 11 12 lah dengan karakter Atma.” “Untuk aktris utama saya tidak terlalu mempedulikannya. Yang penting memang ya actingnya dia mumpuni, udah gitu aja.” “Jadi ketika saya tahu bahwa ada skandal besar seperti itu, ya saya pikir bukan masalah besar untuk mengganti dia gitu,” jelas Tian dengan panjang lebar.

“Tapi saya tidak mau kalau aktris utamanya diganti pak.” “Kalau tetap diganti, saya akan mundur saja dari film ini,” ancam Jenan.

“Kamu kenapa sih?” “Ini kesempatan buat kamu bisa debut di dunia acting Jen!” Tian mulai geram atas ancaman Jenan barusan.

“Asal pak Tian tahu, Aretha itu sudah lama menginginkan untuk dapat bekerja sama dengan bapak dalam sebuah project.” “Itu adalah mimpinya selama bertahu-tahun,” ucap Jenan menjelaskan.

Jujur saja ucapan Jenan barusan membuat Tian kaget, sebetulnya banyak aktris dan aktor yang menginginkan untuk dapat bekerja sama dengannya.

Namun, Tian melihat sebuah ketulusan yang besar terpancar dengan jelas dari kedua manik coklat milik pria muda yang kini ada di hadapannya itu.

Tindakan yang Jenan lakukan setelahnya membuat kedua mata Tian membola sempurna.

Laki-laki muda itu bangkit dari tempat duduknya, kemudian menabrakkan kedua lututnya dengan lantai yang keras nan dingin sambil menundukkan kepalanya ke dalam.

Kedua telapak tangannya yang besar dan berurat itu terkepal kuat di atas pahanya.

“Saya mohon pak Tian.” “Jangan ganti Aretha dengan orang lain.”

© scndbrr