Deja Vu

Setelah mendapatkan waktu rehat sejenak, syuting pun segera dilanjutkan.

Para pemain telah stand by di posisinya masing-masing.

Karena dirasa semuanya telah siap, maka tanpa berlama-lama lagi suara milik pria paruh baya itu terdengar nyaring untuk memulainya.

“Oke, ready?” “1” “2” “3” “Action!”


Pikiran Atma sekarang sangatlah kalut.

Bagaimana bisa kekasihnya itu bermain di belakangnya, padahal Atma begitu mencintainya?

Hal itu tentu saja dapat terbukti dari usaha kecilnya yang menyiapkan surprise di hari jadi mereka yang ke-5.

Namun sangat disayangkan, di hari bahagianya itu Atma justru harus merasakan sakit yang teramat pada hatinya.

Sama dengan Atma, Jeya juga merasakannya.

Rasanya sesak sekali apabila ia mengingat pria yang sudah menyita perhatiannya selama kurang lebih 7 tahun ini justru sedang asik bercumbu dengan gadis lain di depan matanya sendiri.

Bayangkan saja betapa hancurnya Jeya sekarang, 7 tahun ia membina hubungan kasih itu dan runtuh begitu saja pada hari ini.

Kedua anak manusia itu sedang duduk terdiam di dalam kendaraan roda empat milik Atma.

Atma menawarkan tumpangan kepada Jeya, perempuan yang sedang duduk pada kursi penumpang di sebelahnya itu.

Saat pria itu masih saja terlarut dalam benang kusut yang ada di otaknya, terdengar isakan lirih dari mulut Jeya.

Hal itu sukses membuat Atma menolehkan kepalanya dan memandang perempuan itu dengan sendu.

Ia tersadar bahwa bukan hanya dirinya yang menjadi korban disini, melainkan juga ada Jeya.

Atma menarik tubuh Jeya yang kini duduk dengan pandangan ke depan, supaya menghadap ke arah dirinya.

Laki-laki itu menatap kedua manik cantik berwarna kecoklatan yang sudah berlinang air mata dengan lamat-lamat.

Meskipun awalnya ragu-ragu, Atma kemudia memberanikan diri untuk mengulurkan tangannya dan menarik Jeya ke dalam rengkuhannya.

Laki-laki itu merengkuh tubuh ramping Jeya dengan sangat hati-hati, ia memperlakukan Jeya bak gelas kaca yang sudah retak.

Retak, karena belahan jiwanya itu telah memilih untuk berkhianat.

Jeya tidak menolak ketika secara tiba-tiba Atma mendekapnya.

Dirinya pasrah dan menyandarkan tubuhnya pada dada bidang laki-laki itu.

Telapak tangan Atma tergerak untuk mengusap lembut surai panjang Jeya yang pada hari ini ia biarkan terurai.

Saat itulah isakan yang terdengar lirih tadi pecah, berubah menjadi tangisan pilu yang membuat siapapun yang mendengarkannya akan menjadi iba.

Atma mengeratkan rengkuhannya dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jeya, laki-laki itu menghirup aroma tubuh Jeya kuat-kuat.

Jeya tampak mulai membalas peluka Atma dengan mengalungkan kedua tangannya pada leher laki-laki itu.

Mereka berdua sedang mencari kenyamanannya masing-masing.


“Yakk, CUT!!” seru pak Tian selaku sang Sutradara.

“WOWW!!” “Good job! Udah dapet banget feelnya,” puji pak Tian.

Jenan dan Aretha langsung melepaskan diri masing-masing setelah mendengar kata “cut” tadi.

Jujur saja mereka berdua merasa canggung pada situasi ini.

Namun tentu saja mereka sama-sama menyembunyika perasaan itu, mereka harus terlihat professional bukan?

Dan satu lagi,

Mereka merasakan deja vu.

Mengingat memang mereka pernah berada pada posisi seperti ini sebelumnya saat badai menerjang Aretha dengan skandal hoaxnya.

© scndbrr