Bukan Berdua, Sekarang Kita Bertiga
Membaca kata demi kata yang diutarakan oleh sang istri lewat ponselnya itu, membuat tangan Nolan bergetar dengan hebat.
Tidak berbohong, pikiran pria itu menjadi kalang kabut dan tubuhnya seolah-olah membeku sulit untuk digerakkan.
Beruntung dirinya sekarang sedang melakukan rapat dengan sahabatnya sendiri yaitu, Jacob. Sahabatnya itu dengan cekatan menawarkan dirinya untuk mengantarkan Nolan pulang ke rumah.
Jacob tahu betul jika dirinya membiarkan Nolan pulang sendirian dalam keadaan yang sekacau ini, maka kejadian yang tidak diinginkan mungkin tidak dapat terelakkan.
“Cepetan naik anjing! Ya kali lu harus gua gendong?!” sentak Jacob kepada Nolan yang masih saja menatap kosong ke arah depan sana.
Bukan. Bukannya apa-apa. Namun saat ini Nolan masih sulit untuk mencerna semuanya.
Apakah sebentar lagi akan ada makhluk kecil jiplakannya yang akan hadir ke dunia yang ia tinggali?
Nolan akan menjadi seorang ayah. Itu adalah sesuatu yang luar biasa.
Melihat sahabatnya yang tidak kunjung bergerak barang satu centi pun dari tempatnya berpijak, membuat Jacob mau tidak mau menyeret paksa tubuh Nolan.
Dalam perjalanan dari kantor Nolan menuju ke rumahnya, pria itu tidak henti-hentinya mengetatkan rahangnya dan juga meremas tautan kedua tangannya sendiri.
Nolan, sedang dilanda perasaan gelisah.
Awalnya tadi dirinya merasa begitu bahagia hingga rasanya tidak percaya jika dirinya akan mendapat anugerah besar seperti ini dari sang pemilik semesta.
Namun sekarang berbeda, di dalam otak pria itu kini sedang dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana keadaan wanita yang paling dicintainya itu sekarang?
Apakah bunga tulip cantiknya itu baik-baik saja? Apakah Eshanya merasakan kesakitan yang terlampau menyiksanya? Apakah istrinya itu akan dapat melewati semua ini dengan baik-baik saja?
Hanya itu, Nolan hanya memikirkan Valle. Dirinya begitu khawatir dengan si cantik.
Bahkan Nolan sekarang terlihat sedang merutuki kebodoan dirinya sendiri yang tetap pergi ke kantor untuk bekerja meninggalkan sang istri sendirian di rumah.
Memang benar jika itu semua permintaan dari Valle, namun bukankah dirinya dapat menolaknya dan tetap bersihkeras untuk tinggal? Tidak sesulit itu bukan untuk melakukannya?
Ditambah lagi dengan fakta tidak ada orang satu pun di tempat tinggal kedua pasangan sumi istri itu sekarang tambah membuat detak jantung Nolan meningkat menjadi tidak karuan.
“Tuhan, saya mohon tolong lindungi Esha dan anak kami...” gumam Nolan dengan suara lirihnya yang terdengar begitu pasrah.
Jacob sesekali mencuri pandang ke arah sahabatnya yang terduduk pada kursi penumpang yang terdapat tepat di sampingnya dengan raut wajah frustasi itu.
Meskipun bukan istrinya yang akan melahirkan, Jacob juga dapat merasakan kegundahan sahabatnya yang terus saja bergerak gelisah sejak tadi.
Ketika lampu lalu lintas di depan sana memancarkan warna merah, Jacob memberanikan dirinya untuk memalingkan wajahnya guna melihat wajah sahabatnya dan berbicara, “Tenang aja bro. Lo tau kalo istri lo sama Nolan junior itu kuat kan? Mereka pasti baik-baik aja.”
Nolan menatap Jacob dengan tanpa membalas perkataan sahabatnya itu. Dirinya hanya menganggukan kepalanya dengan lemah.
Jacob menghembuskan napasnya sebelum akhirnya fokus dirinya kembali beralih untuk mengendarai kendaraan roda empat ini dengan aman.
Dirinya dapat memahami situasi dan kondisi sahabatnya saat ini. Mungkin jika dirinya sendiri yang ada di posisi Nolan sekarang, maka gelagatnya pun akan sama atau bahkan lebih parah dari ini.
Yang bisa Jacob lakukan sekarang untuk membantu meringankan beban sahabatnya adalah membawa Nolan segera untuk dapat bertemu dengan Valle dan calon anaknya itu.
Setelah mobil yang ditumpangi oleh Nolan dan Jacob telah sampai di depan rumah Nolan, pria itu tidak segan-segan untuk langsung berkari memasuki rumahnya sendiri.
Beruntung pintu depan rumah mereka tidak dalam keadaan terkunci, tentu saja hal itu membuat Nolan memiliki akses lebih mudah untuk masuk ke dalam.
Pria itu sepertinya melupakan kehadiran Jacob yang berperan besar untuknya dapat tiba di rumah. Nolan meninggalkan Jacob begitu saja tanpa mengucapkan satu patah kata pun.
“Sayang!” teriak Nolan memanggil Valle.
“Tidak mendapat jawaban membuat Nolan tidak berhenti untuk memanggil sang istri sambil terus mencari keberadaan istrinya tersebut.
“Sayang kamu di mana?”
Tempat tujuan pertama Nolan adalah kamar tamu yang berada di lantai bawah. Tempat yang sudah hampir beberapa bulan ini beralih fungsi menjadi kamar utama mereka.
Sebenarnya kamar utama pasangan suami istri ini berada di lantai dua. Namun tepat ketika Valle dinyatakan telah mengandung Nolan lantas mengambil keputusan untuk memindahkan kamar mereka ke lantai satu.
Alasannya adalah Nolan tidak mau jika Valle harus bolak-balik naik tangga dengan keadaan perutnya yang sudah mulai membesar. Menurutnya hal itu akan sangat berbahaya bagi istrinya dan calon anaknya.
Kembali lagi, ketika dirinya masih berusaha untuk menemukan di mana istrinya berada. Nolan membuka pintu kamar tamu itu dengan kasar. Berharap dirinya dapat segera mendapati sosok cantiknya.
Namun sayangnya nihil. Kosong. Tidak terdapat tanda-tanda Valle ada di dalam ruangan ini.
Suara gemericik air yang berasal dari arah kamar mandi pun mengalihkan atensi Nolan. Pria itu bergegas untuk pergi ke sana.
Dan benar saja, Valle sedang terduduk di atas toilet dengan keadaan tubuh yang begitu lemas. Beruntung wanita itu tidak pingsan.
“Astaga ya Tuhan! Sayang?!”
“M-mas?” Jawab lemah Valle sambil menerbitkan senyum tipisnya.
Nolan meraih tubuh lemah Valle dengan sangat hati-hati. Pria itu membawa istrinya untuk masuk ke dalam rangkumannya. “Kamu abis jatuh?!” Tanya Nolan begitu khawatir melihat keadaan istrinya.
Valle menggelengkan kepalanya dengan pelan untuk menjawab pertanyaan Nolan barusan. “Aku nggak jatuh kok mas. Kamu tenang aja nggak usah panik gitu. Tadi aku habis dari kamar mandi terus ngerasain kram perut makanya duduk di atas toilet,” ujar wanita itu berusaha untuk menjelaskan apa yang terjadi kepadanya.
Mendengar penuturan Valle barusan membuat Nolan dapat bernapas dengan lega.
Perlahan pria itu hendak berniat untuk menggendong Valle ala bridal style namun sedang bersiap, tangannya ditahan oleh sang istri. “Sekarang aku berat, mas. Kamu bantu mapah aku buat jalan aja.”
Nolan menulikan dirinya dan tetap menggendong Valle. Pria itu menghiraukan pukulan ringan yang dilayangkan oleh sang istri pada pundaknya.
“Kamu itu masih lemes, sayang. Udah nurut aja. Lagian aku nggak ngerasa kesusahan gendong kamu kok,” ujar Nolan yang masih sibuk menggendong Valle menuju ke ranjang tidur mereka berdua.
Setelah meletakkan istrinya di pinggir ranjang, Nolan berlutut di lantai untuk memudahkan Valle menatap dirinya. Pria itu tidak mau membuat Valle mendongak terlalu lama.
“Sekarang perutnya masih sakit, hm?” Tanya Nolan dengan suaranya yang begitu lembut. Tatapan pria itu menyiratkan semua kekhawatirannya saat menuju kembali ke rumah.
Valle mengulurkan tangan kanannya untuk membelai surai suaminya yang tampak sedikit berantakan. Wanita itu dapat menebak jika suaminya ini habis berlarian untuk dapat menemukan dirinya.
Jemari lentiknya tadi perlahan mulai beralih dari suari sang suami menuju ke pipi tirus yang dimiliki oleh Nolan. Valle baru saja menyadari jika suaminya itu menjadi sedikit lebih kurus.
Ditambah lagi dengan kantung mata yang terlihat menggembung serta lingkaran yang bewarna gelap di bawa mata Nolan, membuat Valle mengetahui perjuangan yang juga dilakukan oleh suaminya ketika dirinya sedang mengandung buah hati mereka berdua.
Perjuangan apa yang dimaksud oleh dirinya?
Pengorbanan Nolan yang rela bangun lebih awal agar dirinya bisa sampai di kantor lebih pagi untuk mengerjakan tugasnya sebagai seorang CEO lebih cepat, sehingga nantinya dia akan dapat pulang lebih awal juga.
Pengorbanan Nolan yang harus selalu siap siaga pergi ke mana pun dan kapan pun waktunya itu untuk memenuhi keinginan sang istri yang sedang mengidam sesuatu.
Pengorbanan Nolan yang rela tidak tidur semalaman karena istrinya terus saja mengaduh kesakitan di bagian perutnya.
Dirinya terjaga sepanjang bulan bertengger di cakrawala dengan tangannya yang terus memijit bagian punggung bawah sang istri. Berharap dengan kontribusi yang dilakukannya itu akan membuat rasa sakit yang menyerang sang istri akan sirna.
Belum lagi selain dirinya yang bangun lebih awal, Nolan juga berusaha untuk curi-curi waktu melanjutkan pekerjaannya di rumah. Pria itu memijit sang istri sambil membaca berkas perusahaannya.
Kurang lebih itulah yang membuat Nolan seperti zombie hidup akhi-akhir waktu ini.
Sebetulnya pria itu benci membahas tentang hal ini. Sebab dirinya tahu betul jika apa yang dilakukannya untuk membuat istrinya memperoleh kenyamanan itu tidak sebanding dengan sulitnya seorang ibu yang tengah mengandung.
Nolan melakukan semuanya dengan hati yang ikhlas. Demi istri tercinta dan calon sang buah hatinya yang akan segera lahir itu dirinya rela berbuat apapun.
“Maafin aku ya, mas?” Cicit Valle dengan suaranya yang begitu kecil hampir tidak terdengar oleh Nolan.
Kening Nolan berkerut membentuk lipatan-lipatan. Pria itu tidak memahami apa yang dikatakan oleh sang istri barusan.
Mengapa wanitanya itu tiba-tiba saja meminta maaf kepadanya? Bukankah dirinya hanya bertanya apakah perut istrinya itu masih sakit atau tidak? Lantas mengapa kini Valle mengubah topik pembicaraan?
Kedua alis Nolan yang menyatu seolah-olah memberikan sinyal kepada Valle supaya dirinya menjelaskan maksud dari kata maaf yang keluar dari mulutnya.
Valle menundukkan kepalanya tidak mau menatap iris sehitam jelaga milik suaminya. “Karena aku lagi hamil, penampilan kamu jadi berantakan. Aku nggak ada waktu buat merhatiin kamu, mas... Maaf,” ujar Valle menjelaskan.
Air mata wanita itu mengalir begitu saja tanpa permisi. Entah mengapa sejak dirinya mengandung sang buah hati, Valle merasa tidak dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Dirinya menjadi lebih mudah menitikkan air mata.
“Hei hei sayang, jangan nangis.” Ucap Nolan yang langsung menyeka air mata Valle yang menggenang di kedua sisi pipi mulus wanita itu.
“Kamu ngomong apa sih? Ngapain minta maaf? Itu bukan salah kamu. Lagian aku juga baik-baik aja kok. Justru harusnya aku yang minta maaf ke kamu...”
“Aku masih belum bisa jadi suami dan calon ayah yang baik ya?”
“I'm sorry, Sha...”
“Aku pasti akan terus berusaha yang terbaik buat kalian berdua. Kamu dan anak kita nanti.”
Valle mengalungkan kedua tangannya pada leher Nolan. Wanita itu tidak bisa menahan isak tangisnya lagi. Di dalam rengkuhan hangat Nolan, Valle kembali menangis.
Wanita itu masih saja sering dikejutkan dengan fakta memiliki Nolan sebagai suami sahnya. Bagaimana bisa demikian? Bagaimana bisa dirinya diberikan seorang pria gentle seperti Nolan?
Yang dapat Valle lakukan adalah dirinya yang tidak pernah untuk berhenti bersyukur atas garis takdir yang telah digariskan oleh sang pemilik semesta untuknya.
Nolan membalas pelukan Valle dengan mengusap-usap punggu istrinya itu dengan gerakan lembut. “Dengerin aku, sayang.”
“Kamu itu istri dan calon ibu terbaik yang ada di dunia, Sha. Di mata aku, kamu begitu.”
“Udah, jangan nangis lagi ya? Aku nggak bisa liat kamu nangis kaya begini. Dedek bayi juga pasti nggak mau ibunya sedih.”
Valle mengangguk-anggukkan kepalanya lucu di dalam rengkuhan Nolan. Wanita itu memilih untuk menelusupkan kepalanya di dada bidang sang suami. Dirinya begitu candu dengan aroma tubuh prianya.
Di dalam ruangan bersalin, Valle kini tengah terbaring lemah di atas brankar pasien rumah sakit.
Nolan tetap setia berdiri tepat di samping Valle sambil terus menggenggam tangan istrinya itu. Dirinya berharap dapat menyalurkan sedikit kekuatan untuk sang istri.
Buliran bening seukuran biji jagung memenuhi area dahi Valle. Dirinya sedang berusaha semaksimal mungkin untuk momen yang sangat ditunggu-tunggu olehnya dan Nolan.
“Ayo bu, kita coba sekali lagi ya?” “1... 2... 3...”
“AAAKKKK!!” “HUH... HAH... HUH... HAH...”
Nolan tidak tega hati melihat perjuangan sang istri yang sedang berjuang untuk menghadirkan jagoan kecilnya ke dunia ini.
“Semangat sayang, aku yakin kamu pasti bisa.”
Nolan meneteskan air matanya tanpa sadar ketika dirinya melihat raut wajah sang istri yang kesakitan.
Pria iu memang tidak tahu rasa sakit orang yang sedang melahirkan. Namun, dapat Nolan tarik kesimpulan rasanya sangatlah sakit.
Sejak awal tadi, Nolan telah meminta istrinya untuk mendengarkan saran yang diberikan oleh dokter kandungan yang menanganinya. Dokter tersebut menyarankan Valle untuk melakukan proses persalinan secara caesar.
Sayangnya Valle menolak hal tersebut dan bersihkukuh ingin melahirkan anak pertamanya ini secara normal.
“Sayang udah ya? Kita pakai operasi caesar aja. Kamu udah kesakitan banget ini,” celetuk Nolan tiba-tiba di tengah prosesi persalinan yang sedang berjalan ini.
Valle tidak bersuara apapun untuk menjawab ucapan Nolan. Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah sambil berusaha untuk menetralkan napasnya yang tersendat-sendat.
Setelah dirasa dirinya sudah dapat menghirup oksigen dengan baik, Valle meminta Nolan untuk lebih mendekat ke arah dirinya. Nolan langsung memenuhi permintaan istrinya itu.
“Mas, kamu yang kasih nama buat anak kita ya.” Valle menyunggingkan senyuman manisnya ke arah Nolan setelah berucap demikian. Nolan menganggukkan kepalanya mantap kemudian beralih mengecup pelan dahi sang istri dengan penuh sayang.
“AAAAAKKKKKKH!!!”
“Oek... Oekk... Oekk...”
Kedua manik Nolan langsung berkaca-kaca begitu dirinya mendengar suara tangisan seorang bayi yang pecah dengan keras ketika telah digendong oleh sang dokter kandungan.
“Selamat, pak dan bu. Bayinya laki-laki.”
Nolan menangis dalam diam melihat makhluk kecil yang berwarna sedikit kemerahan itu sedang dibersihkan oleh sang suster.
Pria itu berjalan menghampiri Valle yang memejamkan matanya dengan keadaan sudah tidak ada tenaga lagi.
“Thank you, my tulips!”
“Makasih banyak ya atas perjuangan keras kamu selama sembilan bulan sepuluh hari ini untuk mengandung dedek bayi sampai melahirkan dia ke dunia kita.”
“Kamu wanita terkuat yang pernah aku kenal setelah mama aku.”
“Aku sayang banget kamu, Sha”
Tulus. Begitu tulus tatapan yang dipancarkan oleh kedua bola mata Nolan untuk Valle. Pria itu selalu begini. Dirinya tidak akan pernah berhenti menatap sang tambatan hatinya seperti itu. Selamanya pun akan demikian. Sampai maut memisahkan mereka berdua, Nolan akan selalu tulus kepada Valle.
Selamat berbahagia Nolan dan Valle. Selamat atas kelahiran putra pertama kalian.
by scndbrr