Bertemu Lagi
Sebut saja Brina gadis bodoh karena tingkah dirinya sendiri pada saat ini. Bagaimana bisa gadis itu terlihat seperti orang gila yang haus akan minuman beralkohol? Terlebih lagi di acara ini.
Memang benar apa yang dikatakan Brina kepada Sheila, temannya itu. Jika acara ini hanyalah ajang adu kuat minum dengan para senior jurusannya yang akan melaksanakan sidang wisuda sebentar lagi, namun bukan berarti dirinya dapat bertindak seperti ini sekarang.
Acara yang tidak bermutu namun tidak dapat dihapuskan secara mutlak begitu saja. Karena jika ada salah satu pembangkang yang menolak hadirnya acara ini, maka sama saja orang itu sedang mengibarkan bendera perang.
Betul, asal-muasal acara ini karena orang-orang yang merasa dirinya kelebihan harta kemudian ingin berfoya-foya namun dengan cara yang merepotkan orang lain. Aneh sekali bukan? Mereka yang mau senang-senang, tapi mengapa harus membuat orang lain merasa tidak nyaman? Ini namanya pelanggaran hak asasi.
Tentu saja tidak semua tempat memiliki tradisi yang tidak layak untuk dilestarikan seperti ini. Namun sayangnya, Brina harus menjadi salah satu korbannya kali ini. Jika dirinya dapat memilih, pastilah gadis itu tidak akan sudi untuk melakukannya.
Setidaknya biarkanlah Brina untuk dapat menimba ilmu di perguruan tinggi dengan tenang dan damai. Ini sudah tahun ketiganya di sini, maka tinggal menghitung waktu saja untuk gadis itu dapat lulus. Jadi rasa-rasanya tidak tepat jika dirinya harus mencari gara-gara. Masalah hidupnya saja sudah menumpuk seperti hutang-hutang negara yang tidak kunjung lunas.
Kembali lagi, di dalam ruangan yang tidak terlalu luas ini demi apapun sudah banyak sekali tatapan lapar yang diberikan oleh para seniornya kepada Brina. Tentu saja gadis itu tidak menyadarinya karena dirinya sudah dalam keadaan mabuk berat.
Sialnya lagi adalah kenyataan Sheila Regina Amerta yang sudah pamit pulang duluan sejak satu jam lalu. Perempuan itu harus kembali ke kampung halamannya begitu mendapatkan kabar bahwa omanya telah dipanggil untuk menghadap Sang Maha Kuasa.
Baiklah, lantas apa yang akan terjadi kepada Brina? Lihat saja, sekarang gadis itu sudah dibawa oleh salah satu seniornya yang terkenal dengan catatan kelakuan buruknya terhadap mahasiswi lain.
Senior itu ibaratnya seekor buaya yang sudah siap untuk menyantap mangsanya saat ini juga. Kebetulan dirinya disuguhkan sasaran yang empuk seperti Brina yang kesadaraannya kini sudah mulai menghilang.
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas yang telah diberikan kepadanya, sang senior tersebut berniat untuk segera menyelesaikan urusannya itu dengan Brina. Urusan tidak bermoralnya di sini maksudnya.
Sekarang ini Brina berada di dalam kendaraan roda empat milik orang orang bejat yang sedang melaju kencang ke arah suatu tempat. Tidak lain dan tidak bukan, tempat yang dirinya tuju adalah sebuah hotel yang letaknya memang tidak jauh dari tempat mereka minum-minum tadi.
Ketika sedang berjalan menuju ke salah satu kamar yang telah dipesan oleh senior tersebut, tiba-tiba saja sang senior dikagetkan dengan tepukan pada pundaknya.
Bukan terkejut karena hal apa, namun memang dirinya sejak awal memang sudah menahan gugup setengah mati karena dirinya juga sedikit ketakutan mengingat perbuatannya ini akan memakan korban baru.
Senior itu hanya terdiam mematung dan tidak berani untuk barang sekedar membalikkan badannya melihat siapa orang yang telah mengagetkan dirinya dengan tepukan ringan yang diberika tadi.
“Lo mau ngapain?” tanya seorang laki-laki yang diketahui merupakan pelaku tepuk-menepuk itu. Suaranya begitu rendah sarat sedang berusaha menahan emosi yang mulai mendidih di dalam dirinya.
Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari orang yang ditanyainnya membuat laki-lak itu menjadi geram. Tangannya terulur untuk mencengkeram kerah pakaian yang dikenakan olehnya, “Gue tanya lo mau ngapain ANJING?!!” sentak laki-laki itu.
“BRENGSEK!!” teriak Fino yang sudah kalap dengan api amarah.
Ya, benar. Laki-laki itu adalah Fino. Matthew Gheofino telah kembali.
Setelah memastikan Brina sudah aman di tempat yang sedikit jauh dari dirinya dan senior kurang ajar itu, Fino tanpa berbasa-basi lagi langsung melayangkan bogeman mentahnya ke wajah sang senior.
Sebetulnya malas sekali jika tangan bersihnya itu harus bersentuhan dengan wajah kotor milik orang gila modelan senior ini. Namun, karena orang gila itu sudah berani menyentuh gadis keyangannya maka tidak ada pilihan lain selain untuk memberikan pelajaran.
“Hngghh? F-fino??” panggil Brina sambil mengerjap-ngerjapkan matanya untuk dapat memastikan apakah penglihatannya ini benar atau tidak. Pasalnya bagaimana mungkin dirinya dapat melihat orang yang sedang sangat dirindukannya sekarang ini?
Tidak mungkin, pikirnya.
Sinar matahari bersinar dengan begitu terangnya menyambut kedatangan sang pagi di hari ini. Karena begitu terang, sinar itu terlihat tengah mengusik seorang gadis yang terlelap karena memasuki jendela yang tirainya sudah terbuka.
Gadis itu menggeliatkan tubuhnya karena merasa tidurnya telah terganggu. Kedua kelopak matanya perlahan-lahan mulai terbuka dan berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.
Gadis itu adalah Brina.
Dirinya kini mengubah posisinya yang dari tiduran menjadi duduk di atas kasur. Tunggu, kasur? Kasur ini bukanlah kasur yang ada di kosannya. Tempat ini juga buan merupakan kamar kosannya. Lantas Brina sekarang sedang ada di mana?
Brina secara refleks langsung memandangi dirinya sendiri. Bersyukur pakaian yang dikenakannya masih melekat sempurna tanpa kurang satu pun. Tapi tetap saja, gadis itu terus mengumpat untuk merutuki kebodohan dirinya sendiri sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut efek dari minuman alkohol semalam.
Tidak mau berpikiran negatif, Brina langsung bergegas untuk bangun dan beranjak dari kasur. Dirinya berjalan mengendap-ngendap ke arah pintu kamar yang terletak di salah satu sudut ruangan ini.
Ceklek.
Bukan. Bukanlah Brina yang membuka pintu itu. Namun orang lain yang sedang berjalan ke arahnya dan sekarang tengah berhenti tepat di hadapannya.
Orang itu menatap lamat-lamat ke arah wajah cantik Brina, wajah inilah yang sangat ia rindukan setiap harinya. Berbekal dengan sering melihat fotonya di ponsel miliknya, akhirnya hari ini datang juga. Hari untuk dapat melihat secara langsung paras cantik dari gadisnya itu.
Berbeda dengan orang itu, Brina sedang terkejut dalam diam. Dirinya merasa sedang berada di dunia mimpi. Namun biarkanlah jika pada kenyataannya ini hanyalah bunga tidurnya saja. Yang terpenting, dirinya dapat melihat senyuman manis orang yang tiba-tiba saja menghilang dari kehidupannya bak ditelan bumi tanpa adanya kabar.
Selalu seperti ini. Mereka berdua selalu saja berbicara hanya dengan melalui tatapan mata saja. Entahlah. Mungkin hanya itulah cara yang paling jujur untuk dapat saling mengekspresikan perasaannya masing-masing?
Konon katanya, mulut dan tindakan kita dapat berbohong, namun tidak dengan mata seseorang. Ternyata, ungkapan itu benar. Setidaknya Brina dan Fino yang meyakininya.
Tenang saja, orang itu adalah Fino. Bukan senior atau kakak tingkat kurang ajar yang mau merusak Brina semalam.
“Hai, Bunda Nana?” “Aku udah pulang.” “Aku kembali ke rumah aku.” “Ternyata cuma kamu rumah aku, Na.”
“Selama datang, Ayah Nono.” “Aku kangen banget sama kamu.” “Janji jangan pernah ninggalin aku lagi ya?”
“Iya. Aku janji.”
Kita lewatin semuanya bareng-bareng.
by scndbrr